Mohon tunggu...
Luthfy Avian Ananda
Luthfy Avian Ananda Mohon Tunggu... Penulis - Kuli Tinta

Pernah belajar di Fakultas Hukum UII, Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Isu Pembajakan di Balik Gemerlapnya Bisnis "Internet Cafe" di Yogyakarta

2 Februari 2018   18:47 Diperbarui: 3 Februari 2018   05:22 2132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Pixabay/FirmBee

Generasi sudah memasuki era milenial atau anak muda sekarang biasa menyebut dengan istilah generasi jaman now di mana jarak dan waktu sudah bukan menjadi masalah lagi bagi setiap insan berinteraksi antara satu sama lain di seluruh dunia. Kita sekarang sudah lazim menyaksikan orang berjalan-jalan di pusat perbelanjaan sambil menggunakan smartphone, karena urusan pekerjaan agar tetap bisa mengimbangi mobilitasnya yang tinggi atau sekedar berkirim kabar kepada kerabat nan jauh di sana. 

Juga bukan sesuatu yang aneh ketika menemukan segerombolan muda-mudi usia produktif yang masih menyelesaikan studi sarjana maupun pascasarjana berkumpul di suatu tempat tongkrongan dengan suguhan laptop di meja masing-masing demi menyelesaikan tugas untuk memenuhi tanggung jawab kepada orang tua yang telah menyekolahkan.

Dulu, tepatnya pada tahun 90 an semua pemandangan yang saya ceritakan di atas hampir mustahil kita saksikan. Tidak ada smartphone, karena namanya masih sebatas handphone yang hanya bisa digunakan untuk telepon dan sms saja, itupun hanya segelintir orang yang memilikinya, kalau bukan pejabat tinggi ya berarti pengusaha berduit yang tidak sayang membelenjakan banyak uang hanya untuk membeli barang kecil nan langka itu. Sedangkan sebagian masyarakat lainnya, memilih menyisakan sedikit pendapatan mereka untuk menyewa telepon di wartel (warung telekomunikasi) agar tetap bisa mengetahui kabar orang-orang terdekatnya.

Demikian juga halnya dengan komputer jinjing atau laptop, belum banyak yang memilikinya. Setidaknya ada dua alasan kenapa dahulu orang belum banyak yang mempunyai atau bahkan mengenal gawai ini. Pertama karena memang kondisi dan kesibukan pada masa itu belum menuntut kebutuhan akan benda canggih tersebut, kemudian alasan selanjutnya adalah faktor ekonomi. Khususnya di Indonesia, yang pada waktu itu masih mengalami krisis moneter. 

Membayangkan ketika zaman itu, saya jadi merasa beruntung karena sudah terlebih dahulu mengenal apa itu laptop dibandingkan anak-anak lainnya seusia saya di luar sana. Tetapi jangan salah sangka, bukan karena saya golongan keluarga kaya, melainkan tuntutan pekerjaan ayah sebagai seorang jurnalis yang memang dituntut membuat berita melalui laptop inventaris dari kantor beliau.

Bagi lainnya yang ketika itu ingin merasakan sensasi menggunakan komputer atau komputer jinjing, lagi-lagi mereka harus bersabar menyisihkan hasil kerja kerasnya untuk menyewa komputer di bilik-bilik yang disediakan oleh warnet (warung internet). Sama-sama mengeluarkan biaya memang, tapi tentu saja jauh lebih terjangkau dibandingkan jika harus merogoh kocek lebih dalam untuk membeli satu set laptop atau komputer desktop baru maupun bekas. 

Karena harga yang ditawarkan keduanya sama mahalnya. Karena alasan itulah warnet pada masa itu sangat ramai dan keberadaannya dicari oleh banyak orang, terutama mereka yang memang aktifitas utamanya diharuskan berurusan dengan yang namanya dunia maya.

Memasuki generasi milenium pada awal 2000 hingga saat ini, satu per satu pemilik usaha wartel mulai gulung tikar. Sekarang mencari satu wartel di satu kota saja rasanya sangat mustahil. 

Kenyataannya harga handphone sudah sangat terjangkau oleh kantong, dan fitur yang ditawarkan juga tidak hanya sebatas telepon dan sms saja seperti tahun-tahun sebelumnya, tetapi bagaikan one stop entertainment, mulai dari fotografi, musik, film, chatting dengan beragam aplikasi, game dengan kualitas gambar high definition(HD), transaksi jual beli dan keuangan, serta masih banyak lainnya bisa dilakukan dengan satu sentuhan saja dari satu tempat. 

Itu rasanya yang menjadi alasan pengusaha wartel memilih menutup ladang rejekinya daripada harus bertahan dalam ketidakpastian, mereka tahu kemajuan jaman adalah keniscayaan yang membuat orang-orang perlahan meninggalkan warung telekomunikasi.

Pada mulanya saya mengira nasib yang sama akan menimpa warung internet (warnet), karena melihat kondisi bahwa laptop sekarang sudah bukan merupakan barang yang mewah lagi, hampir seluruh kalangan bisa memilikinya dengan harga yang semakin bersahabat. Mulai dari harga 3 jutaan kita sudah bisa mendapatkan laptop baru dengan fitur kekinian. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun