Mohon tunggu...
Rafi Fawwaz
Rafi Fawwaz Mohon Tunggu... Lainnya - Universitas Airlangga

Hai

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Stop Animal Abuse di Media Sosial

5 Juli 2022   23:10 Diperbarui: 6 Juli 2022   18:39 651
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Akhir-akhir ini masalah penganiayaan tidak hanya terjadi terhadap manusia saja, melainkan juga terjadi pada hewan. Hewan merupakan makhluk ciptaan Tuhan selain manusia dan tumbuhan. Jenis serta fungsi hewan saat ini sangatlah beranekaragam selain diambil dagingnya sebagai konsumsi seperti hewan ternak, saat ini hewan juga dimanfaatkan sebagai objek  hiburan masyarakat. 

Demi memperoleh keuntungan dengan cara yang mudah dan tidak mengeluarkan biaya yang banyak, tidak jarang saat  ini marak oknum yang contohnya menggemukkan sapi milik mereka dengan cara memaksa sapi tersebut diberikan air yang melebihi batas agar sapi tersebut terlihat besar saat dijual. 

Tentunya hal tersebut merupakan bentuk penganiayaan terhadap hewan. Kemudian marak juga adanya kasus mengenai penyiksaan atau penganiayaan terhadap hewan dengan cara-cara yang tidak  pantas dilakukan terhadap hewan dan menyebabkan luka-luka ataupun kematian.

Di Indonesia sendiri kasus penganiayaan terhadap hewan atau animal abuse masih marak dilakukan. Menurut data Social Animal Cruelty Coalition Report dari Asia for Animals Coalition, pada tahun 2021, Indonesia merupakan negara peringkat pertama di dunia yang paling banyak menggunggah konten penganiayaan terhadap hewan di media sosial dengan 1.626 konten penyiksaan dari 5.480 konten yang dikumpulkan di total 3 platform media sosial, yaitu tik tok, facebook, dan youtube. Asia for Animals Coalition membagi 5.480 konten tersebut menjadi 4 kategori, yaitu :

  • kategori penyiksaan hewan yang jelas dan disengaja (contohnya konten membakar atau mengubur hewan hidup).
  • kategori penyiksaan hewan yang ambigu dan disengaja (contohnya konten video kucing yang dimakan oleh anjing liar).
  • kategori penyiksaan hewan yang jelas dan tidak disengaja (contohnya konten yang mencoba membuat hewan melakukan perilaku tertentu yang membuat hewan tersebut stress dan tidak nyaman).
  • kategori penyiksaan hewan yang ambigu dan tidak disengaja.

Tema yang umum dari konten-konten tersebut terdiri atas konten :

  • fake rescues.
  • fake outrage. 
  • monkey hatred. 
  • animals as entertainers. 
  • hunting.
  • eating live animals. 
  • crushing animals. 
  • wild animal pets.

Asia for Animals Coalition juga menambahkan bahwa banyak kerugian diderita oleh hewan, tapi keuntungan diperoleh oleh platform dan pengunggah konten penganiayaan.

Hal ini tentunya adalah perilaku yang sangat buruk dan disayangkan. Hewan seharusnya diperlakukan secara baik menurut dengan prinsip kesejahteraan hewan atau animal welfare. Prinsip kesejahteraan hewan terdiri dari 5 prinsi yaitu :

  • Freedom from hunger, malnutrition and thirst (Bebas dari rasa lapar, malnutrisi dan haus).
  • Freedom from fear and distress (Bebas dari rasa takut dan stres).
  • Freedom from discomfort (Bebas dari rasa tidak nyaman).
  • Freedom from pain, injury and disease (Bebas dari rasa sakit, luka dan penyakit).
  • Freedom to express normal patterns of behavior (Bebas mengekspresikan perilaku alamiah).

Tetapi di banyak tempat di Indonesia perilaku penganiayaan terhadap hewan ini masih dianggap remeh karena kurangnya edukasi mengenai animal abuse dan animal cruelty. Peraturan perundang-undangan yang kurang lengkap dan ketinggalan jaman juga memperparah kondisi tersebut. 

Perlu adanya edukasi terhadap masyarakat mengenai prinsip animal welfare dan animal abuse, serta perevisian undang-undang mengenai penyiksaan hewan. Untuk penyebaran konten penyiksaan hewan melalui media sosial,  ada beberapa hal yang masyarakat dapat lakukan untuk mencegah hal tersebut, yaitu dengan cara :

  • Mengedukasikan diri mengenai animal abuse.
  • Karena terkadang konten penyiksaan hewan terlihat seperti konten yang membantu hewan, seperti contohnya konten dengan tema fake rescues akan sekilas terlihat seperti peyelamatan hewan.
  • Melapokan konten animal abuse.
  • Kita perlu selalu melaporkan konten yang mengandung konten penyiksaan hewan dan menyarankan orang lain untuk juga melaporkan konten tersebut.
  • Tidak menonton, berkomentar, atau membagikan konten animal abuse.
  • Menonton, berkomentar, atau membagikan konten akan meningkatkan popularitas konten tersebut yang membuat algoritma media sosial untuk merekomendasikan konten tersebut ke lebih banyak orang.

Dengan penerapan hal-hal tersebut kita sebagai masyarakat Indonesia dapat menekan dan mengurangi konten animal abuse di media sosial yang akan membuat animal abuse di Indonesia secara umum menurun serta meningkatkan wawasan masyarakat umum mengenai apa itu prinsip kesejahteraan hewan dan manfaatnya baik bagi kesejahteraan hewan maupun manusia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun