Bayangkan jika setiap perayaan Maulid di desa-desa, masjid, dan kampung tidak hanya diisi dengan shalawat, tetapi juga dengan diskusi tentang etika kepemimpinan, transparansi, dan partisipasi rakyat. Maka Maulid akan melahirkan kesadaran baru bahwa mencintai Nabi berarti memperjuangkan nilai-nilainya dalam ruang sosial hingga ruang politik.
Politik Rahmatan Lil 'Alamin
Nabi Muhammad hadir sebagai rahmat bagi seluruh alam. Politik yang meneladani beliau pun seharusnya menjadi rahmatan lil 'alamin, membawa kesejahteraan bagi semua kalangan, bukan hanya untuk kelompok tertentu.
Indonesia masih memiliki kesempatan untuk menuju ke arah itu. Generasi muda, para santri, dan kaum intelektual dapat menjadi motor penggerak politik yang lebih beretika. Maulid Nabi bisa menjadi titik berangkat dari cinta yang hanya di bibir, menuju cinta yang diwujudkan dalam tindakan nyata.
Merayakan dengan Tindakan
Akhirnya, merayakan Maulid Nabi tidak cukup dengan mengingat kisah beliau, melainkan dengan menghadirkan keteladanan beliau dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam kehidupan politik.
Ketika kita melihat politik yang penuh intrik, ingatlah kelembutan Nabi. Ketika kita menyaksikan janji palsu, ingatlah kejujuran Nabi. Ketika kita melihat rakyat tertindas, ingatlah keberpihakan Nabi kepada kaum lemah.
Maulid adalah sebuah cermin. Bila kita bercermin dengan jujur, kita akan sadar bahwa politik Indonesia masih jauh dari akhlak kenabian. Tetapi cermin itu juga memberi harapan bahwa selalu ada jalan untuk kembali, asal kita mau menata niat dan menegakkan amanah.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI