Namun, tiba-tiba, di tengah harapan akan kemajuan industri animasi lokal, muncullah sebuah “anomali” — sebuah film animasi yang dibungkus dengan bendera nasionalisme, tapi isinya lebih mirip misi sampingan game open world yang absurd.
Premis yang Disajikan:
"Sekelompok anak pemberani menyelinap ke sarang mafia demi merebut kain bendera Merah Putih yang disandera."
Sekilas terdengar heroik. Tapi mari kita tarik napas, minum teh, dan berpikir sebentar.
Kalau masalahnya cuma selembar kain bendera, realitanya:
Bisa dibeli Rp15 ribu di warung kelontong.
Bisa dijahit di rumah dalam waktu setengah jam.
Bahkan, di bulan Agustus, bendera gratis sering dibagi-bagikan di kelurahan.
Artinya, mereka tidak sedang menyelamatkan lambang negara dari kehancuran, melainkan sekadar mencoba memecahkan masalah yang sebenarnya tidak perlu dipertaruhkan nyawa.
Konyolnya lagi, ini semua dibungkus sebagai “Film Animasi Anak Indonesia Pertama Bertema Kebangsaan” seolah karya-karya sebelumnya tidak pernah ada, dan seolah nasionalisme hanya bisa lahir dari misi nekat yang logikanya jebol.
Berikut beberapa contoh premis cerita yang benar-benar bisa menginspirasi:
Penjaga Pustaka Desa
Anak-anak di desa mempertahankan perpustakaan keliling yang akan ditutup karena dana dipotong. Mereka membuat kegiatan membaca keliling, menggalang dukungan warga, hingga berita mereka viral dan fasilitas kembali dibuka.
Pesan: Membela negeri lewat pendidikan dan literasi.-
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!