Menjemput Masa Depan dari Langkah-Langkah Kecil
oleh: Redaksi Al Ihsan
Madrasah Ibtidaiyah (MI) Al Ihsan Terpadu, Tarik, Kabupaten Sidoarjo menggelar acara Kirab Haflah Akhirussanah dan Tasyakuran Character Award untuk siswa kelas VI pada Sabtu (21/6). Acara ini mengangkat tema "Mengiringi Generasi Qurani: Berkarakter, Berilmu, dan Siap Melangkah" sebagai bentuk pelepasan dan apresiasi terhadap siswa-siswi yang telah menyelesaikan pendidikan dasar mereka.
Kegiatan dimulai sejak pukul 06.00 WIB dengan kirab keliling yang melibatkan seluruh siswa kelas VI sampai kelas I, guru, dan pengurus madrasah. Kirab dimulai dari halaman Stasiun Kedinding dan menyusuri rute yang telah disiapkan oleh panitia. Kegiatan ini menjadi simbol kebersamaan dan penghargaan terhadap proses pendidikan karakter yang telah dilalui selama enam tahun.
Dalam lembaran waktu yang terus berlari, ada hari-hari yang tidak hanya dilalui, tetapi dirayakan---bukan karena kemewahannya, melainkan karena maknanya. Tanggal 21 Juni 2025 adalah salah satunya. Di sebuah sudut Sidoarjo, di madrasah kecil namun bercita rasa besar bernama MI Al Ihsan Terpadu, satu perjalanan pendidikan ditutup dengan kesadaran mendalam: bahwa membentuk karakter bukan pekerjaan sehari, tapi perjuangan seumur hidup.
---
Jalanan Itu Tak Lagi Biasa
Foto ini menangkap lebih dari sekadar kirab pagi. Ia menangkap optimisme. Dua anak kecil memimpin langkah dengan spanduk bertuliskan nama madrasah dan tahun ajaran mereka, seolah berkata, "Kami tahu dari mana kami datang, dan kami tahu ke mana kami akan pergi."
Tegap, lugas, dan penuh percaya diri. Di belakangnya, barisan para ibu, guru, dan santri membaur dalam irama yang sama. Jalanan aspal yang biasanya dilintasi kendaraan, pagi itu berubah menjadi panggung impian kolektif. Bukan karena siapa mereka hari ini, tapi siapa mereka di masa depan.
Di sana, waktu seakan melambat. Kirab bukan sekadar tradisi tahunan, melainkan pesan kepada dunia: bahwa anak-anak Indonesia tidak hanya harus cerdas secara kognitif, tapi juga tangguh secara moral.
Setelah kirab, kegiatan dilanjutkan dengan pembukaan resmi oleh MC, pembacaan ayat suci Al-Qur'an, serta doa istighotsah bersama. Puncak acara diisi dengan sambutan Kepala Madrasah, penyerahan penghargaan Character Award oleh panitia, lagu perpisahan, dan dokumentasi bersama.
Dalam sambutannya, Kepala MI Al Ihsan, yang akrab disapa Kamad, menyampaikan harapannya agar lulusan madrasah ini tidak hanya menjadi siswa yang unggul secara akademik, tetapi juga tangguh secara moral dan spiritual.
"Kami tidak hanya membentuk siswa yang pintar, tapi juga yang siap menghadapi kehidupan dengan karakter yang kuat. Ini investasi untuk bangsa," ungkap Kamad di hadapan ratusan peserta yang memadati aula madrasah.
Di ruangan sederhana dengan panggung mungil, seorang pemimpin madrasah berdiri dan bicara. Tapi ini bukan orasi yang ingin didengar telinga---melainkan wejangan yang menyentuh hati. Bukan tentang prestasi, tapi tentang karakter. Bukan tentang capaian, tapi tentang tujuan.
Sosok beliau dalam gambar berdiri di antara ornamen balon dan backdrop acara. Namun yang menonjol bukan desain, melainkan getaran kesungguhan dalam pesan yang diucapkan. Momen ini menjadi cermin bagi kita semua: bahwa pemimpin sejati tak hanya mengatur dari atas, tapi memeluk dari dekat.
Panggung boleh kecil, tapi panggilan hatinya besar. Dan anak-anak yang duduk menyimak di hadapan beliau sedang belajar hal paling mahal dalam dunia modern: menjadi manusia yang utuh, bukan hanya pintar.
---
Barisan anak-anak laki-laki berdiri di belakang, dengan wajah bersih dan sorot mata penuh harap. Di depannya, para siswi berjilbab jingga duduk dengan anggun. Mereka tidak sedang berfoto; mereka sedang menyampaikan sesuatu yang jauh lebih penting: "Inilah kami. Kami siap."
Tidak ada kostum megah atau latar megah. Tapi justru dari kesederhanaannya, muncul kekuatan besar: kesatuan visi, dan kebanggaan akan identitas.
Foto ini seperti pernyataan terbuka kepada masa depan bangsa: bahwa karakter itu tidak dibentuk dalam seminar, tapi dalam ruang kelas yang penuh cinta, dan oleh guru-guru yang mendidik dengan peluh dan doa. Anak-anak ini tidak sekadar lulus; mereka lahir kembali---dengan wajah baru, jiwa baru, dan harapan baru.
---
Dua tangan bersentuhan, satu tangan anak didik yang menyerahkan sepotong kue, dan satu tangan guru yang menerimanya dengan senyum halus. Tapi dalam interaksi yang sangat singkat ini, tertanam kedalaman yang luar biasa.
Di sini kita tidak melihat potongan kue. Kita melihat potongan kenangan, potongan pengorbanan, dan potongan cinta yang tak pernah ditagih.Â
Salah satu momen yang menyentuh adalah saat potongan kue diserahkan langsung oleh siswa kepada guru sebagai bentuk rasa terima kasih dan penghargaan. Interaksi sederhana ini disambut hangat oleh para guru dan orang tua yang turut hadir.
Di sesi dokumentasi, wajah siswa-siswi kelas VI tampak cerah dengan senyuman dan sorotan mata penuh harapan. Foto bersama guru, termasuk dengan wali kelas, menggambarkan kedekatan emosional dan hubungan edukatif yang telah terjalin selama proses belajar mengajar.
"Ini bukan hanya perpisahan, tapi juga awal dari perjalanan panjang yang akan mereka hadapi," kata Hikmal Yazid, salah satu guru yang terlibat dalam penyerahan penghargaan.
Momen ini begitu manusiawi---dan begitu penting. Dunia pendidikan terlalu sering bicara soal nilai dan hasil, hingga lupa bahwa keberhasilan terbesar adalah ketika seorang siswa belajar berterima kasih, dan seorang guru mampu melihat muridnya sebagai anak sendiri.
Foto ini adalah puisi yang tidak ditulis dengan kata-kata, tapi dengan kasih.
Catatan dari Panggung dan Balik Layar
Rangkaian kegiatan ini bukan hanya satu hari penuh kegiatan. Di baliknya ada rundown yang rapi, tanggung jawab yang dibagi, dan semangat kolaboratif yang terasa hidup. Guru-guru hadir pukul 6 pagi, bukan sekadar datang, tapi "menyerahkan diri" untuk hari besar ini. Ada yang menjadi MC, pengawal jalur, dokumentator, pembaca Al-Qur'an, penanggung jawab konsumsi, hingga penjaga suasana.
Setiap bagian acara---dari kirab, pembukaan, istighotsah, sambutan, hingga lagu perpisahan dan doa---adalah puzzle yang disusun dengan teliti oleh tim madrasah. Ini bukan kerja semalam, tapi buah dari kebersamaan dan rasa memiliki. Semua digerakkan bukan oleh jabatan, tapi oleh cinta.
Dan seperti kata dalam rundown: "Seluruh dewan guru wajib hadir, bertanggung jawab, menjaga kekhidmatan."Tak ada yang lebih relevan dari kalimat itu hari ini.
Refleksi dan Gagasan: Mendidik Anak Hari Ini, Memimpin Bangsa Esok Hari
MI Al Ihsan Terpadu telah menunjukkan bahwa membentuk karakter bukan retorika. Di madrasah kecil ini, pendidikan bukan industri, tapi keluarga. Tidak ada sekat antara guru dan siswa, antara orang tua dan madrasah.
Mengapa acara ini begitu penting? Karena ia menjadi pengingat bagi kita semua---bahwa di tengah dunia yang serba cepat dan digital ini, anak-anak tetap membutuhkan ruang yang tenang, teduh, dan manusiawi. Tempat mereka boleh belajar matematika, tapi juga menangis, tertawa, dan mengucap terima kasih. Karakter adalah investasi bangsa yang paling mahal. Satu anak yang jujur lebih berguna dari seratus yang hanya cerdas. Satu guru yang sabar lebih berguna dari seribu yang hanya pintar. Dan satu acara seperti ini lebih penting dari sepuluh perlombaan akademik, karena di sinilah semangat kebangsaan dan keikhlasan lahir dalam bentuk paling nyata.
Masa Depan? Bukan Sekadar Ditunggu, Tapi Dipersiapkan
Kita hidup di masa ketika teknologi berkembang begitu cepat, namun nilai-nilai justru perlahan pudar. Acara seperti ini adalah jawaban paling konkret: bahwa masa depan harus dipersiapkan dengan hati, bukan hanya data.
Anak-anak MI Al Ihsan Terpadu bukan hanya lulusan. Mereka adalah prototipe masa depan Indonesia---yang mungkin tidak viral, tapi akan bertahan. Yang mungkin tidak dikenal dunia hari ini, tapi kelak akan menjadi penopang peradaban.
Al Ihsan Bukan Sekadar Nama
MI Al Ihsan Terpadu bukan hanya melahirkan siswa, tetapi juga harapan. Di tengah tantangan zaman dan derasnya arus digitalisasi, madrasah ini tetap mempertahankan pendekatan berbasis nilai dan spiritualitas dalam mendidik generasi muda.
Acara tahunan ini menjadi bukti bahwa pendidikan karakter tetap relevan dan dibutuhkan. Di tengah hiruk-pikuk sistem pendidikan nasional yang kerap fokus pada capaian akademik, MI Al Ihsan menunjukkan bahwa keberhasilan juga terletak pada kemampuan membentuk pribadi utuh. Jika kamu melihat dari jauh, mungkin MI Al Ihsan hanya sekadar nama. Tapi bagi mereka yang hadir hari itu, ia adalah tempat pulang. Tempat di mana anak-anak belajar menjadi baik, bukan hanya menjadi juara. Tempat di mana guru-guru mencintai bukan karena gaji, tapi karena tanggung jawab moral. Dan tanggal 21 Juni 2025 akan selalu dikenang. Sebagai hari ketika satu madrasah kecil mengajarkan pada dunia: bahwa pendidikan karakter masih hidup. Dan harapan untuk bangsa yang bermartabat masih sangat mungkin diraih.
Salam hangat dari kami di Al Ihsan. Untuk anak-anak kami: jangan hanya jadi manusia sukses. Jadilah manusia yang utuh.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI