Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi tentunya berpengaruh pada masyarakat saat ini, termasuk siswa-siswa di sekolah. Tentunya mereka menjadi lebih ketergantungan terhadap teknologi yang ada di sekitar mereka. Media sosial telah menjadi komponen penting bagi murid-murid SMA saat ini, dimana platform digital seperti instagram, tiktok, dan whatsapp sering digunakan sebagai sarana untuk berkomunikasi dan bersosialisasi. Harapannya, aplikasi-aplikasi yang disediakan oleh perkembangan teknologi dapat mempererat hubungan siswa di kelas karena lebih mudah untuk berkomunikasi secara daring. Fenomena ini memiliki dua efek pada hubungan siswa di kelas. Pada satu sisi, media sosial membantu siswa dalam bekerja sama untuk belajar melalui platform digital untuk berkomunikasi dan berdiskusi, serta menyediakan wadah bagi para siswa mencari informasi untuk memperluas pengetahuan mereka.
Namun, penggunaan media sosial juga dapat menimbulkan konflik seperti cyberbullying, gosip, atau perbandingan diri yang dapat mengganggu interaksi tatap muka antar siswa di kelas. Adanya perkembangan teknologi yang pesat ini justru dapat memberikan dampak yang cukup negatif terhadap hubungan antar siswa di dalam kelas. Sebab murid-murid di SMA tentunya tidak lepas dari konflik-konflik sosial tadi. Topik ini penting untuk dibahas dikarenakan hubungan siswa yang kurang baik atau renggang di kelas dapat memberikan efek yang berkelanjutan seperti pengembangan karakter siswa di kelas serta performa siswa secara akademik maupun non-akademik. Artikel ini bertujuan untuk menganalisa peran penggunaan media sosial terhadap kualitas hubungan antar siswa di kelas.
Media Sosial dalam Kehidupan Sosial Siswa di Sekolah
Media sosial merupakan media digital yang digunakan sebagai sarana ataupun wadah dalam melakukan komunikasi atau interaksi secara sosial (Candra, 2022). Selain itu, media sosial mempengaruhi perubahan budaya masyarakat dari perspektif pergaulan, interaksi, dan etika. Media sosial juga mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat secara keseluruhan, termasuk perubahan terhadap hubungan sosial dan lembaga kemasyarakatan, yang berdampak pada sistem sosialnya, yang dipengaruhi oleh nilai sikap dan perilaku yang dianut oleh kelompok-kelompok masyarakat tertentu (Cahyono dalam Candra, 2022).
Dave Kerpen dalam Ibrahim, 2023 mengatakan bahwa media  sosial  memiliki  definisi sebagai  suatu  tempat  kumpulan  gambar,  video,  tulisan  hingga  hubungan  interaksi  dalam jaringan,  baik  itu  antar  individu  maupun  antar  kelompok  seperti  organisasi,  media  sosial juga  dapat  menjadi  sarana  untuk  membangun  komunitas  belajar  yang  lebih  luas  di  luar ruang  kelas.  Peserta didik dapat bergabung dengan komunitas atau kelompok dengan minat yang sama sehingga memperluas  jaringan  sosial  mereka,  mendapatkan  perspektif yang beragam, dan belajar dari pengalaman orang lain. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Ulfa tahun 2019 dalam Candra tahun 2022, yang membahas mengenai pengaruh media sosial dalam gaya hidup dan beretika, hasilnya mengatakan bahwa pengguna media sosial memiliki dampak terhadap gaya hidup remaja.
Media Sosial sebagai Sarana Komunikasi dan Penguat Hubungan Sosial
Menurut Boyd dan Ellison (2007), media sosial didefinisikan sebagai jaringan berbasis web yang memungkinkan individu membangun profil publik atau semi-publik, berartikulasi koneksi dengan pengguna lain, dan menelusuri daftar koneksi tersebut dalam sistem terbatas. Dalam konteks ini, platform seperti WhatsApp, Instagram, dan TikTok berfungsi sebagai alat komunikasi yang mengintegrasikan elemen teks, gambar, video, dan suara, sehingga memfasilitasi pertukaran informasi secara real-time. Penggunaan media sosial sebagai sarana komunikasi tidak hanya mempercepat alur informasi, tetapi juga menciptakan rasa kebersamaan melalui fitur seperti grup chat dan komentar interaktif, yang sering kali melampaui batas fisik ruang kelas.
Di lingkungan sekolah, khususnya di kalangan siswa SMA Indonesia, media sosial berperan signifikan sebagai sarana komunikasi yang mendukung dinamika sosial kelas. Fauzi dan Hidayah (2022) dalam Jurnal Bimbingan dan Konseling menemukan bahwa grup WhatsApp kelas sering digunakan untuk koordinasi tugas kelompok, diskusi pelajaran, dan berbagi motivasi, yang pada akhirnya memperkuat kohesi sosial antar siswa. Studi ini, yang melibatkan 150 siswa di Daerah Istimewa Yogyakarta, menunjukkan bahwa 70% responden merasa hubungan mereka lebih erat berkat fitur komunikasi digital ini.
Selain itu, Fitriana dan Aisyah (2021) di Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan menyoroti bagaimana media sosial seperti Instagram membantu siswa SMP (dan analog dengan SMA) dalam membangun persahabatan lintas kelas melalui komentar dan like, meskipun dengan catatan bahwa penggunaan yang bijak diperlukan untuk menghindari distraksi. Dengan demikian, media sosial tidak hanya sebagai alat komunikasi, tetapi juga katalisator untuk hubungan sosial yang lebih dinamis di sekolah, yang selaras dengan tujuan Kurikulum Merdeka untuk mendorong kolaborasi siswa.
Analisis Pengaruh Penggunaan Media Sosial terhadap Dinamika Hubungan Siswa di Kelas
Secara positif, media sosial berperan sebagai katalisator dinamika hubungan yang lebih inklusif dan kolaboratif di kelas. Fitur grup chat dan sharing konten memungkinkan siswa untuk berkoordinasi tugas secara efisien, sehingga meningkatkan rasa kebersamaan. Penelitian oleh Fauzi dan Hidayah (2022) dalam Jurnal Bimbingan dan Konseling mengungkapkan bahwa di kalangan siswa SMA Indonesia, penggunaan WhatsApp untuk diskusi kelompok meningkatkan tingkat partisipasi sosial hingga 65%, karena siswa yang pemalu lebih berani berkontribusi secara online sebelum berdiskusi tatap muka.
Hal ini selaras dengan temuan Johnson dan Lee (2020) di Computers in Human Behavior, yang menyatakan bahwa media sosial memperluas jaringan pertemanan di sekolah dengan memfasilitasi pertukaran ide lintas kelas, sehingga dinamika kelas menjadi lebih dinamis dan mendukung pembelajaran berbasis proyek seperti dalam Kurikulum Merdeka. Di konteks Indonesia, Fitriana dan Aisyah (2021) menambahkan bahwa platform seperti Instagram membantu siswa membangun empati melalui berbagi cerita pribadi, yang pada akhirnya mengurangi kesalahpahaman di kelas dan memperkuat ikatan emosional.
Studi oleh Park dan Kim (2022) dalam Journal of Adolescent Research menemukan bahwa siswa SMA yang menghabiskan lebih dari 3 jam sehari di media sosial mengalami penurunan kualitas hubungan tatap muka sebesar 40%, karena munculnya FOMO (fear of missing out) yang memicu kecemburuan atau gosip. Di Indonesia, Sartika dan Santoso (2023) dalam Jurnal Psikologi Sosial menganalisis kasus cyberbullying melalui TikTok di SMA, di mana 35% siswa melaporkan konflik kelas akibat komentar negatif online yang meluas ke dunia nyata, seperti pengucilan atau perselisihan fisik.
Penggunaan media sosial oleh siswa SMA memiliki dampak 2 sisi terhadap kualitas hubungan antar siswa di kelas, dimana aplikasi seperti WhatsApp, Instagram, dan Tiktok berperan sebagai sarana komunikasi yang dapat meningkatkan hubungan sosial siswa, mendukung diskusi kelompok, dan memperluas jaringan pertemanan. Namun, penggunaan yang berlebihan dapat menimbulkan resiko negatif seperti cyberbullying, gosip, dan FOMO yang dapat mengganggu proses pengembangan diri siswa di sekolah baik secara karakter maupun akademik. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan yang bijak dalam memanfaatkan media sosial agar tidak menimbulkan konflik melainkan untuk mengembangkan potensi diri secara maksimal.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI