Mohon tunggu...
Trimanto B. Ngaderi
Trimanto B. Ngaderi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas

Penulis, Pendamping Sosial Kementerian Sosial RI, Pegiat Urban Farming, Direktur PT LABA Indoagro Nusantara

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tak Putus Dirundung Duka

29 Oktober 2020   21:03 Diperbarui: 29 Oktober 2020   21:06 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tangisnya pun pecah. Mengapa ini harus terjadi pada dirinya. Bagaimana ia bisa hidup dengan bayinya tanpa seorang suami di sisinya. Apalagi hidup di kontrakan dan jauh dari orang tua. Ya Allah, kuatkanlah hambaMu ini.

Panas sang bayi semakin meninggi. Keringat dingin mengalir deras dari tubuh mungilnya. Sedari tadi tidur belum bangun jua. Napasnya terdengar berat. Melihat kondisi sang bayi seperti itu, Hasna memutuskan untuk pulang ke rumah orang tuanya. Tak mungkin ia merawat bayinya sendirian. Lalu, ia segera mengemasi semua barangnya.

Ketika rampung berkemas, ia hendak menggendong bayinya. Betapa terkejutnya ia ketika mendapati si bayi telah kaku tak bernapas lagi.

"Oh, tidaaaaak!" jeritnya histeris sembari menggoncang-goncangkan tubuh si bayi. "Tuhan, jangan Engkau ambil anakku", ia memeluk bayinya erat-erat seakan-akan masih tak percaya dengan apa yang terjadi.

***

Hujan begitu deras turun disertai petir dan kilat menyambar. Beberapa ruas jalan terjadi kemacetan karena ada genangan air. Lampu listrik padam, membuat suasana semakin mencekam. Saat itu, Hasna sedang naik angkutan umum menuju kota sebelah untuk pulang ke rumah orang tuanya.

Di dalam angkutan yang penuh sesak itu, hati Hasna gundah-gulana. Kesedihan masih menyelimuti kalbunya yang terkoyak. Ia masih belum menerima dua peristiwa yang terjadi sekaligus dalam sehari, kehilangan suami dan anak yang sangat dicintainya. Matanya menatap kosong jalanan yang tampak mulai sepi. Bulir-bulir air mata jatuh membasahi pipinya yang tampak pucat-pasi.

Hujan pun mulai reda ketika ia telah sampai di depan pintu gerbang rumah orang tuanya. ketika turun dari angkutan umum, ia merasa heran melihat banyak orang berkerumun di depan rumahnya, sepertinya mereka sedang membersihkan dahan dan ranting pohon.

"Ada apa Mang?" tanyanya pada Mang Udin, tetangga dekatnya yang berdiri di antara kerumunan orang.

"Oh Neng Hasna, syukurlah akhirnya Neng datang juga", kata Mang Udin dengan suara berat dan bergetar.

"Tapi apa yang terjadi, Mang. Mengapa banyak sekali orang di rumahku?" tanya Hasna semakin penasaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun