Mohon tunggu...
Mas Yunus
Mas Yunus Mohon Tunggu... Dosen - Beyond Blogger. Penulis ihwal pengembangan ekonomi masyarakat, wisata, edukasi, dan bisnis.

Tinggal di Kota Malang. Bersyukur itu indah. Kepercayaan adalah modal paling berharga. Menulis untuk mengapresiasi. Lebih dari itu, adalah bonus.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Sensasi Menginap di "Kamar Kapsul Wood Lot Hostel" bersama Bolang

7 Maret 2018   15:07 Diperbarui: 7 Maret 2018   20:53 876
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Turis asing saat berkunjung ke Wood Lot Hostel, Kota Malang/Dokumentasi Pribadi

Event bertajuk Bolang Community Gathering (BCG) 2018, mengantarkan kami untuk mencoba menginap semalam di hostel keren yang baru dibuka sejak November 2017 lalu. Baru kali ini, saya merasakan sensasi "kopdaran" sekaligus menginap semalam ramai-ramai di kamar kapsul berkesan luxury di Wood Lot hostel.

Eit... dimanakah hostel baru berselimut kayu itu berada? Hostel Wood Lot berada di Jl. MGR Sugiyopranoto No. 3, Kiduldalem, Klojen, Kota Malang, Jawa Timur. Lokasinya di tengah kota, sekitar 0,5 km dari Bundaran Tugu kota Malang, tepat di pojok perempatan ujung Jl. Majapahit, sebelah pasar burung Splenndid dan seberang Toko Oen yang melegenda.

Receptionist Wood Lot Hostel, Kota Malang/Dokumentasi Pribadi
Receptionist Wood Lot Hostel, Kota Malang/Dokumentasi Pribadi
Event itu diikuti oleh 19 penulis Kompasiana asal Malang dan Kediri, termasuk seorang Kompasianer asal Jakarta yang sengaja terbang langsung ke Malang. Event itu berlangsung pada 25 Februari 2018 lalu. Para peserta telah berbagi tulisan di Kompasiana sesuai pengalaman masing-masing. Berikut ini catatan saya selama berada di sana Hostel Wood Lot.

Bertemu Turis Asing Saat Check in

Saya check in di hostel ini sebelum turis itu datang. Sang receptionist menyambut kami: "Selamat datang di hostel Wood Lot. Ini kunci kamar Anda", ucapnya ramah, sembari memberi penjelasan soal peraturan selama berada di hostel, seperti harus melepas sepatu dan memakai sandal yang disediakan, kapan saatnya lunch dan breakfast, atau sekadar membuat minuman sendiri.

Sesaat setelah check in di hari pertama sekitar pada pukul 15.00 Wib, kebetulan ada turis asing datang. Turis itu menjawab singkat, "Holand", ketika saya tanya dari mana asalnya. "...Not today...", jawabnya lagi saat saya meminta waktu padanya untuk bincang-bincang dan berfoto ria bersama. Situasi tak memungkinkan saya untuk bertanya lebih lanjut. Dia tampak agak letih dan buru-buru menuju ke kamar pesanannya dengan tas ala backpacker di punggungnya.


Salah satu gambar latar di Wood Lot Hostel/Dokumentasi Pribadi
Salah satu gambar latar di Wood Lot Hostel/Dokumentasi Pribadi
Rupanya, hostel Wood Lot ini telah menarik wisatawan asing yang sedang berkunjung ke kota bermottokan "Tribina Cita", yakni kota pendidikan, wisata dan industri jasa. Seiring dengan perkembangannya, belakangan banyak bertumbuh tempat-tempat wisata dan penginapan baru, salah satunya adalah hostel Wood Lot.

Dari Hostel Wood Lot ke Kampung Wisata Unik

Sebelum acara meeting dengan owner hostel (Pak Ivan), kami berenam termasuk kompasianer asal Jakarta sempat jalan-jalan menuju Kampung Warna Warni Jodipan (KWJ) dan "Kampung Biru" di sebelahnya, setelah sebelumnya sempat mengunjungi sentra kripik tempe di daerah Sanan, Malang. 

