Perlu dipahami, bahwa gaya hidup produktif bukanlah terus-terusan bekerja dan menerbengkalaikan kegiatan lain.Â
Perlu adanya keseimbangan antara kehidupan di dalam dan di luar pekerjaan. Ini penting untuk menjaga kesehatan tubuh supaya terhindar dari penyakit, dan juga agar pikiran tetap segar serta terhindar dari stres maupun penyakit mental lainnya.Â
Namun, bagi orang-orang dengan toxic productivity, mereka tidak memiliki pemikiran seperti itu.
Orang-orang dengan toxic productivity akan merasa bersalah jika tidak menggunakan waktu mereka untuk mengerjakan sesuatu yang bermanfaat. Bagi mereka, kehidupan harus didedikasikan untuk tetap produktif. Â
Jika ada waktu luang, sebaiknya digunakan untuk tetap menyibukan diri dengan kegiatan-kegiatan yang menurut mereka berguna baik buat diri sendiri, maupun untuk orang lain. Akibatnya, mereka sering merasakan kelelahan berkepanjangan karena kurang beristirahat.Â
Lebih buruk, hal tersebut bisa menyebabkan munculnya penyakit seperti darah tinggi, malnutrisi, hingga jantung.Â
Toxic productivity juga dapat berimbas terhadap kesehatan mental. Kelelahan emosional dapat menimbulkan stres serta rasa cemas berlebihan, akibat terus-menerus mengejar target yang tidak kunjung selesai.
Pola pikir seperti ini sudah banyak ditemukan dalam berbagai golongan masyarakat.Â
Suka tidak suka, peran media sosial dalam menyebarkan kesuksesan orang lain bisa dibilang cukup besar dalam menanamkan pemikiran toxic productivity.Â
Namun, tentu kita tidak dapat menyalahkan mereka yang mengunggah pencapaian mereka.Â
Sebaiknya, kita melakukan introspeksi terhadap diri sendiri, dan memastikan untuk tidak mengikuti gaya hidup seperti itu.Â