5. Mekkah
Di Mekkah, beliau berguru pada sejumlah ulama besar: Syekh Ahmad Khatib Minangkabau (fiqh Syafi'i), Syekh Daud Fathani (tarekat Satariyah), Syekh Sulaiman Zuhdi (Naqsyabandiyah-Khalidiyah), dan Syekh Al-Maliki (hadis dan tasawuf). Dengan demikian, jejaring intelektualnya menjangkau ulama-ulama Melayu dan Timur Tengah.
Sintesis Keilmuan
Dari berbagai guru tersebut, Syekh Silau Laut mengembangkan pendekatan integratif: fiqh Syafi'i dari Syekh Jambek dan Syekh Ahmad Khatib; tasawuf dan tarekat Satariyah--Naqsyabandiyah dari Syekh Daud Fathani dan Syekh Sulaiman Zuhdi; serta spiritualitas hadis dan tradisi Haramain dari Syekh Al-Maliki. Sintesis ini kemudian diterapkan dalam dakwahnya di Asahan dan Batubara melalui pengajian kitab-kitab klasik serta pengembangan tradisi lokal seperti Bondang dan Jamu Laut yang diislamkan.
Kesimpulan
Syekh Abdurrahman Silau Laut merupakan ulama kharismatik yang tidak hanya dikenal sebagai pendiri Desa Silau Laut, tetapi juga sebagai penghubung jaringan intelektual antara Melayu-Nusantara dan Haramain. Pendidikan dan guru-gurunya membentuk sintesis fiqh--tasawuf--tarekat yang unik, sekaligus memperlihatkan integrasi Islam dengan budaya lokal. Jaringan ulama ini menjelaskan mengapa ajaran beliau masih berpengaruh hingga kini, baik dalam praktik keagamaan maupun dalam tradisi sosial masyarakat Asahan.
Daftar Pustaka
*Azra, A. (1994). Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII & XVIII. Bandung: Mizan.
*Amin, A. (2024). "Peranan Syekh Silau Laut dan Kontribusinya Terhadap Perkembangan Islam di Kecamatan Silau Laut Kabupaten Asahan". Al-Hikmah: Jurnal Theosofi dan Peradaban Islam, 6(2).
*Wawancara dengan Syekh H. Ibrahim Ali, cucu Syekh Silau Laut, Silau Laut, 21 September 2025, di Silau Laut.
*Ali, M. (1989). Riwayat Hidup dan Perjuangan Syekh Abdurrahman Silau Laut. Asahan: Manuskrip Keluarga.