Mohon tunggu...
Mohammad Lutfi
Mohammad Lutfi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Tenaga pengajar dan penjual kopi

Saya sebenarnya tukang penjual kopi yang lebih senang mengaduk ketimbang merangkai kata. Menulis adalah keisengan mengisi waktu luang di sela-sela antara kopi dan pelanggan. Entah kopi atau tulisan yang disenangi pelanggan itu tergantung selera, tapi jangan lupa tinggalkan komentar agar kopi dan tulisan tersaji lebih nikmat. Catatannya, jika nikmat tidak usah beri tahu saya tapi sebarkan. Jika kurang beri tahu saya kurangnya dan jangan disebarkan. Salam kopi joss

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Apa Kabar Sekolah?

29 Maret 2020   14:58 Diperbarui: 1 April 2020   16:44 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aktivitas siswa di sekolah | Sumber: Dokumen Pribadi

Sekolah itu masih candu, Bung sampai hari ini dan detik ini!

Barangkali itulah kalimat yang ingin saya ucapkan ketika membaca buku Sekolah Itu Candu karya Roem Topatimasang. Bukan hanya sekolah yang ada dimana-mana tapi sekarang dimana-mana anak-anak merindukan sekolah, termasuk juga guru dan orang tua. Sepertinya sekolah sudah ada di hati.

Tanggal 16 Maret yang lalu sekolah sudah memutuskan untuk kegiatan pembelajaran dilakukan secara daring (online), sesuai dengan surat edaran gubernur terkait peningkatan kewaspadaan penyebaran virus corona. 

Tanggal 30 Maret besok seharusnya sudah masuk kembali, tetapi diperpanjang lagi karena keadaan yang tidak memungkinkan. Otomatis ini akan menambah kerinduan anak-anak dan guru untuk kembali ke sekolah. Rupanya, rindu itu harus ditahan sekali lagi. Berat memang kata Dilan, tapi kami tidak menanggung sendiri.

Apa kabar sekolah hari ini? Pertanyaan itu tiba-tiba muncul setelah beberapa kejadian yang saya alami. Kejadian pertama ketika anak-anak kecil mengeluh kepada saya, "Gak nyaman belajar begini Om, lebih nyaman sekolah". Anak-anak kecil itu kembali menyusun tugasnya. Padahal beberapa waktu lalu ketika diumumkan belajar di rumah anak-anak kecil itu riang gembira.

Kejadian kedua, saat saya berdiskusi dengan dengan rekan guru dan saya tanya tantangan apa saja yang ditemui ketika berada di rumah dan belajar model begini. Jawabnya sama lebih enak sekolah, bahkan lebih teoritis lagi. Ada sembilan jawaban yang diurut dari angka satu sampai delapan dan poin sembilan diberi keterangan dan lain-lain. Poin sembilan barangkali adalah alasan di luar kegiatan belajar mengajar, seperti riuh-riuh siswa, canda tawa bersama guru, ngobrol bersama penjaga kantin dan lain-lain juga.

Kejadian ketiga, pertanyaan dari orang tua siswa yang kebetulan berpapasan dengan saya, "Kapan sekolah masuk lagi, Mas?" Saya pun menjawab tanggal sekian-sekian kalau tidak ada perubahan kebijakan lagi. Kami pun berlalu ke arah tujuan masing-masing.

Sampai saya menuliskan artikel ini, saya pun masih bertanya apa kabar sekolah? Mungkin ini yang disebut kecanduan karena keterlibatan terus-menerus terhadap sesuatu di lingkungan sekolah sehingga menemukan kenikmatan di dalamnya. Atau barangkali, perasaan kehilangan yang muncul ketika kebiasaan lama digantikan kebiasaan baru, sehingga ketiadaanya terasa. Sebagaimana lagu H. Rhoma Irama denga judul kehilangan yang bunyi potongan liriknya begini

"Kalau sudah tiada baru terasa. Bahwa kehadirannya sungguh berharga" . 

-nya merujuk ke sekolah dalam bentuk fisik dan kegiatan belajar mengajar di dalamnya.

Sekolah itu masih candu, Bung sampai hari ini dan detik ini. Buktinya, virus corona telah menghadirkan sesuatu yang berbeda bagi semua, khususnya lingkungan pendidikan. 

Dari tiga kejadian yang saya alami dapat disimpulkan bahwa sekolah dengan bentuk bangunan dan seabrek aktivitas didalamnya masih menjadi primadona di tengah gegap gempita virus corona. Sekolah bukan lagi tempat untuk mengisi waktu kosong sebagaimana makna asalnya dulu yang dilakukan oleh bangsa Yunani.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun