Mohon tunggu...
Lutfi Syarqawi
Lutfi Syarqawi Mohon Tunggu... -

Pemerhati Sosial-Politik

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menapak Jejak Panglima Santri Nusantara

12 Desember 2017   19:48 Diperbarui: 12 Desember 2017   20:22 974
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari itu tanggal 5 November 20017, ribuan santri memadati jalan raya kota Jember. Para santri dan kyai dengan sumringah mengadakan jalan santai dan doa bersama untuk kemaslahatan bangsa. Dengan bersarung para kyai, tokoh masyarakat, serta ribuan santri menapaki jalan-jalan kota Jember yang pagi itu sangat cerah. Di antara para tokoh yang hadir, tampak sosok Inisiator Nusantara Mengaji, Muhaimin Iskandar di dapuk sebagai pimpinan jalan santai tersebut. Inisiator Nusantara Mengaji sengaja hadir atas undangan panitia untuk memberi orasi tentang kondisi bangsa saat ini.

Seperti sudah maklum bahwa sejarah bangsa ini selama beberapa decade, mengabaikan sama sekali peran santri dan kyai dalam perang kemerdekaan. Padahal jelas bahwa meletusnya perang 10 November 1945 di Surabaya tidak terlepas dari peran kaum santri dan kyai.  Bermula dari fatwa dan resolusi jihad Hadratus Syaikh hasyim Asy'ari serentak laskar santri bergerak membendung laju Belanda dan sekutu yang ingin menjajah kembali bumi nusantara. Laskar Hizbullah, yang dikomandani oleh K.H. Zainal Arifin, mewakili kalangan muda dan laskar Sabilillah yang dipimpin oleh K.H. Masykur, mewakili kalangan berumur, tanpa kenal takut maju membumihanguskan tentara belanda dan sekutunya.

Bukti sejarah secara jelas menunjukkan perjuangan kaum santri dan kyai dalam mengusir penjajahan tanpa Kenal takut dan lelah tidak dapat diabaikan. Banyak santri yang gugur dalam pertempuran tersebut tapi negara selama kurang lebih 70 tahun sejak kemerdekaan tidak pernah menjadikan peristiwa tersebut sebagai hari bersejarah. Para pahlawan gugur itu banyak lahir dari Rahim pesantren yang selama ini hanya dianggap komunitas kampungan yang hanya akrab dengan sarungan dan kitab kuning padahal realitanya merekalah yang mampu merebut dan menegakkan bangsa sehingga merdeka seperti sekarang. Tanpa kaum santri dan kyai kemungkinan besar kita masih berada dalam abad penderitaan dan penjajahan.

Baru pada era pemerintahan Joko Widodo ditetapkan Hari Santri Nasional tanggal 22 Oktober dengan peraturan pemerintah no 22 tahun 2015. HSN ini ditetapkan dalam rangka mengingat jasa-jasa dan perjuangan santri dan kyai pesantren. Lalu siapakah yang banyak berperan dalam penetapan hari Santri Nasional ini . Tidak lain adalah Muhaimin Iskandar melalui jalur elit pemerintah serta NU melalui jaringan Nadhiyyin yang ada distruktural maupun kulturalnya. Melalui PKB yang dilahirkan oleh NU, Cak Imin lantas berjuang baik di legislative maupun eksekutif untuk segera menetapkan satu hari bersejarah bagi berdirinya Republik ini, yaitu Hari Santri Nasional pada tanggal 22 Oktober.

Dengan demikian, janganlah heran jika pada saat acara di Jember tersebut, para kyai, para tokoh masyarakat serta ribuan santri mendaulat CAK IMIN sebagai Panglima Santri Nusantara sebagai wujud penghargaan atas keberhasilannya mendesak pemerintah menetapkan Hari Santri Nasional. Dalam salah satu sambutannya ketika di daulat menjadi panglima santri, beliau mengatakan bahwa amanah tersebut tidaklah ringan karena itu berarti mejadi kewajiban baginya untuk mendorong para santri dan pesantren-pesantren di Nusantara meningkatkan kualitasnya agar berkontribusi penuh bagi kedamaian dan kemajuan bangsa di masa mendatang. "Dari rahim pesantren banyak sejumlah ulama besar lahir. Dan kontribusi mereka jelas terhadap bangsa ini, mulai dari zaman penjajahan hingga sekarang," katanya. (kompas.com/5/11/17)

Karena itulah cak Imin sering bersafari ke seluruh pelosok Nusantara demi menyampaikan pesan-pesan keislaman dan kebangsaan agar tidak mudah jatuh pada sikap radikal, gampang menyalahkan pihak lain serta anti NKRI. Baginya menyatunya Islam dan nasionalisme bukanlah barang baru di negara ini bahkan sudah dilakukan oleh para pendiri republik ini sejak awal kemerdekaan. Dari sekian kali ikhtiyar dan istikharah akhirnya disepakati bahwa dasar negara ini adalah Pancasila dan UUD 45.  Hal ini karena tidak mungkin di tengah bangsa yang majmuk ras, agama dan sukunya hanya menempatkan satu dasar agama tertentu dan mengingkari yang lainnya. Pancasila tidak bertentangan dengan Islam justru didalamnya termuat prinsip dan nilai-nilai dasar agama islam; yaitu dari sila pertama, ketuhanan yang maha esa hingga sila kelima keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Oleh karena itu, Tugas Cak Imin sebagai panglima santri Nusantara tidakah mudah. Di samping harus memperkuat kedudukan pesantren dalam menangkal radikalisme dan terorisme juga harus menghilangkan sekat-sekat agama dan kesukuan dalam menjaga perdamaian dan kemajuan bangsa, belum lagi tugas kemanusiaan lainnya, yang selalu menuntut Cak Imin terjun langsung ke masyarakat dan juga ke pemerintahan dalam meyelesaikan persoalan yang ada. Tapi dengan semangat mudanya yang masih menggelora serta pengalamannya sebagai aktivis sosial kemasyarakatan menjadi modal cak Imin dalam menyelesaikan problem yang ada di masyarakat.

Sejarah bangsa ini memang tidak lagi dihadapkan dengan beragam pucuk senjata musuh sebagaimana masa sang jendral besar Sudirman. Tapi persoalan bangsa saat ini tidak lebih ringan dari masa penjajahan dahulu. Meluasnya korupsi dan kolusi hampir di setiap lini, hutang negara yang bertumpuk, gesekan-gesekan sosial dan agama yang semakin meruncing, munculnya radikalisme dan terorisme, menjadi medan jihad baru bagi siapapaun yang menginginkan perbaikan bangsa ini.

Cak Imin menyadari bahwa menjadi panglima santri tidaklah cukup untuk menopang perjuangannya, ia harus tampil lebih tinggi dengan masuk sebagai bagian dari pengambil kebijakan negeri ini. Karena kalau tidak akan semakin sulit memperbaiki kondisi bangsa yang sedang oleng ini. Realitas ini dapat dibaca oleh sekelompok anak muda yang sudah muak dengan segala kebobrokan yang dilakukan oleh para elit badut saat ini. Kemudian kaum muda ini langsung bergerak dan mengusung Cak Imin untuk cawapres. tapi, karena karakter Cak Imin yang tidak suka menonjolkan diri serta belum dapat restu kyai, maka Cak Imin masih terlihat setengah hati dan tidak serta merta mengajukan diri maju sebagai cawapres 2019.

Namun, kalangan anak muda yang tergabung dalam Komunitas Jangkar dan Pro One, dapat menangkap karakter Cak Imin yang tidak suka pamer dan menonjolkan diri meski sudah banyak yang dilakukan dalam membantu masyarakat. Dari pembelaannya terhadap petani tebu, para nelayan, hingga intruksi sebulan gaji DPRI RI dari PKB wajib disumbangkan ke pengungsi Rohingya dan lain sebagainya menunjukkan jiwa sosialnya begitu tinggi.

Para kaum muda ini lantas mendorong Cak Imin untuk lebih tampil kemuka sebagai wakil presiden pada pemerintahan mendatang. Mereka melihat bahwa para pejabat yang banyak terlibat korupsi baik dilegislatif, yudikatfif maupun eksekutif kebanyakan tidak berlatang belakang pesantren sehingga basis moral dan pengetahuan agamanya sangat rapuh. Padahal moralitas adalah pondasi bangsa untuk bisa maju dan sejahtera. Tanpa moralitas yang kuat maka nasib sebuah bangsa hanya akan menghitung hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun