Mohon tunggu...
Muhammad Anas
Muhammad Anas Mohon Tunggu... pegawai negeri -

widyaiswara di PPPP4TK medan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Jurnal ( Artikel )

5 April 2012   15:29 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:59 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

2,13

9,55

8,05

3,64

9,45

7,94


Keterangan:

NTR = nilai terendah

NTT = nilai tertinggi

NRT = nilai rata-rata

Salah satu upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan disekolah adalah dengan cara perbaikan proses pembelajaran. Berbagai konsep dan wawasan baru tentang pembelajaran disekolah telah muncul dan berkembang seiring pesatnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Guru sebagai pendidik yang menduduki posisi strategis dalam rangka pengembangan sumber daya manusia, dituntut untuk terus mengikuti berkembangnya konsep-konsep baru dalam dunia pembelajaran tersebut(Suryosubrata, 1997).

Dalam peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) dikemukakan bahwa: “Standar kompetensi kelulusan adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan ketrampilan”. Peristiwa pendidikan ditandai dengan adanya interaksi edukatif agar interaksi ini dapat berlangsung secara efektif dan efisien dalam mencapai tujuan maka disamping dibutuhkan pemilihan bahan atau materi pendidikan yang tepat, perlu dipilih strategi pembelajaran yang tepat pula. Strategi pembelajaran adalah cara yang didalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan. Untuk menentukan apakah sebuah strategi pembelajaran dapat disebut baik diperlukan sebuah patokan (kriterium) yang menentukan adalah tujuan yang akan dicapai.

Peneliti melihat bahwa dalam pengajaran produktif strategi mengajar yang digunakan guru perlu mendapat perhatian, saat ini masih seringjumpai dalam proses pembelajaran masih menggunakan strategi pembelajaran ceramah dan pemberian tugas, dalam strategi pembelajaran ceramah yang berpusat kepada guru, kepastian terjadinya proses pembelajaranr sepertinya terletak pada kegiatan mengajar, bukan kepada kegiatan belajar.Para pengajar biasanya membuat persiapan mengajar dengan cara menulis rencana pelajaran secara terperinci, saat membuat persiapan ini seringkali mereka terlalu sibuk memikirkan apa yangharus dilakukannya, bukan apa yang harus dilakukan oleh siswa agar belajarnya berhasil.

Selain strategi pembelajaran yang diperkirakan dapat meningkatkan hasil belajar siswa, masih banyak faktor lain yang dapat mempengaruhi peningkatan hasil belajar, di antaranya faktor kreatifitas siswa. Jika strategi yang digunakan merupakan strategi orientasi pada guru atau strategi yang tidak banyak melibatkan siswa, maka kreatifitas siswa sulit untuk ditumbuhkan, atau dari pandangan siswa terhadap pembelajaran produktifyang begitu rumit terdiri dari pelajaran teori dan praktik. Dalam hal ini hasil belajar yang diperoleh siswa diperkirakan merupakan hasil pengajaran yang tidak terlepas dari rendahnya/kurangnya kreatifitas siswa sehingga mereka kurang aktif dalam belajar.

Untuk melibatkan siswa lebih aktif dalam belajar, peneliti ingin mencoba strategi pembelajaran menggunakan strategi pembelajaran diskoveri dalam mata pelajaran produktif pada Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Dengan menggunakan strategi pembelajaran diskoveri yang penekanannya pada partipasi secara aktif untuk menemukan konsep dan prinsif dengan melakukan latihan-latihan, diharapkan mampu memperbaiki hasil belajar siswa dalam pelajaran produktif di sekolah menengah kejuruan khususnya. Secara umum strategi pembelajaran diskoverimemberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran baik secara kognitif, afektif, maupun psikomotor. Dalam strategi pembelajaran diskoveri guru hanya sebagai fasilitator yang memberikan arahan dan bimbingan agar siswa menemukan pemahaman dari konsep pelajaran yang dipelajari.



KAJIAN TEORI


  1. Hakikat Hasil Belajar Perbaikan Motor Stater Dan Pengisian Otomotif.

Hilgard dan Bower menjelaskan belajar adalah aktifitas yang menghasilkan perubahan pada diri individu yang belajar, baik aktual maupun potensial (Snellbecker, 1974:12). Hasil belajar yang merupakan perubahan tersebut, dapatbersifat pengetahuan, sikap, ataupun motorik, dengan demikian kagiatan belajar mempunyai prosedur yang berbeda-beda sifatnya sesuai dengan sifat hasil belajar yang diharapkan. Cronbach (1982:8) mengatakan bahwa hakekat belajar adalah suatu perubahan pada diri seseorang yang diakibatkan oleh adanya pola-pola pengalaman baru yang didapat berupa suatu kecakapan, suatu kebiasaan, suatu sikap, suatu pengertian sebagai suatu pengetahuan atau apresiasi. Surachmad (1980) meninjau belajar sebagai proses, terutama di titik beratkan kepada apa yang terjadi pada diri seseorang selama ia mengalami pengalaman-pengalaman edukatif dalam pencapaian tujuan tertentu. Dari pendapat diatas berarti belajar adalah suatu proses dalam memperoleh pengalaman-pengalaman baru berupa perubahan tingkah laku.

Snellbecker (1974) bahwa ciri-ciri tingkah laku yangdiperoleh dari hasil belajar adalah: (a) terbentuknya tingkah laku baru berupa kemampuan aktual maupun potensial, (b) kemampuan itu berlaku dalam waktu relatif lama, dan (c) kemampuan baru itu diperoleh melalui usaha. Selanjutnya menurut Djamarah dan Zain (2002:59) menjelaskan bahwa hasil belajar adalah penguasaan siswa terhadap materi yang telah diberikan ketika proses mengajar berlangsung.

Reigeluth (1983) secara umum mengkatagorikan tiga indikator keberhasilan siswa yaitu: (1) efektifitas pembelajaran, yang diukur dari tingkat keberhasilan siswa, (2) efisiensi pembelajaran, diukur dari waktu belajar, dan (3) daya tarik pembelajaran yang diukur dari dimensi siswa yang ingin belajar terus menerus. Dari pernyataan diatas dapat disebutkan hasil belajar merupakan kinerja yang diindikasikan sebagai suatu kemampuan yang telah diporoleh melalui proses belajar.

Keberhasilan seseorang dalam proses pembelajaran dapat dilihat dari hasil belajarnya. Menurut Gagne (1985:27) hasil belajar dapat diartikan sebagai kapasitas atau kemampuan yang dapat diperoleh dari proses belajar yang dapat dikelompokkan kedalam lima kategori, yaitu: (1) intelektual skill, (2) informasi verbal, (3) strategi kognitif, (4) keterampilan motorik, dan (5) sikap, sedangkan menurut Bloom yang direvisi Anderson (2001:33) menyatakan hasil belajar dibagi dalam tiga kawasan yaitu kognitif, efektif dan psikomotor, kawasan kognitif terdiri dari enam jenis prilaku yaitu: (1) ingatan, mencakup kemampuan mengingat hal yang telah dipelajari dan tersimpan dalam ingatan, pengetahuan tersebut mencakup kemampuan fakta, pengetahuan konsep, pengetahuan prosedur, dam pengetahuan metakognitif, (2) pemahamam, mencakup kemampuan menangkap arti dan makna dari pesan,pembicara, tulisan dan grafik, berkaitan dengan pengetahuan fakta dan pengetahuan konsep, (3) penerapan, mencakup kemampuan menerapkan atau menggunakan prosedur untuk menghadapi situasi baru, berkaitan dengan pengetahuan prosedural, (4) analisis, mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan ke dalam bagian-bagian sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami dengan baik, berkaitan dengan pengetahuan konsep, (5) evaluasi, mencakup kemampuan membentuk pendapat tentang beberapa hal berdasarkan kriteria dan standar tertentu, berkaitan denganpengetahuan prosedural dan pengetahuan kognitif,dan (6) kreatifitas, mencakup kemampuan menggabungkan beberapa bagian menjadi suatu bentuk yang koheren atau berfungsi secara menyeluruh, mengorganisasikan bagian-bagian menjadi sebuah pola atau struktur yang baru, berkaitan dengan pengetahuan konsep.

Rohani dan Ahmadi (1995:169) menyatakan bahwa penilaian hasil belajar bertujuan untuk melihat kemajuan belajar siswa dalam hal penguasaan materi pengajaran yang telah dipelajarinya sesuai dengan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Sedangkan Hamalik (2003:38) menjelaskan hasil belajar akan tampak pada setiap perubahan pada aspek-aspek tertentu yaitu pengetahuan, pemahaman, kebiasaan, keterampilan, apresiasi, emosional, hubungan sosial, jasmani, budi pekerti (etika), dan sikap.

Untuk mengetahui siswa berhasil dalam proses pembelajaran dapat diketahui dengan memberikan penilaian atau evaluasi, yaitu berupa tes hasil belajar. Dilakukan evaluasi tersebut untuk mengetahui kemajuan dan perkembangan serta keberhasilan siswa setelah mengalami atau melakukan belajar, sedangkan menurut Sudjana dan Rivai (2003) mengatakan penilaian hasil belajar bertujuan untuk melihat kemajuan belajar para siswa dalam hal penguasaan materi pebelajaran yabg telah dipelajari sesuai dengan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.

Perbaikan sistem starter dan pengisian otomotif merupakan suatu bagian dari standar kompetensi program keahlian otomotifpada SMK yang mendasari perkembangan teknologi otomotif. Sebagai ilmu yang mempelajari tentang sistem stater dan pengisian pada kendaraan bermotor (baik motor bensin maupun diesel).Kompetensi ini merupakan materi praktik yang bertujuan untuk menerampilkan siswa dalam perbaikan sistem stater dan pengisian otomotif khususnya pada kendaraan ringan sesuai dengan standat kompetensi yang telah ditentukan dalam kurikulum 2006 (KTSP). Dalam pelaksanaan praktik perbaikan sistem stater dan pengisian otomotifdilaksanakan tanpa menyebabkan kerusakan terhadap komponen dan sistem lainnya, oleh karena itu siswa harus terlenih dahulu mengetahui dan memahami konstruksi, cara kerja, prosedur perbaikan, persyaratan keamanan perlengkapan kerja, persyaratan keamanan kendaraan, dan perlindungan diri.

Hasil belajar siswa diperolehdari hasil tes pengamatan praktek yaitu dengan menggunakan lembar observasi. Faktor yang dinilai dari hasil belajar ini adalah psikomotor siswa dalam mengerjakan tes praktik yang diberikan guru pembimbing praktik. Ranah psikomotor yang digunakan adalah taksonomi Bloom. Sebagaimana dijelaskan Harrow (1977) terdiri dari 6 tingkat klasifikasi yaitu: (1)reflex movements (gerakan refleks), yakni respons gerakan yang tak disadari yang dimiliki individu sejak lahir, gerak refleks ini terkait dengan gerakan-gerakan yang dikoordinasikan oleh otak dan bagian-bagian sumsum tulang belakang. (2)basic fundamental movements (gerakan dasar fundamental), yaitu gerakan-gerakan yang menuntut kepada keterampilan yang kompleks sifatnya, meliputi: gerakan lokomotor (gerakan yang mendahului kemampuan berjalan seperti tengkurap, merangkak, memanjat); gerakan nonlokomotor (gerakan dinamik dalam suatu ruangan yang bertumpu pada suatu sumbu tertentu); gerakan manipulatif (gerakan yang terkoordinasikan seperti gerakan dalam ibadah shalat). (3)perseptual abilities (kombinasi dari kemampuan kognitif dan gerakan) meliputi: diskriminasi kinestetik (menyadari akan gerakan tubuh seseorang) -kesadaran bodi (menyadari gerakan pada dua sisi tubuh, satu sisi tubuh, keseimbangan atau keberatsebelahan);-imej bodi (perasaan adanya gerakan yang terkait dengan badannya sendiri); -hubungan bodi dengan lingkungan sekitar (arah dan kesadaran badan kaitannya dengan lingkungan ruang sekitar),(4)physical abilities (kemampuan yang diperlukan untuk mengembangkan gerakan-gerakan keterampilan tingkat tinggi, meliputi ketahanan, kekuatan, kelenturan, kecerdasan otak (agility) atau kemampuan untuk bergerak cepat, (5)skilled movements (gerakan yang memerlukan belajar) meliputi keterampilan adaptasi terkait dengan basik gerakan dasar, keterampilan adaptasi kombinasi misal menggunakan peralatan tertentu, (6)non-discursivecommunication (kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan gerakan), meliputi: gerakan ekspresif; gerakan interpretif seperti gerakan dalam seni dan kreatif (improvisasi).


  1. Hakikat Strategi Pembelajaran

Strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Strategi pembelajaran merupakan rencana tindakan (rangkaian kegiatan) termasuk penggunaan strategi pembelajaran dan pemanfaatan berbagai sumber daya atau kekuatan dalam pembelajaran yang disusun untuk mencapai tujuan tertentu, dalam hal ini adalah tujuan pembelajaran.

Kemp (1995) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Hal yang sama dijelaskan Dick dan Carey (1996:183) juga menyebutkan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu set materi dan prosedur pembelajaran yang digunakan secara bersama-sama untuk menimbulkan hasil belajar pada siswa.

Romizowski (1981) berpendapat bahwa strategi pembelajaran merupakan suau pendekatan menyeluruh yang dapat dibedakan menjadi dua strategi dasar, yaitu ekspositori (penjelasan) dan inquiri/diskoveri (penemuan), kedua strategi ini dapat dipandang sebagai dua ujung yang sejalan dalam suatu kontinum strategi. Hal ini erat sekali kaitannya dengan pendekatan deduktif dimana strategi ini dimulai dengan penyajian informasi mengenai prinsip atau kaidah kemuadian diikuti dengan tes penguasaan dan penerapan dalam bentuk contoh dan penerapan pada situasi tertentu, sedangkan strategi diskoveri pelajaran dicari dan ditemukan sendiri oleh siswa melalui berbagai aktifitas, sehingga tugas guru lebih banyak sebagai fasilitator dan pembimbing bagi siswanya, karena sifatnya yang sedemikian maka strategi ini sering juga disebut strategi pembelajaran tidak langsung.Senada dengan dengan pendapat diatas, Hamalik (1993:2) mendefinisikan bahwa strategi pembelajaran sebagai suatu sistem yang menyeluruh terdiri dari komponen masukan (input), pengolahan (proses) dan keluaran/produk (output)

Suparman (2001:167) mengemukakan strategi pembelajaran berkenaan dengan pendekatan pengajaran dalam mengelola kegiatan pembelajaran untuk mencapai materi secara sistematis sehingga tercapai kemampuan yang diharapkan dikuasai oleh guru secara efektif dan efisien. Pendapat lebih luas tentang strategi pembelajaran dikemukakan olehMudhofir (1993:69) didalam strategi pembelajaran termasuk juga pengertian pendekatan pengajaran dan menentukan serta menjelaskan peranan siswa dalam menyusun program pembelajaran yang memperhatikan kondisi lingkungan siswa agar proses pembelajaran menjadi lebih efektif. Strategi pembelajaran menjelaskan komponen-komponen umum dari suatu set bahan pengajaran, prosedur-prosedur yang digunakan untuk menghasilkan belajar tertentu pada siswa. Strategi pembelajaran berkenaan dengan pendekatan pengajaran dalam mengelola kegiatan pembelajaran untuk menyampaikan materi secara sistematik sehingga kemampuan yang diharapkan dapat dikuasai oleh siswa secara efektif dan efisien.

Efektifitas strategi pembelajaran dikelas dalam mencapai tujuan belajar dapat dilihat dari seberapa tinggi hasil belajar yang dicapai siswa. Dick, Carey dan Carey (2005) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran mengagambarkan komponen-komponen umum dari suatu set bahan pembelajaran yang digunakan untuk menghasilkan belajar siswa. Dalam strategi pembelajaran terkandung empat komponen, yaitu: (1) urutan kegiatan pembelajaran, yaitu urutan kegiatan pengajar dalam menyampaikan isis pelajaran kepada siswa, (2) strategi pembelajaran pembelajaran, yaitu cara pengajar mengorganisasikan materi pelajaran dan siswa agar agar terjadi proses pembelajaran secara efektif dan efisien, (3) media pembelajaran, yaitu peralatan dan bahan pembelajaran yang digunakan oelh pengajar dan siswa dalam proses pembelajaran, dan (4) waktu yang digunakan oelh pegajar dan siswa dalam menyelesaikan setiap langkah dalam kegiatan pembelajaran. Untuk mengetahui tingkat efektifitas dari strategi pembelajaran yag diguanakan dalam proses pembelajaran selama waktu tertentu, maka ukurannya adalah hasil belajar siswa.

Berkaiatan dengan hal di atas Moedjiono dan Dimyati (1999) menjelaskan bahwa untuk mengoptimalkan interaksi antara siswa dengan komponen sistem pembelajaran lainnya, tenaga pengajar harus mengkonsistenkan tiap-tiapaspek dari komponen yang membentuk sistem tersebut, Tenaga pengajar dapat melakukan hal tersebut dengan berbagai siasat. Kegiatan pengajar dapat mengupayakan konsistensi antara aspek-aspek dari komponen membentuk sistem pembelajaran dengan siasat tertentu inilah disebut dengan strategi pembelajaran.

Dalam menggunakan strategi pembelajaran hal utama yang harus diperhatikan adalah karakteristik siswa, dalam hal ini Seels dan Richey (1994:35) berpendapat bahwa karakteristik siswa adalah segi latar belakang pengalaman yang berpengaruh terhadap efektifitas prose belajarnya. Pengembangan pembelajaran penting sekali mempertimbangkan karakteristik siswa untuk memilih pendekatan yang sesuai dalam kegiatan pembelajaran. Langkah-langkah yang ditempuh sebagai prosedur desain dan pengembangan yaitu: (1) analisa kebutuhan untuk mengidentifikasi tujuan pembelajaran umum, (2) melakukan analisis instruksional, (3) menganalisa karakteristik siswa dan konteks, (4) pengembangan instrumen penilian, (5) mengembangkan strategi pembelajaran, (6) mengembangkan dan memilih bahan-bahan pembelajaran, (7) merancang dan menyusun evaluasi formatif, (8) merancang dan menyusun evaluasi sumatif, dan (9) revisi untuk tiap langkah pengembangan pembelajaran.

a.HakekatStrategi Pembelajaran Diskoveri dengan Bimbingan

Pembelajaran discoveri dikembangkan oleh Jerome Bruner yang dikenal dengan belajar penemuan (discovery). Bruner menganggap, bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia dan dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik (Mulyati, 2005). Belajar penemuan kegiatan pembelajarannya berubah dari pembelajaran yang didominasi guru beralih ke pembelajaran didominasi siswa. Bahan pelajaran dicari dan ditemukan oleh siswa sendiri melalui berbagai aktivitas, sehingga tugas guruhanya sebagai fasilitator dan pembimbing bagi siswanya.

Strategi pembelajaran diskoveriakhir-akhir ini banyak diterapkan di sekolah-sekolah adalah, hal ini disebabkan karena strategi pembelajaran diskoveri: (a) merupakan suatu cara untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif, (b) dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri, maka hasil yang diperoleh akan setia dan tahan lama dalam ingatan, tidak akan mudah dilupakan siswa, (c) pengertian yang ditemukan sendiri merupakan pengertian yang betul-betul dikuasai dan mudah digunakan atau ditransfer dalam situasi lain, (d) dengan menggunakan strategi penemuan, siswa belajar menguasai salah satu strategi pembelajaran ilmiah yang akan dapat dikembangkannya sendiri, dan (e) dengan strategi pembelajaran penemuan ini juga, anak belajar berfikir analisis dan mencoba memecahkan problema yang dihadapi sendiri, kebiasaan ini akan ditransfer dalam kehidupan bermasyarakat (Suryobroto, 2009:177).

Pembelajaran diskoveri merupakan komponen dari praktik pendidikan yang meliputipendekatanpembelajaran yang memadukan cara belajar aktif, berorientasi pada proses, mengarahkan sendiri, mencari sendiri dan reflektif.Menurut Encylopedia of Educational Research sebagai dikutip Suryobroto (2009:178) menjelaskan bahwa strategipenemuan (diskoveri)merupakan suatu strategi yang unik dapat diberi bentuk oleh guru dalam berbagai cara, termasuk mengajarkan keterampilan menyelediki dan memecahkan masalah sebagai alat bagi siswa untuk mencapai tujuan pendidikan.

Bertolak dari asumsi bahwa untuk memperoleh ilmu maka seseorang yang belajar harus melakukan kekuatan berfikir, maka semakin besar kegiatan berfikir tersebut semakin efektif pembelajaran mencapai tujuan. Pada strategi pembelajaran diskoveri, pengajaran betul-betul menjadi student centered. Peran guru dalam proses pembelajaran lebih banyak sebagai fasilitator belajar siswa sehinggayang penting adalah bagaimana siswa belajar, dan bukan bagaimana guru mengajar. Salahsatu prinsip psikologi tentang belajar adalah makin besar keterlibatan dalam kegiatan, maka makin besar baginya mengalami proses belajar. Selanjutnya Semiawan dkk (1985) mengemukakan bahwa dalam penerapan strategi pembelajaran diskoveri,guru tidak perlu menjelaskan seluruh informasi kepada siswa.

Strategi pembelajaran diskoveri bertujuan untuk membiasakan siswa melakukan keterampilan proses dalam menemukan ilmu pengetahuan. Keterampilan proses sangat tepat diterapkan dalam pembelajaran. Menurut Semiawan dkk (1985:14) ada beberapa alasan memilih pendekatan keterampilan proses dalam pembelajaran, yaitu: (1) pengetahuan berkembang terus sehingga guru tidak mungkin mengajarkan semua fakta dan konsep kepada siswa, (2) siswa mudah memahami konsep rumit dan abstrak kalau disertai kondisi dan situasi dalam upaya menanamkan konsep melalui perlakuan terhadap fisik dan pengamatan, (3)penemuan tidak benar seratus persen atau suatu teori dapat berubah dengan ditemukannya teori baru, dan (4) tujuan belajar mengakar mengembangkan konsep tidak terlepas dari pengembangan nilai dan norma dalam diri anak.

Sund sebagaimana dikutip Suryosubroto (2009:179) menjelaskan pembelajaran diskoveri adalah proses mental dimana siswa mengasimilasi sesuatu konsep atau sesuatu prinsip. Proses mental tersebut misalnya mengamati, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan, dan sebagainya.

Langkah-langkah pelaksanaan strategi pembelajaran penemuan menurut Gilstraf sebagaimana dikutip Suryosubroto (2009:182) adalah: (a) menilai kebutuhandan minat siswa sebagai dasar untuk menentukan pembelajaran, (b) mengaitkan apa yang akan dipelajari baik berupa prinsip-orinsip, generalisasi maupun pengertian-pengertian yang akan dipelajari, (c) mengatur susunan kelas sedemikian rupa sehingga memudahkan siswa dalam belajar, (d) berkomunikasi dengan siswa dengan menjelaskan hal yang berkaitan dengan pembelajaran penemuan, (e) menyampaikan masalah yang akan dipecahkan siswa dan selanjutnya mengecek pengetahuan siswa terhadap masalah yang akan dipelajari, (f) menyiapkan alat/sumber belajar yang dibutuhkan, (g) siswa mengumpulkan data yang dibutuhkan dalam menyelesaikan tugas, (h) siswa bekerja mengumpulkan data sesuai dengan kecepatannya sendiri, (i)memberikan tanggapan langsung apabila terdapat siswa bertanya dalam proses belajar yang dilakukan siswa, (j) siswa mendiskusikan hipotesis dan data yang terkumpul, (k) menarik kesimpulan dengan memberikan pandangan dan tafsiran yang membantu siswa menemukan jawaban, (l) menuliskan atau merumuskan hasil peneyelidikan, dan (m) memprresentasikan hasil temuannya.

Strategi pembelajaran diskoveri memiliki kebaikan-kebaikan seperti diungkapkan oleh Suryosubroto (2009:185) yaitu: (a) dianggap membantu siswa mengembangkan atau memperbanyak persediaan dan penguasaan ketrampilan dan proses kognitif siswa, andaikata siswa itu dilibatkan terus dalam penemuan terpimpin. Kekuatan dari proses penemuan datang dari usaha untuk menemukan, jadi seseorang belajar bagaimana belajar itu, (b) pengetahuan diperoleh dari strategi ini sangat pribadi sifatnya dan mungkin merupakan suatu pengetahuan yang sangat kukuh, dalam arti pendalaman dari pengertian retensi dan transfer, (c) strategi penemuan membangkitkan gairah pada siswa, misalnya siswa merasakan jerih payah penyelidikannya, menemukan keberhasilan dan kadang-kadang kegagalan, (d) strategi pembelajaran ini memberi kesempatan kepada siswa untuk bergerak maju sesuai dengan kemampuannya sendiri, (e) strategi pembelajaran ini menyebabkan siswa mengarahkan sendiri cara belajarnya sehingga ia lebih merasa terlibat dan bermotivasi sendiri untuk belajar, paling sedikit pada suatu proyek penemuan khusus, (f) strategi pembelajaran diskoveri dapat membantu memperkuat pribadi siswa dengan bertambahnya kepercayaan pada diri sendiri melalui proses-proses penemuan. Dapat memungkinkan siswa mampu mengatasi kondisi yang mengecewakan, (g) strategi ini berpusat pada anak, misalnya memberi kesempatan pada siswa dan guru berpartisispasi secara bersama dalam situasi penemuan yang jawabannya belum diketahui sebelumnya, dan (h) membantu perkembangan siswa menuju penemuan kebenaran akhir dan mutlak.

Kelemahan strategi pembelajaran diskoveri dijelaskanSuryosubroto (2009:186) adalah: (a) dipersyaratkan keharusan adanya persiapan mental untuk cara belajar ini. Misalnya siswa yang lamban mungkin bingung dalam usanya mengembangkan pikirannya jika berhadapan dengan hal-hal yang abstrak, atau menemukan saling ketergantungan antara pengertian dalam suatu subyek, atau dalam usahanya menyusun suatu hasil penemuan dalam bentuk tertulis. Siswa yang lebih pandai mungkin akan memonopoli penemuan dan akan menimbulkan frustasi pada siswa yang lain, (b) strategi pembelajaran ini kurang berhasil untuk mengajar kelas besar. Misalnya sebagian besar waktu dapat hilang karena membantu seorang siswa menemukan teori-teori, atau menemukan bagaimana ejaan dari bentuk kata-kata tertentu, (c) harapan yang ditumpahkan pada strategi ini mungkin mengecewakan guru dan siswa yang sudah biasa dengan perencanaan dan pengajaran secara tradisional, (d) mengajar dengan penemuan mungkin akan dipandang sebagai terlalu mementingkan memperoleh pengertian dan kurang memperhatikan diperolehnya sikap dan ketrampilan. Sedangkan sikap dan ketrampilan diperlukan untuk memperoleh pengertian atau sebagai perkembangan emosional sosial secara keseluruhan, (e) dalam beberapa ilmu, fasilitas yang dibutuhkan untuk mencoba ide-ide, mungkin tidak ada, dan (f) Strategi ini mungkin tidak akan memberi kesempatan untuk berpikir kreatif, kalau pengertian-pengertian yang akan ditemukan telah diseleksi terlebih dahulu oleh guru, demikian pula proses-proses di bawah pembinaannya. Tidak semua pemecahan masalah menjamin penemuan yang penuh arti.

Strategi pembelajaran diskoveri menurut Rohani dan Ahmadi (1995:37) adalah strategi pembelajaran yang berangkat dari suatu pandangan bahwa siswa sebagai subyek di samping sebagai obyek pembelajaran. Mereka memiliki kemampuan dasar untuk berkembang secara optimal sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki. Sedangkan menurut Mulyasa (2005) strategi pembelajaran diskoveri merupakan strategi pembelajaran yang lebih menekankan pada pengalaman langsung. Pembelajaran dengan strategi pembelajaran penemuan lebih mengutamakan proses daripada hasil belajar.

Proses pembelajaran harus dipandang sebagai suatu stimulus atau rangsangan yang dapat menantang siswa untuk merasa terlibat atau berpartisipasi dalam aktivitas pembelajaran. Peranan guru hanyalah sebagai fasilitator dan pembimbing atau pemimpin pengajaran yang demokratis, sehingga diharapkan siswa lebih banyak melakukan kegiatan sendiri atau dalam bentuk kelompok memecahkan masalah atas bimbingan guru.

Strategi pembelajaran diskoveri menurut Roestiyah (2001) adalah strategi pembelajaran mengajar mempergunakan teknik penemuan. Strategi pembelajaran diskoveri adalah proses mental dimana siswa mengasimilasi sesuatu konsep atau sesuatu prinsip. Proses mental tersebut misalnya mengamati, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan, dan sebagainya. Dalam teknik ini siswa dibiarkan menemukan sendiri atau mengalami proses mental itu sendiri, guru hanya membimbing dan memberikan instruksi.

Pada strategi pembelajaran diskoveri, situasi pembelajaran berpindah dari situasi teacher dominated learning menjadi situasi student dominated learning. Dengan pembelajaran menggunakan strategi pembelajaran diskoveri, maka cara mengajar melibatkan siswa dalam proses kegiatan mental melalui tukar pendapat dengan diskusi, seminar, membaca sendiri dan mencoba sendiri, agar anak dapat belajar sendiri.

Penggunaan strategi pembelajaran diskoveri ini guru berusaha untuk meningkatkan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran. Sehingga strategi pembelajaran diskoverimenurut Roestiyah (1991:20) memiliki keunggulan sebagai berikut: (1) teknik ini mampu membantu siswa untuk mengembangkan, memperbanyak kesiapan, serta panguasaan ketrampilan dalam proses kognitif/pengenalan siswa, (2) siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat sangat pribadi/individual sehingga dapat kokoh atau mendalam tertinggal dalam jiwa siswa tersebut, dan (3) dapat meningkatkan kegairahan belajar para siswa, (4) memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkembang dan maju sesuai dengan kemampuannya, (5) mengarahkan cara siswa belajar sehingga lebih memiliki motivasi yang kuat untuk belajar lebihy giat, dan (6) membantu siswa untuk memperkuat dan menambah kepercayaan diri sendiri dengan proses penemuan sendiri.

Strategi pembelajaran diskoveri menurut Mulyasa (2005) menempuh langkah-langkah sebagai berikut: (a) adanya masalah yang akan dipecahkan, (b) sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif siswa, (c) konsep atau prinsip yang harus ditemukan oleh siswa melalui kegiatan tersebut perlu dikemukakan dan ditulis secara jelas, (d) harus tersedia alat dan bahan yang diperlukan, (e) sususnan kelas diatur sedemian rupa sehingga memudahkan terlibatnya arus bebas pikiran siswa dalam kegiatan belajar mengajar, (f) guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengumpulkan data, dan (g) guru harus memberikan jawaban dengan tepat dengan data serta informasi yang diperlukan siswa.

Dengandemikian dapat dikatakan bahwa strategi pembelajaran diskoveri adalah suatu strategi pembelajaran di mana dalam proses pembelajaran guru memperkenalkan siswa-siswanya menemukan sendiri informasi. Strategi pembelajaran diskoveri memberikan kebebasan kepada siswa dalam belajar, mereka didorong belajar secara mandiri dalam mengolah informasi, guru sebagai fasilator yang berperan memberikan bantuan yang diperlukan untuk menjamin bahwa siswa tidak frustasi atau gagal.

Di samping keunggulan, strategi pembelajaran pembelajaran diskoveri juga mempunyai kelemahan, yang menurut Taylor dan Wellington (Plom, Ely, 1996) adalah sebagai berikut: (1) ketidaktahuan dan kurangnya pengalaman pada sebagian guru, (2) tekanan waktu untuk menyelesaikan muatan kurikulum, (3) kesulitan-kesulitan yang dihadapi siswa, khususnya bagi siswa yang lemah, (4) kegagalan guru dalam mengenal dan melatih sifat fleksibel diskoveri dalam dimensi bimbingan, urutan, arahan belajar, (5) dapat menumbuhkan perasaan ketidakpastian baik bagi siswa maupun guru, dan (6) tantangan dari pemebelajaran terlalu besar,mengarah pada kegagalan dan ketidakpastian.

Amien (1988) mengemukakan dalam mengajar menggunakan guided discovery, guna memberikan struktur yang cukup luas dalam pelajarannya, siswa diharapkan melakukan menyelidikan melalui prosedur selangkah demi selangkah. Pada strategi pembelajaran menggunakan pendekatan diskoveri dengan bimbingan ini, berlangsung proses internalisasi dalam diri siswa, dan juga ditambah unrus-unsurfaktor eksternal, yaitu pembelajaran yang disampaikan guru. Hal ini sesuai dengan pendapat Gagne dan Briggs (1979) mengemukakan bahwa pembelajaran mencakup beberapa proses internalisasi dalam diri siswa, yang dipengaruhi oleh faktor eksternal, yaitu pengajaran. Untuk pelaksanaa strategi pembelajaran dengan pendekatan diskoveri dengan bimbingan ini perlu diperhatikan langkah-langkah pokok, antara lain: (1) guru memberikan informasi dengan memberikan berupa kaidah-kaidah yang berhubungan dengan materi pembelajaran, (2) menguji pemahaman siswa atau penjelasan ulang, dengan bimbingannya, (3) memberikan kesempatan untuk berlatih dan mengaplikasikan pengetahuan baru pada situasi sesungguhnya, dan (4) siswa dapat menylesaikan sendiri masalahnya.

Merencanakan dan menyiapkan pembelajaran diskoveri dengan bimbingan (guided discovery) dilakukan sebagai berikut: (a) menentukan tujuan yang akan dipelajari oleh siswa, (b) memilih metode yang sesuai dengan kegiatan penernuan, (c) menentukan lembar pengamatan data untuk siswa, (d) menyiapkan alat dan bahan secara lengkap, (e) menentukan dengan cermat apakah siswa akan bekerja secara individu atau secara berkelompok yang terdiri dari 2 - 5 siswa, (f) mencoba terlebih dahulu kegiatan yang akan dikerjakan oleh siswa.

Untuk mencapai tujuan di atas, beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah: (1) membantu siswa untuk memahami tujuan dan prosedur kegiatan yang harus dilakukan, (2) memeriksa bahwa semua siswa memahami tujuan dan prosedur kegiatan yang harus dilakukan, (3) menjelaskan pada siswa tentang cara bekerja yang aman, (4) mengamati setiap siswa selama mereka melakukan kegiatan, (5) memberi waktu yang cukup kepada siswa untuk mengembalikan alat dan bahan yang digunakan, dan (6) melakukan diskusi tentang kesimpulan untuk setiap jenis kegiatan.

Berikut beberapa saran tambahan berdasarkan pada pelaksanakan pembelajaran diskoveri yaitu: (1) mendorong siswa mengajukan dugaan awal dengan cara mengajukan pertanyaan membimbing, (2) menggunakan bahan dan permainan yang bervariasi, (3) menggunakan sejumlah contoh yang kontras atau memperlihatkan perbedaan yang nyata dengan materi ajar mengenai topik topik terkait, (4) memberikan kesempatan kepada siswa untuk mernuaskan keingintahuan mereka, meskipun mereka mengajukan gagasan gagasan yang tidak berhubungan langsung dengan pengajaran, (5) menggunakan sejumlah contoh yang kontras atau memperlihatkan perbedaan yang nyata dengan materi ajar mengenai topik topik terkait

b.Hakikat Strategi Pembelajaran Ekspositori

Suparman (2001:176) strategi pembelajaran ekspositori yaitu strategi pembelajaran yang berbentuk penjelasan-penjelasan dari guru pada siswa dan diikuti dengan tanya jawab tentang materi pembelajaran yang belum jelas. Yang perlu disiapkan guru adalah daftar topik yang akan diuraikan dan media visual yang sederhana.

Nurhadi (2003) menjelaskan beberapa ciri-ciri pembelajaran ekspositori, yaitu (a) siswa menerima informasi secara pasif, (2) prilaku dibangun atas kebiasaan, (3) keterampilan dikembangkan atas dasar latihan, (4) pengetahuan adalah penangkapan terhadap serangkaian fakta, konsep atau hukum yang berada di luar diri siswa, (5) dalam proses pembelajaran bersifat absolut dan final, hal ini disebabkan siswa tidak memperhatikan pengalaman belajar apa yang harus dirangkaikan dalam pikirannya.

Sudjana (1996:73) menjelaskan ciri-ciri pembelajaran ekspositori yaitu: (1) tingkah laku kelas dan penyebaran pengetahuan dikontrol dan ditentukan oleh guru, (2) siswa dipandang sebagai obyek yang menerima apa yang diberikan guru, (3) komunikasi yang digunakan guru dalam interaksinya dengan siswa adalah komunikasi satu arah, dan (4) kegiatan belajar terbatas pada mendengarkan uraian guru, mencatat dan bertanya kepada guru.

Selanjutnya Rohani dan Ahmadi (2005) menjelaskan tahapan pembelajaran ekspositori sebagai berikut: (1) penyampaian tujuan, (2) penyampaian materi, (3) guru bertanya, (4) siswa menjawab pertanyaan, dan (5) eksposisi.

Masih seringnya guru menggunakan strategi pembelajaran dalam pembelajaran di sekolah disebabkan oleh desakan kurikulum, seperti yang dikatakan Semiawan dan kawan-kawan (1987:14) karena terdesak waktu untuk mengejar pencapaian kurikulum, maka guru akan memilih jalan yang termudah, yaitu menginformasikan fakta dan konsep melalui strategi pembelajaran ceramah. Selanjutnya juga mereka berpendapat bahwa para siswa memperoleh sejumlah pengetahuan namun banyak pengetahuan itu diterima guru, sedang mereka sendiri tidak dibiasakan untuk mencoba menemukan pengetahuan/informasi itu, akibatnya pengetahuan tersebut tidak terkesan cepat terlupakan dan tidak bermakna dalam kehidupan sehari-hari.


  1. Hakikat Kreatifitas

Sternberg (2008:398) menjelaskan kreativitas sebagai proses memproduksi sesuatu yang orisinil dan bernilai. Sesuatu di sini bisa memiliki banyak bentuk, bisa berupa sebuah teori, sebuah tarian, sebuah zat kimia, sebuah proses atau prosedur, sebuah cerita, sebuan simponi ataupun yang lain.Sedangkan Hergenhahn dan Olson (2008:490) mendefinisikan kreativitasadalah inovasi yang berasal dari sintesis pengaruh dari beberapa model atau dari mengamati suatu model menunjukkan strategi pemecahan masalah yang tidak lazim.

Santrock (2008:366) menjelaskan kreativitas adalah kemampuan berpikir tentang sesuatu dengan cara baru dan tak biasa dan menghasilkan solusi yang unik atas suatu problem. Woolfolk (2009:90) mendefinisikan kreativitas adalah kemampuan untuk menghasilkan karya yang orisinal, tetapi tepat-guna dan bermanfaat.Selanjutnya Woolfolk menjelaskan sumber kreativitas ada tiga yaitu: (1) keterampilan relevan- termasuk berbagai talenta dan kompetensi yang bermanfaat untuk bekerja di ranah tersebut, (2) proses-proses relevan-kreativitas termasuk berbagai kebiasaan kerja dan ciri kepribadian, dan (3) motivasi tugas intrinsik atau keingintahuan atau keterpersonaan yang mendalam terhadap tugas.Perlakuan guru di kelas yang dapat mendorong kreativitas siswa dengan cara menerima jawaban-jawaban yang tidak biasa dan imajinatif, memberi model pemikiran divergen, menggunakan brainstorming (curah pendapat) dan menoleransi perbedaan pendapat.

Rose (2003:176) menjelaskan kreativitas selalu melibatkan banyak kerja keras dan persiapan, oleh karena itu memperoleh pengetahuan dan latar belakang yang terperinci mengenai suatu topik adalah kunci kreativitas.Selanjutnya Rose menjelaskan tahapan dalam kreativitas yaitu: (1) pemahaman, (2) kombinasi, dan (3) bandingkan yang baru dengan yang lama. Pemahaman berkaitan dengan mendefinsikan masalah secara cermat, lalu menyaring data yang relevan dari yang tidak relevan dan menentukan petunjuk yang penting. Kombinasi berkaitan dengan bagaimana mengombinasi ulang ide dalam cara baru dengan cara menggabungkan ide lama menjadi konsep baru. Bandingkan yang baru dengan yang lama berkaitan dengan menilai ide baru setelah membandingkannya dengan yang lama.

Lebih lanjut Rose (2003:178) menjelaskan kerangka kerja kreativitas yaitu: (1) sibukkan diri dengan mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya, (2) berpikir dari berbagai sudut pandang, (3) hasilkan alternatif ide sebanyak-banyaknya, (4) carilah kombinasi terbaik dari semua ide tersebut, (5) tetapkanlah kombinas terbaik, dan (6) terapkan.

De Porter dan Hernacki (2003:292) mengilustrasikan kreativitas sebagai berikut: luangkan waktu sesaat untuk mengingat beberapa situasi di mana anda berhaasil mencapai tujuan ketika situasinya tampak tidak memungkinkan. Anda terjatuh atau terperangkap, atau tertangkap daam suatu lingkaran yang tak pernah anda masuki sebelumnya tetapi anda dapat menemukan jalannya.

Pengertian kreatifitas menurut Harris (www.ycp.edu/library/ifl/etext/etevalu.htm) adalah suatu kemampuan, yaitu kemampuan untuk membayangkan atau menciptakan sesuatu yang baru, kemampuan untuk membangun ide-ide baru dengan mengkombinasikan, merubah, menerapkan ulang ide-ide yang sudah ada; suatu sikap, yaitu kemampuan menerima perubahan dan pembaruan, kemauan untuk bermain dengan ide dan kemungkinan untuk fleksibilitas pandangan, kebiasaan menikmati sesuatu dengan baik, ketika mencari cara untuk mengimprovisasi ide tersebut; suatu proses, yaitu orang kreatif bekerja keras dan terus menerus, sedikit demi sedikit membuat perubahan dan perbaikan terhadap pekerjaannya. Adapun ciri-ciri orang kreatif adalah ingin tahu, selalu mencari masalah, menyukai tantangan, optimis, menunda keputusan, senang bermain dengan imajinasi, melihat masalah seperti kesempatan, melihat masalah sebagai sesuatu yang menarik, masalah dapat diterima secara emosional, asumsinya hebat, gigih dan bekerja keras. Semiawan dkk (1991) mengemukakan bahwa kreatifitas adalah suatu kondisi, sikap, atau keadaan yang memiliki sifat sangat khusus dan hampir tidak pernah dirumuskan secara tuntas.

Munandar (1999:47) menjelaskan bahwa kreativitas merupakan kemampuan untuk membuat kombinasi baru, berdasarkan data, informasi, atau unsur - unsur yang ada.Secaraoperasional kemampuan tersebut mencerminkan kelancaran, keluwesan,orisinalitas dalam berfikir serta kemampuan untuk mengelaborasi, memperkaya, memperinci, mengembangkan suatu gagasan. Selanjutnya Munandar (2002:26) menjelaskan konsep kreativitas dengan pendapat 4P, yaitu : “pribadi (person), proses (process), produk (product) dan pendorong (press)”.

Defenisi pribadi bahwa kreativitas merupakan titik pertemuan yang khas antara dua atribut psikologis, intelegensi, gaya kognitif dan kepribadian/motivasi. Secara bersamaan ketiga dalam alam pikiran ini membantu memahami apa yang melatar belakangi individu yang kreatif. Definisi pribadi meliputi seluruh proses yang kreatif dan ilmiah dalam menemukan masalah sampai dengan menemukan hasil. Definisi proses meliputi seluruh proses kreatif dan ilmiah mulai dari menemukan masalah sampai dengan menyampaikan hasil yang meliputi tahap persiapan, inkubasi, iluminasi dan verifikasi.Defenisi produk adalah defenisi kreativitas yang berpusat pada hasil tindakan kreatif yang menekankan unsur orisionalitas, kebaruan dan kebermaknaan.kombinasi-kombinasi baru yang mempunyai makna sosial. Defenisi pendorong akan timbulnya kreativitas merujuk pada aspek dorongan internal, dalam pendekatan ini defenisi kreativitas menurutnya adalah bentuk inisiatif yang ditampakkan oleh adanya kekuatan untuk melepaskan diri dari alur berfikir yang biasa. Mengenai dorongan atau dukungan dari lingkungan, ada lingkungan yang tidak menghargai imajinasi atau fantasi, serta menekankan kreativitas dan inovasi. Kreativitas juga tidak berkembang dalam kebudayaan yang kurang terbuka terhadap perubahan dan perkembangan baru.

Munandar (1999) menjelaskan ciri-ciri kreativitas dapat dilihat dari dua sisi yaitu berdasarkan cara berfikir dan berdasarkan sikap. Ciri berfikir kreatifmeliputi: (1) kelancaran, (2) fleksibilitas, (3) orisinalitas, (4) elaborasi, dan (5) evaluasi. Kelancaran berkaitan dengan: (a) mencetuskan banyak gagasan, jawaban penyelesaian masalah atau pertanyaan (b) memberikan banyak cara atau saran untuk melakukan berbagai hal, dan (c) selalu memikirkan lebih dari satu jawaban. Fleksibilitas berkaitan dengan: (a) menghasilkan gagasan, jawaban atau pertanyaan, (b) dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda, (c) mencari banyak alternatif atau arahyang berbeda-beda (d)mampu mengubah cara pendekatan arau cara pemikiran. Orisinalitas berkaitan dengan: (a) mampu melahirkanungkapan yang baru dan unik , (b) memikirkan cara yang tidak lazim untuk mengungkapkan diri, (c) mampu membuat kombinas-kombinas yang tidak lazim dari bagian atau unsur-unsur.Elaborasi berkaitan dengan: (a) mampu memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan atau produk, (b) menambahkan atau memperinci detail-detail dari suatu objek, gagan, atau situasi sehingga menjadi lebih menarik. Evaluasi berkaitan dengan: (a) menentukan patokan penilaian sendiri dan menentukanapakah suatu pertanyaan benar, suatu rencana sehat atau suatu tindakan bijaksana, (b) mampu mengambil keputusan terhadap situasiyang terbuka, dan (c) tidak hanya mencetuskan gagasan, tetapi juga melaksanakannya.

Ciri sikapkreatif meliputi: (1) adanya rasa ingin tahu, selalu terdorong untuk mengetahui lebih banyak, dengan mengajukan pertanyaan, selalu memperhatikan orang, objek dan situasi serta memiliki kepekaan pengamatan, (2) bersifat imajinatif, yaitu mampu menggunakan khayalan untuk memikirkan dan membanyangkan hal yang belum pernah terjadi, (3)merasa tertantang oleh kemajemukan, terdorong untuk mengatasi masalah yang sulit dan merasa tertantang oleh situasi yang rumit, (4) sifat berani mengambil resiko, dengan sifat ini individu tidak takut gagal dan berani memberikan jawaban yang belum tentu benar, (5) sifat menghargai,dapat menghargai bimbingan dan pengarahan dalam hidup serta menghargai kemampuan dan bakatnya sendiri yang sedang berkembang.

Kaitannya dengan unsur aptitude dan non aptitude, Reni (2001) mengemukakan bahwa: kreatifitas merupakan kemampuan untuk memberikan gagasan-gagasan baru dan menerapkannya dalam pemecahan masalah. Kreatifitas meliputi, baik ciri aptitude seperti kelancaran (fluency), keluwesan (flexibility) dan keaslian (originality) dalam pemikiran maupun ciri-ciri non aptitude, seperti rasa ingin tahu, senang mengajukan pertanyaan dan selalu ingin mencari pengalaman-pengalaman baru.

Reni (2001) dalam uraiannya tentang pengertian kreatifitas menunjukkan ada tiga tekanan kemampuan, yaitu yang berkaitan dengan kemampuan untuk mengkombinasi, memecahkan/menjawab masalah dan cerminan kemampuan operasional anak kreatif. Ketiga tekanan kemampuan tersebut adalah sebagai berikut: (1) kemampuan untuk membuat kombinasi baru bedasarkan data, informasi atau unsur-unsur yang ada, (2) kemampuan berdasarkan data atau informasi yang tersedia, menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah, dimana penekanannya pada kuantitas, ketepatgunaan dan keragaman jawaban, dan (3) Kemampuan yang secara operasional mencerminkan kelancaran, keluwesan dan orisinalitas dalam berpikir, serta kemampuan untuk mengelaborasi (mengembangkan/memperkaya/memerinci) suatu gagasan.

Munandar (1999) mengemukakan tujuh sikap, kepercayaan, nilai-nilai yang melekat pada orang-orang yang kreatif, yaitu: terbuka terhadap pengalaman baru dan luar biasa, luwes dalam berpikir dan bertindak, bebas dalam mengekspresikan diri, dapat mengapresiasi fantasi, berminat pada kegiatan-kegiatan kreatif, percaya pada gagasan sendiri, dan mandiri. Selanjutnya Munandar menjelaskan beberapa ciri motivasi yang ada pada diri setiap orang kreatif yaitu: (1) tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus menerus dalam waktu yang lama, tidak pernah berhenti sebelum selesai), (2) ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa). Tidak memerlukan dorongan dari luar untuk berprestasi sebaik mungkin (tidak cepat puas terhadap prestasi yang telah dicapainya), (3) menunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah,(4) lebih senang bekerja mandiri, (5) cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin (hal-hal yang bersifat mekanis, berulang-ulang begitu saja, sehingga kurang kreatif),(6) dapat mempertahankan pendapatnya (kalau sudah yakin akan sesuatu),(7) tidak mudah melepaskan hal yang diyakininya itu, dan (8) senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal.

Munandar (2002) menemukan lima ciri yang menjadi sifat kemampuan berpikir kreatif sebagai berikut: (1) kelancaran (fluency) adalah kemampuan untuk memproduksi banyak gagasan, (2) keluwesan (fleksibility) adalah kemampuan untuk mengajukan bermacam-macam pendekatan dan atau jalan pemecahan terhadap suatu masalah, (3) keaslian (originalitas) adalah kemampuan untuk melahirkan gagasan-gagasan asli sebagai hasil pemikiran sendiri dan tidak klise, (4) penguraian (elaboration) adalah kemampuan untuk menguraikan sesuatu secara terperinci, dan(5) perumusan kembali (redefinisi) adalah kemampuan untuk mengkaji/menilik kembali suatu persoalan melalui cara dan perspektif yang berbeda dengan apa yang sudah lazim.

PEMBAHASAN

Rata-rata hasil belajar kompetensi perbaikan sistem starter dan pengisian otomotif yang diajar dengan strategi pembelajaran diskoveri (= 28,14) lebih tinggi daripada rata-rata hasil belajar siswa yang diajar dengan strategi pembelajaran ekspositori (= 27,10). Hal ini menunjukkan bahwa strategi pembelajaran diskoveri terbukti efektif dapat meningkatkan hasil belajar kompetensi perbaikan sistem starter dan pengisian otomotif siswa secara keseluruhan baik untuk kelompok siswa dengan kreativitas tinggi maupun kelompok siswa dengan kreativitas rendah. Dengan demikian dapatlah dimaknai bahwastrategi pembelajaran diskoverilebih efektif untuk meningkatkan hasil belajar kompetensi perbaikan sistem starter dan pengisian otomotif tanpa memperhatikan kreativitas siswa. Hal ini dapat terjadi karena dalam pembelajaran yang menerapkan strategi pembelajaran diskoveri siswa cenderung aktif untuk merekonstruksi sendiri ilmu yang akan diperolehnya, siswa berupaya menemukan dan menyelesaikan masalah dalam kerangka pencapaian tujuan pembelajaran.Temuan penelitian ini mendukung penelitian Santoso (1984) yangmembandingkan penerapan strategi pembelajaran diskoveri dan strategi pembelajaran ekspositori, dan hasil yang diperolehnya adalah mengajar dengan strategi pembelajaran diskoveri lebih efektif dibanding strategi pembelajaran ekspositori.

Materi kompetensi perbaikan sistem starter dan pengisian otomotifberdasarkan struktur materi hirarkhis yang sesuai dengan konsep, prinsip dan prosedur. Struktur materi kompetensi perbaikan sistem starter dan pengisian otomotif yang sifatnya hirarkis tersebut menuntut siswa jika mempelajarinya melalui prasyarat belajar. Dengan demikian, untuk dapat memahami dengan baik tentang materi kompetensi perbaikan sistem starter dan pengisian otomotif, dibutuhkan strategi pembelajaran diskoveri yang mampu untuk mendiskripsikan secara rinci, mendefenisikan dan memahami konsep-konsep secara terstruktur sehingga siswa dapat mengasosiasikannya dalam pembelajaran yang efektif dan efesien.Hal ini sejalan dengan penjelasan Mulyasa (2005) bahwa strategi pembelajaran diskoveri merupakan strategi pembelajaran yang lebih menekankan pada pengalaman langsung. Pembelajaran dengan strategi pembelajaran penemuan lebih mengutamakan proses daripada hasil belajar.Sedangkan dalam stategi pembelajaran ekspositori, bidang studi kompetensi perbaikan sistem starter dan pengisian otomotif dianggap kurang efektif, hal ini ditegaskan Nurhadi (2003) bahwa pada pembelajaran ekspositorisiswa menerima informasi secara pasif dan prilaku dibangun atas kebiasaan.

Temuan lainnya menunjukkan rata-rata hasil belajar kompetensi perbaikan sistem starter dan pengisian otomotif siswa dengan kreativitas tinggi (= 29,61) secarakeseluruhan baik yang diajar dengan strategi pembelajaran diskoveri dan strategi pembelajaran ekspositori lebih tinggi baik daripada rata-rata hasil belajar kompetensi perbaikan sistem starter dan pengisian otomotif siswa dengan kreativitas rendah (= 25,93). Hal ini menunjukkan bahwa kreativitastanpa memperhatikan strategi pembelajaran yang diterapkan berpengaruh terhadap hasil belajar kompetensi perbaikan sistem starter dan pengisian otomotif siswa. Untuk itu peran guru dalam kegiatan pembelajaran adalah memperhatikan kreativitas siswa sehingga strategi yang diterapkan dalam kegiatan pembelajaran sesuai dengan karakteristik kreativitas siswa.Hal ini sejalan dengan penjelasan Rose (2003) bahwa kreativitas melibatkan banyak kerja keras dan persiapan, oleh karena itu memperoleh pengetahuan dan latar belakang yang terperinci mengenai suatu topik adalah kunci kreativitas.Selanjutnya Rose menjelaskan tahapan dalam kreativitas yaitu: (1) pemahaman, (2) kombinasi, dan (3) bandingkan yang baru dengan yang lama. Pemahaman berkaitan dengan mendefinsikan masalah secara cermat, lalu menyaring data yang relevan dari yang tidak relevan dan menentukan petunjuk yang penting. Kombinasi berkaitan dengan bagaimana mengombinasi ulang ide dalam cara baru dengan cara menggabungkan ide lama menjadi konsep baru. Bandingkan yang baru dengan yang lama berkaitan dengan menilai ide baru setelah membandingkannya dengan yang lama.

Penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan Bahari (2005) yang menemukan bahwa bagi siswa yang memiliki tingkat kreativitas tinggi, strategi pembelajaran kooperatif memberikan pengaruh terhadap hasil belajar yang tinggi dibandingkan dengan strategi konvensional. Namun bagi siswa yang memiliki tingkat kreativitas rendah, maka strategi strategi pembelajaran konvensional memberikan pengaruh terhadap hasil belajar yang tinggi dibandingkan dengan strategi kooperatif.

Jika diperhatikan lebih lanjut bahwa dalam strategi pembelajaran diskoveri memperoleh rata-rata hasil belajar kompetensi perbaikan sistem starter dan pengisian otomotif siswa dengan kreativitas tinggi (= 31,93) lebih tinggi daripada hasil belajar siswa dengan kreativitas rendah (= 25,5). Sedangkan pada strategi pembelajaran ekspositori, rata-rata hasil belajar kompetensi perbaikan sistem starter dan pengisian otomotif siswa dengan kreativitas tinggi (= 28,20) lebih tinggi daripada hasil belajar kompetensi perbaikan sistem starter dan pengisian otomotif siswa dengan kreativitas rendah (= 26,14). Hal ini menunjukkan bahwa kreativitas signifikan untuk membedakan hasil belajar kompetensi perbaikan sistem starter dan pengisian otomotif siswa, di mana hasil belajar siswa dengankreativitas tinggi baik yang diajar dengan strategi pembelajaran diskoveri maupun strategi pembelajaran ekspositori lebih tinggi daripada hasil belajar dengan kreativitas rendah.

Hasil penelitian ternyata menunjukkan semua hipotesis penelitian yaitu : (1)hasil belajar kompetensi perbaikan sistem starter dan pengisian otomotif siswa yang diajar dengan strategi pembelajaran diskoverilebih tinggi daripada hasil belajar siswa yang diajar dengan strategi pembelajaran ekspositori, (2)hasil belajar dari siswa dengan kreativitas tinggilebih tinggi dari pada hasil belajar siswa dengan kreativitas rendah, dan (3) terdapat interaksi strategi pembelajaran dan kreativitas dalam memberikan pengaruh terhadap hasil belajar kompetensi perbaikan sistem starter dan pengisian otomotif siswa, dapatditerima.

Hipotesis pertama yaitu hasil belajar kompetensi perbaikan sistem starter dan pengisian otomotif antara siswa yang diajar dengan strategi pembelajaran diskoveri lebih tinggi daripada hasil belajar siswa yang diajar dengan strategi pembelajaran ekspositori. Hal ini dapat dimaklumi karena melalui strategi pembelajaran diskoveri dapat mendorong siswa untuk aktifbelajar karena siswa dapat menghubungkan yang mereka pelajari dengan kehidupan sehari-hari, siswa lebih banyak bertanya. Di samping itu strategi pembelajaran diskoveribertujuan menumbuhkan partisipasi siswa dalam memecahkan isu atau masalah yang diajukan oleh guru dalam pembelajaran, menumbuhkan diskusi di antara siswa dalam mencari penyebab dan solusi terhadap isu atau masalah tersebut. Oleh karena itu peran guru dalam strategi pembelajaran diskoveri lebih dominan sebagai fasilitator yang mengarahkan siswa untuk menemukan dan mengkonstruk sendiri pengetahuannya.

Pengujian hipotesis kedua menunjukkan bahwa hasil belajar dari siswa dengan kreativitas tinggi lebih tinggi dari pada hasil belajar dengan kreativitas rendah. Hasil ini membuktikan bahwa kreativitas signifikan untuk membedakan hasil belajar kompetensi perbaikan sistem starter dan pengisian otomotif. Dari hasil analisis data secara keseluruhan diperoleh rata-rata hasil belajar siswa dengan kreativitas tinggi lebih tinggi daripada hasil belajar siswa dengan kreativitas rendah. Hal ini berindikasi bahwa siswa yang dengan kreativitas tinggi secara rata-rata mempunyai hasil belajar kompetensi perbaikan sistem starter dan pengisian otomotif yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa dengan kreativitas rendah. Dengan demikian siswa dengan kreativitas tinggi dapat lebih memahami dan menguasai materi pelajaran kompetensi perbaikan sistem starter dan pengisian otomotif dibandingkan siswa dengan kreativitas rendah.

Pengujian hipotesis ketiga menunjukkan terdapat interaksi antara strategi pembelajaran dan kreativitas dalam mempengaruhi hasil belajar kompetensi perbaikan sistem starter dan pengisian otomotif siswa. Apabila dilihat rata-rata hasil belajar pada kelompok siswa dengan kreativitas tinggi dan diajar dengan strategi pembelajaran diskoveri lebih baik dibandingkan dengan rata-rata hasil belajar kelompok siswa dengan kreativitas tinggi dan diajar dengan strategi pembelajaran ekspositori. Kemudian rata-rata hasil belajar kompetensi perbaikan sistem starter dan pengisian otomotif pada kelompok siswa dengan kreativitas rendah dan diajar dengan strategi pembelajaran diskoveri lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata hasil belajar kompetensi perbaikan sistem starter dan pengisian otomotif kelompok siswa dengan kreativitas rendah dan diajar dengan strategi pembelajaran ekspositori. Hal ini bermakna bahwa bagi kelompok siswa dengan kreativitas rendah lebih baik diajar dengan menggunakan strategi pembelajaran ekspositoridibandingkan dengan menggunakan strategi pembelajaran diskoveri. Dengan demikian dapatlah ditarik kesimpulan bahwa strategi pembelajaran dan kreativitas cukup signifikan mempengaruhi hasil belajar kompetensi perbaikan sistem starter dan pengisian otomotif siswa.

Dengan memperhatikan betapa luas dan pentingnya mata pelajaran kompetensi perbaikan sistem starter dan pengisian otomotif, maka dibutuhkan suatu strategi pembelajaran yang mampu untuk mendeskripsikan secara rinci, mendefenisikan dan memahami konsep-konsep, memahami teori-teori dan mampu mengevaluasi dan melakukan ketrampilan dalam pembelajaran yang efektif dan efesien. Dengan demikian siswa tersebut diharapkan mampu untuk membangun atau mengkonstruk sendiri pengetahuan dan ketrampilan yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah-masalah belajarnya. Di samping itu siswa harus menemukan sendiri pengetahuan dan ketrampilan tesebut, dan bukan karena diberitahukan oleh orang lain. Selain itu diharapkan siswa mampu untuk menentukan sendiri materi-materi penting untuk kebutuhan belajarnya. Siswa mampu belajar secara aktif dan mandiri dengan mengembangkan atau menggunakan gagasan-gagasan dalam menyelesaikan masalah pembelajaran, sehingga pengetahuan dan ketrampilan akan dapat diingat dan dipahami dalam memori jangka panjang, dan sewaktu-waktu dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan belajar siswa.

Dari hasil penelitian ini dapat dikatakan bahwa strategi pembelajaran harus disesuaikan dengan karakteristik siswa yakni kreativitas dan materi pelajaran yang akan disampaikan. Pemilihan strategipembelajaran atau kemampuan mendesain pembelajaran kompetensi perbaikan sistem starter dan pengisian otomotif yang tepat dibutuhkan dan harus disesuaikan dengan karakteristikk siswa sehingga akan membantu dalam menentukan strategi pembelajaran, teori belajar, dan media belajar yang cocok untuk digunakan. Hal ini dilakukan agar pelajaran yang disampaikan dapat menarik perhatian didik dan setiap jam pelajaran tidak terasa membosankan.

Selanjutnya berdasarkan uji lanjut diperoleh gambaran bahwa dari enam kombinas yang terdapat pengujian uji lanjut maka keseluruhan menunjukkan hasil yang signifikan, halini terlihat dari: (1) rata-rata hasil belajar siswa yang diajar dengan strategi pembelajaran diskoveri dan kreativitas tinggi(= 31,93) lebih tinggi dari pada rata-rata hasil belajar siswa yang diajar dengan strategi pembelajaran ekspositori dan kreativitas tinggi(= 28,20), (2) rata-rata hasil belajar siswa yang diajar dengan strategi pembelajaran diskoveri dan kreativitas tinggi(= 31,93) lebih tinggi daripada rata-rata hasil belajar siswa yang diajar dengan strategi pembelajaran diskoveri dan kreativitas rendah(= 25,5), (3) rata-rata hasil belajar siswa yang diajar dengan strategi pembelajaran diskoveri dan kreativitas tinggi(= 31,93) lebih tinggi daripada rata-rata hasil belajar siswa yang diajar dengan strategi pembelajaran ekspositori dan kreativitas rendah (= 26,14), (4) rata-rata hasil belajar siswa yang diajar dengan strategi pembelajaran ekspositori dan kreativitas tinggi(= 28,20) lebih tinggi daripada rata-rata hasil belajar siswa yang diajar dengan strategi pembelajaran diskoveri dan kreativitas rendah(= 25,5), (5) rata-rata hasil belajar siswa yang diajar dengan strategi pembelajaran ekspositori dan kreativitas tinggi(= 28,20) lebih tinggi daripada rata-rata hasil belajar siswa yang diajar dengan strategi pembelajaran ekspositori dan kreativitas rendah (= 26,14), dan (6) rata-rata hasil belajar siswa yang diajar dengan strategi pembelajaran diskoveri dan kreativitas rendah(= 25,5) lebih rendah daripada rata-rata hasil belajar siswa yang diajar dengan strategi pembelajaran ekspositori dan kreativitas rendah (= 26,14).

DAFTAR BACAAN

Amien, M. 1988, Mengajar Ilmu Pengetahuan Alam dengan Menggunakan Metode Diskoveri dan Inquiri. JakartaP2LP Depdikbud

Anderson, C. 2001. Taxonomy of Educational Objectives. New York: Logman

Arikunto, S.. 2002. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

Cronbach, L.J et.al. 1982. Teknik-Teknik Belajar dan Mengajar. Terjemahan Bapensi, Bandung: Jenmars

Departemen Pendidikan Nasional, 1983. Pengelolaan Kelas, Kemampuan Dasar Kependidikan Progran Akta V-B, Jakarta: DJPT.

____________________________, 2006. KTSP. Program Keahlian Otomotif. Jakarta: Depdiknas

DePorter, B. dan Hernacki, M.. 2003.Quantum Learning, Unleashing The Genius In You. Quantum Learning Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan. Alih Bahasa: Alwiyah Abdurrahman. Bandung: Kaifa

Dick, W. dan Carey, L. 1996. The Systematic Design of Instruction. Fouth Edition. New York: Harper Collin College Publisher

Djamarah, S,B. dan Zain, A.2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta

Gagne, R. M.. 1985. The Condition Of Leaining, Third Edition, New York: Holt, Rinehart and Winston.

Gagne, R.M. dan Briggs, L.J.. 1979. Principles of Instructional Design. New York: Holt Rinehart and Winston

Hamalik, O. 2002. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta:Bumi Aksara

_________. 2003. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara

Hergenhahn, B.R dan Olson, M.H. 2008. Theories of Learning (Teori Belajar). Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Kemp, J.E. 1995. Proses Perancangan Pengajaran. Terjemahan: Asril Mardjohan Bandung: ITB

Merill, M.D. 1981. A Lesson Based on the Component Display Theory. New Jersey: Lawrence Erlbaum Ass.

Mudhoffir. 1993. Teknologi Instruksional. Bandung: Remaja Rosda Karya

Mudjiono dan Dimyati, 1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta

Mulyasa, E. 2004. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Konsep, Karakteristik dan Implementasi. Bandung: Remaja Rosda Karya

Munandar, U.S.C. 1999. Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah. Jakarta: Gramedia

_______________. 2002. Kreativitas Dan Keberbakatan Strategi Mewujudkan Potensi Kreatif dan Bakat. Jakarta” Gramedia

Nurhadi. E. 2003. Contekstual Teaching and Learning. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti

Reigeluth, C.M. 1983. Instructional Design Theories and Models: An Overview of Their Current Status, Instructional Design: What Is it And Why is it?, New Jersey: Publisher Hilsdale

Reni, H.A. 2001. Psikologi Perkembangan Anak, Jakarta: Grasindo

Rohani, A. dan Ahmadi, A. 1995. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta

Romizowski, AZ. 1981. Designing Instructional System. New York: Nichol Publishing Company

Roestiyah, NK. 1991. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta

Rose, C. 2003. Master It Faster.Kuasai Lebih Cepat. Alih Bahasa: Femmy Syahrani, Bandung: Kaifa

Santrock, J.W. 2007. Educational Psychology 2nd Edition. Alih Bahasa: Tri Wibowo B.S. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Kencana Predana Media Group

Semiawan, C. dkk, 1985, Pendekatan Keterampilan Proses. Bagaimana mengaktifkan Siswa dalam Belajar, Jakarta: Gramedia

Seels, B.& Richey, R.C. (1994). Instructional Technology, The Defenition and Domains of The Field, Washington. Terjemahan. Yusufhadi Miarso dkk

Snelbecker, E.G. 1974. Learning Theory, Instructional Theory and Psychoeducational Design, New York: Mc Graw Hill

Sternberg, R.J. 2008. Cognitive Psychology. Fourth Edition. Psikologi Kognitif. Alih Bahasa: Yudi Santoso, Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Sudjana, N. 1996. Cara Belajar Siswa Aktif Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo

Sujadna, N, dan Rivai, A. 2003, Penelitian dan Penilaian Pendidikan, Bandung, Sinar Maju

Suparman. A. 2001. Desain Instruksional. Jakarta: P2T-UT Dikti Depdikbud

Surachmad, W. 1980. Metodologi Pendidikan Nasional. Bandung: Jemmars

Surapranata, S. 2004. Analisis Validitas, Reliabilitas dan Interpretasi Hasil Tes, Bandung: Remaja Rosdakarya

Suryabrata. S. 2007. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Suryosubroto, B. 1997. Interaksi Edukatif Guru dan Peserta Didik. Jakarta: Bumi Aksara

Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional

Woolfolk. .A.E. 2009. Educational Psychology Active Learning Edition. Bagian Pertama dan Kedua. Alih Bahasa: Helly Prajitno Soetjipto dan Sri Mulyanti Soetjipto. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun