Mohon tunggu...
Muhammad Abdurrokhim Al-Hafiizh
Muhammad Abdurrokhim Al-Hafiizh Mohon Tunggu...

Founder of Indonesian Young Engineers Chemical Engineering Student of Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Melihat Negeri Asap dan "Arab Saudi"nya Sawit Dunia Melalui Lensa Bijak

4 November 2015   13:32 Diperbarui: 4 November 2015   15:35 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebenarnya saya merupakan salah satu dari jajaran yang pro terhadap pengembangan teknologi biodiesel berbasis CPO demi mendukung perkembangan sumberdaya energi terbarukan. Dan sebenarnya sedikit aneh rasanya jika perusahaan dituduh membakar hutan, karena itu justru merugikan buat mereka.

Apalagi perusahaan-perusahaan tersebut sudah diawasi oleh badan lingkungan dunia, seperti The Forest Trust, Rainforest Alliance, dan Greenpeace, yang jika melanggar aturan terkait lingkungan maka produknya bisa diboikot. Faktanya juga bahwa setiap perusahaan pulp & paper dan HTI (Hutan Tanaman Industri) dalam kategori besar telah memiliki rencana perusahaan untuk jangka panjang, yakni minimal 20-30 tahun terkait pasokan bahan baku sehingga dipastikan akan menjaga kesuburan tanah.

Namun akibat kepentingan oknum tertentu, timbul masalah asap yang melanda negeri ini. Nurani siapa yang tak geram mengetahui hal ini. Yang tentu saja hal ini menjadi batu sandungan terbesar di industri kelapa sawit jika dilihat dari kacamata industrinya. Dan bisa saja ada upaya asing untuk mengambil alih industri sawit nasional melalui perantara.

Ambruknya industri sawit berdampak langsung pada kestabilan pasar minyak sawit mentah (Crude Palm Oil) dan biji inti sawit (palm kernel). Padahal jika pasokan CPO kita diboikot atau dipotong, masyarakat dunia jugalah yang akan kewalahan. Karena sejatinya 47% kebutuhan CPO dunia dipasok dari Indonesia.  Kelangsungan industri oleochemical (Gliserin, triolein, tripalmitin, palm kernellate, oleic acid, palmitic acid dsb) pun bergantung pada pasokan CPO dan palm kernel dalam negeri. Kalau industri sawit kita ambruk, jangankan untuk ekspor, untuk memenuhi kebutuhan oleochemical dalam negeri saja kesulitan. 

Mau impor? Darimana? Negara tetangga?

Lalu Apa?

Maka dari itu solusi jangka panjang atas masalah yang tersebut adalah pengembalian citra industri kelapa sawit dengan menerapkan prinsip-prinsip ramah lingkungan dalam pengembangannya. Tak hanya itu, diperlukan pendekatan terintegrasi antara seluruh pihak, rakyat pengelola lahan, BUMN, perusahaan swasta, serta pemberdayaan pengetahuan pada masyarakat agar memahami akan pentingnya pengelolaan lingkungan secara berkelanjutan agar industri kelapa sawit,  pulp & paper dan HTI tetap dapat membantu menyokong pendapatan negara melalui hasil ekspor. Suatu hari, industri CPO akan dapat menjadi generasi sumberdaya energi terbarukan yang mampu menghilangkan ketergantungan rakyat akan bahan bakar fosil (Nb : Sekarang Indonesia resmi menjadi negara net importir minyak bumi).

Tantangan ketersediaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit juga dapat diatasi. Pengembangan perkebunan kelapa sawit yang paling tepat untuk Indonesia adalah melalui pemanfaatan lahan terlantar yang mencapai 70 juta hektar melalui pola perkebunan plasma rakyat. Dengan cara ini akan diperoleh tiga manfaat, yaitu pertumbuhan pendapatan rakyat, pengurangan emisi, dan pengurangan kemiskinan.

Solusi ala three-in-one (satu kebijakan untuk tiga persoalan strategis sekaligus) perlu jadi kajian serius dan diadopsi oleh pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla. Namun tentunya dengan catatan pengelolaan perkebunan sawitnya dilakukan dengan prinsip-prinsip ramah lingkungan. Dan jika berpandang lebih jauh, maka sudah sepatutnya Indonesia mewaspadai intrik-intrik yang mungkin digulirkan melalui isu lingkungan.

“Suatu saat, generasi kitalah yang menjadi stakeholder dunia industri. Tetapi perlu dicamkan bahwa apapun industrinya, jangan lupakan prinsip-prinsip ramah lingkungan”

Kemudian jika bicara tentang energi, selain potensi substitusi minyak petroleum diesel  dengan biodiesel CPO, kita pun punya potensi geothermal terbesar di dunia, sumberdaya energi matahari yang menjanjikan, energi angin yang prospektif, energi gelombang laut yang tak terhingga dayanya. Solusi krisis energi sudah ada di genggaman kita.

Indonesia juga merupakan negara dengan garis pantai terpanjang di dunia, yang harusnya mampu memenuhi kebutuhan garam industrinya tanpa impor lagi. Tak lupa kekayaan tambang, blok-blok migas, kekayaan laut kita dan masih banyak lagi anugerah lain yang tak ada habisnya jika disebutkan satu per satu, karena potensi kekayaan alam kita yang sangat mendukung untuk menjadikan kita negara mandiri. Apabila kita mampu mengelola sumber daya alam Indonesia dengan baik dan berkelanjutan, maka 20 tahun ke depan Indonesia dapat menjadi sorotan dunia (karena menjadi negara pemasok energi dan pangan dunia).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun