Mohon tunggu...
Mohammad Lutfi
Mohammad Lutfi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Tenaga pengajar dan penjual kopi

Saya sebenarnya tukang penjual kopi yang lebih senang mengaduk ketimbang merangkai kata. Menulis adalah keisengan mengisi waktu luang di sela-sela antara kopi dan pelanggan. Entah kopi atau tulisan yang disenangi pelanggan itu tergantung selera, tapi jangan lupa tinggalkan komentar agar kopi dan tulisan tersaji lebih nikmat. Catatannya, jika nikmat tidak usah beri tahu saya tapi sebarkan. Jika kurang beri tahu saya kurangnya dan jangan disebarkan. Salam kopi joss

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Sekolah dalam Bayang-bayang Kasus Bullying, antara Harapan dan Kekhawatiran

23 November 2021   13:08 Diperbarui: 23 November 2021   20:02 869
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi bullying terhadap anak di sekolah | Gambar: Thinkstock via Kompas.com

Anak merasa aman setelah dilepas ke sekolah oleh orang tuanya. Kata "primadona dan sukses" yang melekat pada sekolah telah mengaburkan bahwa di sekolah juga terjadi tindak kekerasan.

Perwujudan sekolah menjadi taman yang aman dan menyenangkan sejauh ini masih belum sepenuhnya terealisasi. Tindak kekerasan dalam hal ini bullying atau perundungan seolah menjadi rahasia umum yang terjadi di sekolah. 

Dalam beberapa kasus, pihak sekolah justeru menganggap bahwa bullying menjadi hal biasa atau candaan antar siswa.

Dilansir dari Kompas.com, Organisation of Economic Co-operation and Development (OECD) dalam riset Programme for International Students Assessment (PISA) pada Tahun 2018 mengungkapkan, sebanyak 41,1 persen murid di Indonesia mengaku pernah mengalami perundungan. 

Bahkan, Indonesia menempati urutan ke-5 kasus bullying dari 78 negara. Sementara itu KPAI menyebutkan telah menerima setidaknya 37.381 laporan perundungan dalam kurun waktu 2011 hingga 2019. Dari jumlah tersebut, sebanyak 2.473 kasus disinyalir terjadi di dunia pendidikan.

Laporan di atas mengamini beberapa kasus bullying yang terjadi di sekolah. Misalnya, salah satu kasus siswa SMP di Kota Malang terkena bully oleh temannya sehingga menyebabkan jarinya harus diamputasi. Kasus serupa juga pernah menimpa siswa SD di Kecamatan Wirosari, Kabupaten Grobogan yang juga dibully oleh teman-temannya selama dua tahun. 

Dapat dibayangkan selama dua tahun di-bully sehingga menyebabkan si anak mengalami depresi berat, tidak berani ke sekolah dan bertemu orang lain.

Itulah dua kasus yang terangkat ke media. Kasus lain yang tidak terekspos oleh media pernah dialami oleh anak teman saya. 

Saat pulang sekolah si anak yang masih TK, tiba-tiba mengadu kepada ayahnya, katanya dia dipukul, didorong dan dikucilkan oleh temannya. 

Saat mengadu itu si anak juga mengatakan kalau dia tidak mau sekolah kalau tidak ditungguin sampai pulang. Akhirnya istri teman saya pun mengantar dan menunggui anaknya sampai pulang.

Dari kasus bullying yang menimpa anak teman saya ini, kita dapat menyimpulkan bahwa betapa besarnya dampak negatif bullying yang diterima anak di sekolah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun