Mohon tunggu...
Mas Yunus
Mas Yunus Mohon Tunggu... Dosen - Beyond Blogger. Penulis ihwal pengembangan ekonomi masyarakat, wisata, edukasi, dan bisnis.

Tinggal di Kota Malang. Bersyukur itu indah. Kepercayaan adalah modal paling berharga. Menulis untuk mengapresiasi. Lebih dari itu, adalah bonus.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Refleksi Gerakan Sociopreneur Berbasis Masjid

29 Februari 2016   07:45 Diperbarui: 14 April 2016   10:31 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Area parkir, poliklinik, warung kuliner, dan tempat penginapan untuk musafir (orang yang sedang bepergian/dalam perjalanan) menyatu dengan kawasan masjid. Saya sempat membaca banner menyala terang, bertuliskan “Tempat Istirahat Musafir’. Namun sayang, saya tak sempat mewancarai pengelolanya.

[caption caption="Tempat Istirahat (Penginapan) Musafir Masjid Al Mukhlasin/Dok. Pribadi"]

[/caption]

Saat berada di sana, suasana pada petang hari itu sedang hujan gerimis. Kesempatan memotret dan wawancara pun cukup terbatas. Usai makan, kami harus segera bersiap melanjutkan perjalanan. Sungguh pun demikian, saya melihat ada perpaduan yang kuat, antara aktivitas ibadah dan sociopreneur di area masjid.

Refleksi Untuk Gerakan Pemuda Berbasis Masjid

Andaikan para Remas terlibat aktif dalam gerakan budaya, ilmu pengetahuan dan ekonomi berbasis masjid, niscara setiap masjid menjadi makmur. Untuk menjadikan masjid makmur, masjid tak melulu hanya difungsikan sebagai pusat ibadah. Padanya, dibutuhkan gerakan moral dan ekonomi berplatform sosial. Untuk yang disebut terakhir, itulah kira-kira gambaran kecil tentang aktivitas sociopreneur berbasis masjid yang melibatkan para jama’ah.

Hemat saya, masjid yang lekat dengan komunitasnya, efektif digunakan untuk multifungsi yang relevan. Pada masa Rasulullah SAW, masjid tidak hanya difungsikan sebagai pusat ibadah ritual saja, melainkan juga berfungsi sebagai pusat aktivitas sosial kemasyarakatan, seperti pusat pendidikan, tempat musyawarah, santunan sosial, tempat perdamaian dan pengadilan sengketa, tempat menerima tamu, asrama, dan lain-lain.

Masjid Madinah ketika itu, selain untuk shalat, digunakan pula sebagai pusat santunan sosial. Orang-orang yang terluka dalam peperangan, dirawat di masjid. Didirikan pula “Baitul Maal” sebagai pusat sosial-ekonomi. Harta orang-orang kaya (aghniya’) dihimpun, selanjutnya didistribusikan kepada fakir miskin.

Pada masa Rasulullah SAW, masjid difungsikan sebagai asrama untuk para pelajar Suffah, konon berjumlah sekitar 300-an orang. Bahkan pada masa Dinasti Fatimiyyah, bermula dari aktivitas belajar di masjid Al-Azhar, kemudian melahirkan  universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir, yang terkenal itu. Intinya, masjid layak dikembalikan fungsinya sebagai pusat ibadah sekaligus pusat budaya, ilmu pengetahuan dan gerakan ekonomi.

Walhasil, gerakan moral dan sociopreneur muda berbasis masjid patut mendapat penguatan. Elan vital masjid layak diangkat kembali. Hal ini menjadi relevan, mengingat bangsa Indonesia yang mayoritas penduduknya muslim, sedang berusaha membangun masyarakat yang rahmat untuk semua (rahmatan lil ‘Alamiin).

Bukankah dalam sejarah peradabannya, Islam tak mengenal ajaran sekulerisasi? Semua ajaran tentang keimanan (tawhid), tatacara menjalankan peraturan agama (syariat), dan perilaku hidup keseharian (akhlaq) merupakan kesatuan tunggal yang tak dapat dipisah-pisahkan. Antara ketiganya, saling terkait dan saling mengisi. “Hasanah” di dunia, “hasanah” di akhirat. Aktivitas ekonomi misalnya, merupakan bagian penting dari pememenuhan kebutuhan hidup sekaligus sebagai sarana beribadah kepada TuhanNya. Karena itu, mencari nafkah dapat dipandang sebagai ibadah.

Aktivitas ibadah ritual, penyediaan parkir, kuliner, poliklinik, dan penginapan yang diterapkan oleh komunitas Masjid Besar Al Mukhlasin di atas, adalah salah satu contoh kecil, bagaimana masjid dengan multifungsinya dapat diterapkan.

Selain masjid Al Mukhlasin, ada masjid Muhammad Cheng Hoo berasitektur China nan indah di Pandaan, Pasuruan. Masjid Cheng Hoo di dekat Terminal Pandaan menuju arah Surabaya itu, memiliki lahan parkir yang luas dilengkapi dengan perpustakaan. Disamping bangunan masjid tersedia area kuliner. Nama Cheng Hoo yang melekat pada masjid, konon terkait dengan sejarah laksamana Zheng He yang pernah mengarungi lautan dunia lebih dahulu dibandingkan Columbus, bahkan dengan jarak tempuh yang lebih panjang dan lebih luas. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun