Di negeri ini, kita sering menyaksikan pemandangan yang aneh tapi dianggap wajar seperti seseorang yang merasa lebih mulia, lebih benar, lebih suci, bahkan lebih pantas dipatuhi hanya karena mengaku berasal dari garis keturunan tertentu.
Tidak perlu logika, cukup sebutkan nasab. Tidak perlu akhlak, cukup pakai jubah panjang dan turban besar. Tidak perlu kontribusi, cukup duduk di mimbar dan beri isyarat agar tangan-tangan umat mencium lutut bahkan kakinya.
Itulah doktrin gila yang kini hidup subur di berbagai lapisan masyarakat, pengkultusan darah, sebuah kepercayaan bahwa kemuliaan diwariskan secara genetis, bukan dibentuk oleh ilmu, adab, dan perjuangan.
Darah Dijual, Nalar Dikubur
Tak jarang ditemukan kuburan baru yang tiba-tiba dijuluki "makam wali", lengkap dengan mitos-mitos menakjubkan yang lebih mirip cerita Marvel ketimbang kisah nyata. Ada pula orang-orang yang secara sadar memalsukan silsilah demi bisa naik pangkat spiritual. Semua demi satu tujuan: status, kehormatan, dan pengaruh.
Lucunya, di tengah semua kebohongan ini, masyarakat tetap menunduk, mencium tangan, dan membayar mahal demi "berkah" dari orang-orang yang bahkan tidak bisa membedakan mana dalil dan mana dongeng.
Agama Dijadikan Alat, Akal Ditanggalkan
Yang lebih menyedihkan, banyak dari mereka menggunakan agama sebagai tameng. Ayat-ayat dipelintir, hadis-hadis dijadikan senjata, semua demi mempertahankan tahta sosial. Kritik dianggap penghinaan. Pertanyaan dianggap pembangkangan. Yang tidak menjilat disebut durhaka.