Bayangkan sebuah negeri yang sedang diguncang gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal, tapi presidennya justru tampil penuh percaya diri dengan kalimat sakral: "Percayalah, Presidenmu akan bekerja sekeras-kerasnya."
Betapa sejuknya hati ini, meski perut tetap lapar dan cicilan tak kunjung lunas. Karena di negeri yang katanya kaya ini, janji adalah mata uang yang lebih stabil daripada rupiah. Apalagi kalau yang berjanji adalah Presiden. Serius, siapa yang butuh pekerjaan kalau sudah punya janji?
---
Antara Optimisme dan PHK: Drama Cinta Sepihak
Dalam acara HUT ke-27 PKB, Presiden Prabowo tampil meyakinkan. Ia menyatakan akan menjaga agar tidak ada alasan untuk PHK. Ironisnya, saat bibir beliau mengucapkan janji manis tersebut, data dari Kementerian Ketenagakerjaan sudah membisikkan kenyataan pahit: 42 ribu lebih rakyat kehilangan pekerjaan hanya dalam 6 bulan pertama 2025.
Apa itu artinya kita kurang percaya? Atau justru kurang sabar? Bukankah janji politik, seperti cinta dalam drama Korea, memang harus diuji lewat penderitaan?
---
Amerika Salah Lagi?
Seperti biasa, ketika masalah datang, mari cari kambing hitam. Kali ini, kambingnya datang dari Washington. Presiden Trump (yang entah bagaimana bisa comeback) dituding sebagai biang keladi tekanan ekonomi global. Tarif impor katanya membuat ekonomi Indonesia goyah, pabrik tutup, dan buruh dicoret dari absensi. Tapi tenang, masalah kita bukan karena salah urus dalam negeri. Bukan karena investor hengkang. Bukan karena aturan berubah tiap ganti menteri. Semua salah Trump.