Kami berenam dari Hostel pergi ke KWJ, sementara yang lain jalan-jalan sesuka hati ke lain tempat. Kampung Jodipan itu dulunya kumuh, namun setelah disulap kini jadi destinasi wisata yang menarik.

Berada di tangga "Jembatan Tridi" KWJ/Dokumentasi Pribadi
Berada di tangga "Jembatan Tridi" KWJ/Dokumentasi Pribadi
Kampung Warna Warni Jodipan/KWJ, Kota Malang/Dokumentasi Pribadi
Kampung Warna Warni Jodipan/KWJ, Kota Malang/Dokumentasi Pribadi
Rumah-rumah padat penduduk di tepi sungai dan di bawah jembatan itu dihiasi dengan aneka payung.  Pernak-pernak hiasan lainnya menambah kesan instagramble. Saya menyaksikan anak-anak tampak gembira bermain di tepi sungai di bawah Jembatan KWJ. Tempat ini terus dipercantik untuk menarik minat wisatawan.

Kampung Biru di sebelah KWJ/Dokumentasi Pribadi
Kampung Biru di sebelah KWJ/Dokumentasi Pribadi
Memasuki KWJ, kesan saya seperti memasuki laboratorium masyarakat yang hidup. Hanya dengan membayar karcis masuk sebesar sebesar Rp 3.000 (tiga rupiah), pengunjung bebas mengabadikan aneka spot-spot KWJ yang menyatu dengan kehidupan sehari-hari masyarakat Jodipan.

Suasana di Kampung Warna Wari Jodipan, Malang/Dokumen Pribadi
Suasana di Kampung Warna Wari Jodipan, Malang/Dokumen Pribadi
Pengunjung bebas menaiki "Jembatan Tridi" berbahan kaca dan menikmati view rumah-rumah penduduk bercat warna-warni. Pengunjung pun bisa melanjutkan jalan kaki ke seberang jalan KWJ untuk melihat wisata "Kampung Biru".

Jembatan Tridi/Dokumentasi Pribadi
Jembatan Tridi/Dokumentasi Pribadi
Bahkan, kini telah dibuka wisata "Kampung Lampion" yang jaraknya hanya sekitar 100 meter dari KWJ. Sayang, karena waktu terbatas, kami tak sempat ke Kampung Lampion.

Tak terasa, waktu maghrib tiba, kami segera kembali ke hostel Wood Lot, untuk bersiap mengikuti acara special meeting dengan Pak Ivan selaku owner hostel.

Sharing Session dengan Owner Hostel

Sebelum acara meeting, kami bergantian shalat maghrib di hostel, di bagian ruangan yang kosong. Sebagai pengunjung muslim seperti saya, tentu akan merasa lebih nyaman apabila pihak manajemen hostel berkenan menyediakan musholla kecil di hostel beserta perangkat shalat, seperti sajadah. 

Tepat pukul 19.00 Wib, acara makan malam bersama dimulai, dilanjutkan dengan acara meeting hingga usai sekitar pukul 21.00 Wib. Dalam penjelasannya, Pak Ivan mengatakan:

"Wood Lot Hostel ini baru buka bulan Nopember 2017, jadi baru berjalan sekitar 4-5 bulan sampai saat ini...".

Meeting bersama owner Hostel Wood Lot/Dokumentasi Pribadi
Meeting bersama owner Hostel Wood Lot/Dokumentasi Pribadi
Uniknya, Pak Ivan sendiri mengaku tak memiliki latar belakang perhotelan. Namun, dia melihat Malang kini telah menjelma menjadi kota wisata. Ia melihat peluang dan ingin membuka usaha penginapan. Kebetulan, ia punya teman yang ahli hotel, namanya Pak Salim, dialah yang membantu kami mengkonsep hostel Wood Lot. Demikian penjelasan Pak Ivan, didampingi Pak Salim yang saat itu berada di sebelahnya.

Agar dapat bersaing dengan penginapan di Malang yang kian menjamur, Pak Ivan menghadirkan penginapan yang unik, yakni hostel dengan model kapsul yang exlusive namun harganya tidak mahal. 

Suasana kamar bertingkat di lantai 3 Hostel Wood Lot/Dokumentasi Pribadi
Suasana kamar bertingkat di lantai 3 Hostel Wood Lot/Dokumentasi Pribadi
Wood Lot Hostel Dilengkap dengan kamar ber-AC/Dkumentasi Pribadi
Wood Lot Hostel Dilengkap dengan kamar ber-AC/Dkumentasi Pribadi
"Hostel Wood Lot sengaja dikonsep dengan nuansa kayu yang menggambarkan luxury dengan harga miring", begitu penjelasan Pak Ivan saat ditanya salah seorang kompasianer pada sessi meeting.

Self Service, Belajar Melayani Diri Sendiri Saat di Hostel

Jika pengunjung ingin minum kopi atau teh, Wood Lot Hostel menyediakannya setiap saat. Namun sifatnya self service, yakni pengunjung membuat minuman sendiri yang bahan-bahannya sudah tersedia secara free,seperti bubuk kopi, teh tarik, air panas, gula, dan peralatannya. Demikian halnya saat saya harus menikmati simple breakfast, saya membakar roti sendiri dengan bahan dan peralatan yang sudah disiapkan.

Malam itu, kebetulan saya lebih memilih keluar hostel dan ngobrol bersama sesama kompasianer di sebuah kedai kecil bersama Bang Dizzman. Saya cukup berkesan dengan kompasianer asal Jakarta ini yang easy going, rela terbang langsung dari Jakarta ke Malang demi bisa bersilaturrakhim dengan kawan-kawan Kompasiana Malang. Terima kasih atas sharingnya, Bang!

Semalam di KamarKapsul No. 37

Malam kian larut. Kawan-kawan sudah bersiap  istirahat di kamar kapusl luxury masing-masing. Kebetulan, saya mendapatkan kamar nomor 37. Tiap kamar tersedia lampu temaram unik, dilengkapi dengan colokan listrik untuk ngecharge HP, tablet, atau laptop. Menginap di hostel Wood Lot berasa hoomy, laiknya di rumah sendiri.

Suasana di dalam kamar kapsul No. 37, tempat saya bermalam/Dokumentasi Pribadi
Suasana di dalam kamar kapsul No. 37, tempat saya bermalam/Dokumentasi Pribadi
Meski kamar-kamarnya bertingkat seperti asrama, namun kesannya jauh dari kondisi yang membuat phobia ruang sempit. Pasalnya, pintu masuknya sengaja didesain dari samping, terasa lebih luas. Begitu juga masih bayak ruang-ruang terbuka di dekat kamar-kamar kapsul itu, ada ruang baca, ruang rehat, ruang lobby, dan lain sebagainya yang begitu homy.

Meja kursi seperti ruang keluarga ini berada di Lt-2 Hostel Wood Lot/Dokumentasi Pribadi
Meja kursi seperti ruang keluarga ini berada di Lt-2 Hostel Wood Lot/Dokumentasi Pribadi
Boleh dibilang, hostel ini begitu memanjakan para tamunya. Pasalnya, banyak ruang terbuka di dalam gedung yang sengaja dikosongkan agar tamu tak merasa tinggal di ruang sempit seperti kesan umum terhadap penginapan backpacker. Tak berlebihan, jika Wood Lot hostel memiliki kelebihan soal itu.

Menginap ramai-ramai sekaligus saling berbagi pengalaman itu keren! Berkat menginap bersama di hostel Wood Lot, kawan-kawan kompasianer berencana bertemu lagi di event berbeda untuk membuat acara yang tak kalah menariknya di pertengahan Maret 2018.

Ngobrol santai di lobby Wood Lot Hostel/Dokumentasi Pribadi
Ngobrol santai di lobby Wood Lot Hostel/Dokumentasi Pribadi
Semoga komunitas Kompasiana makin hidup. Salam hangat!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun