Mohon tunggu...
Lutfi NurAini
Lutfi NurAini Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang nulis

Mampir, baca dan manfaatkan ilmunya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Eksistensi Relasi Gender Masyarakat Arab Pra-Islam

15 Januari 2021   00:30 Diperbarui: 15 Januari 2021   00:45 386
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Seperti yang kita ketahui bersama bahwasanya bangsa arab telah memiliki peradaban jauh sebelum islam muncul disana. Beberapa ahli mengungkapkan bahwa banyak adanya aspek peradaban arab pada masa itu, salah satunya adalah dalam hal relasi gender masyarakat arab pra islam. Relasi gender dalam masyarakat Arab tidak banyak berbeda dengan masyarakat dikawasan sekitarnya. 

Dan struktural keluarga dimana seorang laki-laki memegang kekuasaan mutlak dalam bidang hukum dan ekonomi terhadap seluruh anggota keluarganya yang terdiri dari para isteri, anak-anak dan mungkin para budak yang hidup didalam keluarga tersebut berlangsung sampai abad ke-19. 

Menurut masyarakat Arab kala itu relasi gender ditentukan oleh pembagian peran dan fungsi dalam suatu masyarakat, seperti halnya pada lelaki yang bertugas membela dan mempertahankan seluruh anggota keluarga dan bertanggung jawab memenuhi kebutuhan mereka, berperan sebagai seorang pemipin suatu daerah atau suatu suku dan peran-peran yang lain yang dinilai perempuan tidak dapat melakukan hal-hal yang berhubungan kepemimpinan atau keperkasaan yang ada pada diri seorang lelaki. Sementara peran seorang perempuan hanya sebatas didalam atau disekitar rumah atau kemah-kemah (wilayah domestik).

Munculnya ideologi patriarki dimana sebuah ideologi sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan utama dan mendominasi dalam peran kepemimpinan politik, otoritas moral, hak sosial dan penguasaan properti saat itu menjadi kekuatan seorang laki-laki dalam berperan dan memberikan fungsi dalam kehidupan berumah tangga dan bermasyarakat, yang tentunya mereka memiliki kesempatan dan potensi yang sangat besar menciptakan sebuah prestasi dibandingkan seorang perempuan yang tentunya hal ini juga akan membuat taraf kehidupan yang lebih baik bagi seorang laki-laki. 

Disisi itu para lelaki memiliki tugas tidak hanya mengontrol dalam bidang sosial ekonom, melainkan segala hal terkait kelangsungan hidup para penduduk arab. Adapun salah satu cara dalam menjaga keseimbangan jumlah penduduk pada masa itu agar kondisi ekonomi mereka tetap stabil yakni dengan  cara melakukan pembunuhan bayi perempuan yang dilakukan secara selektif dan proporsional , hal ini juga disindir dalam dua ayat Al Quran, yakni Q. S. Al An'am (6):151 dan Al Isra' (17):31.

Adanya pembunuhan bayi perempuan ini juga tentunya atas dasar beberapa faktor/latar belakang yang menyebabkan mereka melakukan hal seperti itu. Beberapa faktor tersebut mereka melakukan pembunuhan bayi perempuan dikarenakan mereka takut apabila mereka dinikahi oleh orang asing yang berkasta rendah atau bisa disebut dengan seorang budak. 

Faktor yang lain apabila anggota suku peperangan yang akan berakibat anggota keluarga perempuannya menjadi gundit para musuh. Oleh karenanya ide pembunuhan bayi, khususnya bayi perempuan dapat terjadi karena salah satu bentuk kontrol dan penyeimbangan jumlah penduduk dalam masyarakat yang menganut patriarki tradisional, kekhawatiran menimbulkan aib bagi keluarganya.

Ekistensi relasi gender dalam dunia Arab pada masa itu lebih dominan kepada peran seorang laki-laki yang unggul di segala bidang. Hal itu dapat terlihat dari struktural keluarga, sistem ekonom, dan sistem kemasyarakatan yang diterapkan pada saat itu dimana seorang laki-laki lebih memegang segala kekuasaan.

 Namun masih perlu diteliti lebih lanjut asal usul intensitas dominasi laki-laki dalam masyarakat Arab tersebut. Adapun proses peralihan masyarakat matriarkhi (sistem pengelompokan sosial dengan seorang ibu menjadi kepala dan penguasa seluruh keluarga) ke patriarki (sistem pengelompokan sosial tertentu yang mengutamakan laki-laki daripada perempuan) dinilai oleh dua tokoh feminis, berhubungan dengan proses beralihnya kekuasaan Tuhan perempuan. 

Dalam hal ini agama-agama semit dinilai mempunyai peran dalam melakukan proses transformasi tersebut. Namun ada beberapa kalangan feminis lainnya yang gidak setuju menonjolkan agama sebagai faktor dominan, dikarenakan ekologi (ilmu tentang hubungan timbal balik aantara makhluk hidup dan kondisi  alam sekitarnya) dan keadaan sosil budayanya sendiri yang juga mempunyai peranan cukup besar. 

Fenomena keimpangan relasi gender yang terjadi dikalangan masyarakat tidak semata-mata disebabkan oleh faktor agama, yang jelas kalau memang pernah tewujud suatu peralihan dari matriarkhi ke patriarkhi maka hal tersebut berlangsung dalam proses yang panjang, yang tentunya mengalami masa ttransisi dalam bentuk masyarakat bilateral

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun