Mohon tunggu...
Luthfi
Luthfi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Gadjah Margonda

Menulis untuk mengasah pikiran, imajinasi, dan bersenang-senang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sang Teknokrat dari Selatan Sulawesi

23 Desember 2019   13:06 Diperbarui: 23 Desember 2019   13:20 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Setelah soeharto turun, ada isu-isu besar yang harus dihadapi Habibie, yaitu: Masa depan reformasi, Masa depan ABRI, Masa depan Timor-Timur, Masa depan Soeharto dan kroni-kroninya, serta masa depan perekonomian dan kesejahteraan rakyat. Di akhir masa pemerintahannya, perkembangan reformasi menunjukkan perkembangan positif. Dwifungsi ABRI dihilangkan, Timor Timur diizinkan untuk melakukan referendum dan memisahkan diri, sementara masalah pengadilan Soeharto dan perkembangan ekonomi masih belum menemukan titik terang (M. C. Ricklefs, 2007).

Dalam memerintah, sebenarnya Habibie tidak begitu memiliki kredibilitas dimata aktivis mahasiswa, militer, politisi, pemerintahan asing, dan investor luar negeri. Hal ini disebabkan karena Habibie adalah anak emas Soeharto, sehingga dipandang sama saja dengan Soeharto. Walau memiliki kredibilitas yang minim, Habibie melakukan tugasnya dengan baik. Meskipun begitu, keengganaan pemerintah untuk mengadili Soeharto, lambatnya investigasi untuk kasus hilangnya aktivis-aktivis politik, kasus trisakti, kerusuhan Mei 1998, referendum Timor Timur, dan kegagalan Habibie mencapai pertumbuhan ekonomi yang pesat-harapan yang sebetulnya tidak realistis-menimbulkan tuntutan diadakannya sidang istimewa MPR untuk memberhentikan Habibie dan untuk memilih kepemimpinan nasional yang baru.

Habibie datang pada saat negara dalam keadaan berantakan, serta berada dalam masa transisi dari kekuasaan otoriter ke sistem demokrasi. Habibie berhasil menyelamatkan Indonesia dari keruntuhan ekonomi dan sosial, karena jika kita melihat negara lain, reformasi menuju demokrasi harus dibayar dengan mahal. Karena masa transisi ini biasanya ikut membawa konflik-konflik sosial yang menyebabkan perpecahan nasional. Jika Habibie tidak menjadi presiden, mungkin reformasi akan berjalan lain dan pemerintah akan berusaha mempertahankan status quo.

Jika dilihat lebih jauh, posisi presiden di masa reformasi amat vital, karena pada tahun 1998 Indonesia sedang berada di persimpangan jalan, suatu keadaan yang kritis, dan jika tidak ditangani dengan hati-hati (kebijakan yang diambil tidak hati-hati) bisa terjadi konflik sosial dalam skala nasional. Harus diakui beberapa kebijakan yang diambil oleh Habibie tidak begitu populer, seperti keputusan untuk memerdekakan Timor Timur, menerima bantuan IMF, pengadilan Soeharto yang lambat, dll. 

Kisah perpolitikan Habibie sesuai dengan istilah "the right man in the wrong time," Habibie jelas bukan orang bodoh, ia juga sebenarnya mampu menahkodai Indonesia. Namun kejeniusannya tidak banyak membantu dalam politik, Habibie yang tidak memiliki ambisi tidak bisa memelihara kekuasannya. Niccolo Machiavelli sendiri mengatakan, orang baik secara moral tidak akan bertahan sebagai pemimpin. Hal inilah yang terjadi pada Habibie, karena ia mencoba menegakkan demokrasi dan hukum dengan melakukan referendum di Timor Timur, kebijakan tersebut terbukti tidak populer di kalangan politisi Senayan.

Kehati-hatiannya dalam menyidang Soeharto menyebabkan masyarakat marah dan menuduhnya sebagai bagian dari kroni Soeharto. Tetapi Habibie bergeming, ia percaya apa yang dilakukannya adalah hal yang benar. Memang harus diakui, Habibie berhasil menyelamatkan Indonesia dari keruntuhan akibat kebobrokan yang dipupuk semenjak tiga dekade silam oleh Soeharto. Masalahnya, Habibie tidak begitu memperhatikan alam politik di Indonesia pasca Soeharto. Habibie terlalu visioner sehingga lupa apa yang sedang terjadi saat ini.

Namun kini salah satu putra terbaik, seorang teknokrat dan negarawan, Bacharuddin Jusuf Habibie telah berpulang ke Rahmatullah. Sang jenius dari Sulawesi Selatan ini menutup hayatnya di usia 83 tahun pada Rabu, 11 September 2019 pukul 18.05 WIB di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta. Kiprah dan bakti B. J. Habibie akan selalu diingat, terutama jasa-jasanya dalam pemulihan ekonomi nasional pasca krisis moneter.

Habibie juga akan dikenang atas kepercayaannya bahwa Indonesia memiliki sejuta potensi, dan orang-orang yang bakal mewujudkannya. Cintanya kepada Ainun juga akan terus dirasakan dan di khidmatkan, karena itulah sebenar-benarnya cinta. Dalam perkataannya, "Cinta sejati hanya dapat dipisahkan oleh maut." Selamat tinggal Eyang Habibie, selamat terbang dalam keabadian. Semoga tuhan mempertemukanmu dengan Ibu Ainun, kekasihmu sejak dulu.

Daftar Pustaka

A., M. M., & Priyandari, S. (2012). Ainun Habibie: Kenangan tak Terlupakan di Mata Orang-orang Terdekat. Depok: Edelweiss.

Dwipayana, G., & H., R. K. (1989). Soeharto: Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya. Jakarta: Citra Lamtoro Gung Persada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun