Di Pagatan, Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, kelompok masyarakat Bugis yang tinggal di sana merayakan pesta laut yang disebut Mappanretasi. Secara harfiah berarti "memberi makan laut."
Tradisi ini kini berganti nama menjadi "Mappanre Ri Tasi'e" untuk menekankan aspek kebersamaan dan doa syukur, bukan sesajen. Dalam festival ini, parade perahu nelayan menjadi pemandangan utama.Â
Perahu-perahu dihias indah, membawa keluarga, makanan tradisional, dan doa-doa, sebagai wujud terima kasih kepada laut. Mappanretasi adalah bukti nyata bahwa laut bukan hanya sumber nafkah, tapi juga sumber kebahagiaan dan identitas budaya.
3. Lomba Perahu Sandeq
Perahu Sandeq dari Mandar, Sulawesi Barat, dikenal sebagai perahu tercepat di Indonesia tanpa mesin. Dengan desain ramping dan cadik khas, Sandeq mampu melaju hingga 30 knot.
Lomba Perahu Sandeq merupakan bagian dari Festival Sandeq, yang menempuh rute ratusan kilometer dari Majene ke Makassar. Ini representasi filosofi hidup masyarakat pesisir, yaitu ketangkasan, keberanian, dan kerja sama.
Selain memperlihatkan kemahiran pelaut, lomba ini juga menarik wisatawan dan fotografer dari seluruh dunia.
4. Jong Race Batam
Jong Race mungkin tampak sederhana, tapi jangan remehkan daya tariknya. Diadakan di Kepulauan Riau seperti Batam, Tanjungpinang, dan Bintan, Jong adalah perahu layar mini tanpa awak yang digerakkan angin.Â
Balapan ini biasanya dilakukan di pantai, dengan anak-anak hingga orang dewasa menonton penuh semangat. Jong Race adalah cermin kreativitas budaya Melayu yang memanfaatkan angin, kayu, dan strategi.Â
Lebih dari sekadar perlombaan, ini juga pelestarian warisan budaya maritim yang kini jadi atraksi wisata.
5. Lomba Perahu Bidar
Palembang punya cerita sendiri lewat Lomba Perahu Bidar di Sungai Musi. Perahu ramping berkapasitas belasan pendayung ini dulu digunakan oleh pasukan Sriwijaya.Â
Kini, setiap 17 Agustus, Sungai Musi dipenuhi sorak-sorai warga yang menyemangati tim-tim Bidar.Â