Pesantren bukan hanya tempat menuntut ilmu agama. Lebih dari itu, pesantren adalah pusat pembentukan karakter, kemandirian, dan kepemimpinan umat. Di tengah tantangan zaman yang terus berkembang, salah satu hal yang makin penting untuk diperkuat adalah kemandirian ekonomi pesantren. Langkah ini mendapat legitimasi kuat melalui pengesahan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren, yang menegaskan kemandirian ekonomi sebagai salah satu pilar pengembangan pesantren selain pendidikan dan dakwah.Â
Banyak pesantren di Indonesia yang masih bergantung pada donatur, sumbangan orang tua santri, atau bantuan pemerintah. Hal ini membuat pesantren rentan terhadap risiko ketidakpastian di masa depan seperti krisis ekonomi, pangan, dan sebagainya. Beberapa keunggulan jika pesantren memiliki sumber penghasilan sendiri yaitu, dapat lebih independen dalam penyelenggaraan pendidikan tanpa harus bergantung pada bantuan, memberikan beasiswa bagi santri kurang mampu, bisa mengembangkan sarana prasarana pesantren secara mandiri, menjadi pusat pemberdayaan ekonomi masyarakat sekitar.
Pondok Pesantren Shohwatul Is’ad adalah pesantren modern yang menggabungkan pendidikan Islam dengan pendidikan modern dan berwawasan global. Pesantren ini berlokasi di Padanglampe, Kecamatan Ma'rang, Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan. Pondok Pesantren ini merupakan salah satu dari tiga pesantren di Sulawesi Selatan yang berada di bawah naungan BI (Bank Indonesia). Pembiayaan operasional pesantren ini menggunakan dana SPP (Sumbangan Pembiayaan Pendidikan) dari para santri. Selain menggunakan dana SPP pesantren Shohwatul Is’ad juga memiliki beberapa unit usaha diantaranya pertanian, peternakan, perikanan, perkebunan, dan olahan pangan yang hasilnya digunakan untuk kebutuhan santri dan pemasukan yayasan.Â
Di tengah derasnya arus globalisasi dan modernisasi ekonomi yang kerap kali menempatkan keuntungan sebagai satu-satunya orientasi, nilai-nilai spiritual dan etika seringkali terpinggirkan. Terdapat sebuah pesantren yang berlokasi di Padanglampe, Kecamatan Ma'rang, Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan, ialah Pondok Pesantren Shohwatul I'sad. Sebuah lembaga pendidikan Islam di bawah naungan Bank Indonesia yang tidak hanya mencetak santri yang pandai membaca Al-Qur'an, tetapi juga pandai mengelola lahan pertanian, beternak, hingga menjalankan bisnis secara syariah.
Yang membedakan Shohwatul I'sad dari banyak lembaga pendidikan lainnya adalah filosofi dasarnya: tazkiyat al-nafs, atau penyucian jiwa. Ini bukan sekedar konsep spiritual belaka, tapi menjadi landasan dalam pengelolaan ekonomi pesantren. Usaha harus dijalankan dengan niat yang lurus, cara yang halal, dan tujuan yang memberdayakan. Dengan prinsip ini, pesantren ini kemudian mengembangkan berbagai unit usaha seperti pertanian organik, peternakan sapi dan ayam petelur, perikanan, hingga pengolahan pangan. Semua usaha ini dikelola secara kolektif oleh santri, pengurus pesantren, hingga dibantu masyarakat sekitar.
Santri di sini tidak hanya belajar akademik di kelas, tetapi mereka benar-benar turun ke lapangan: mulai dari bercocok tanam dengan metode organik, memelihara ternak, hingga mengelola distribusi hasil panen secara baik. Sistem pembelajaran langsung ini menciptakan generasi santri yang tidak hanya menguasai ilmu agama tetapi juga memiliki keterampilan wirausaha yang mumpuni. Â
Meski telah menunjukkan keberhasilan, perjalanan pesantren ini tidak tanpa tantangan. Produk olahan mereka yang lebih alami dan sehat seringkali kalah bersaing harga dengan produk massal di pasaran. Keterbatasan sumber daya manusia juga terasa ketika harus mengelola usaha yang semakin berkembang. Pengalaman pahit pernah mereka alami ketika usaha peternakan kambing gagal akibat masalah teknis.
Kisah Pesantren Shohwatul I’sad menjadi bukti nyata bahwa pesantren bisa menjadi pusat pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Dengan menggabungkan pendidikan agama dan keterampilan praktis, melibatkan masyarakat, serta terbuka terhadap inovasi, pesantren tidak hanya mencetak generasi yang alim tetapi juga mandiri secara finansial. Model seperti ini patut menjadi inspirasi bagi pesantren-pesantren lain di Indonesia untuk turut berkontribusi dalam membangun perekonomian umat yang berkeadilan.
Agar potensi ekonomi pesantren seperti Shohwatul I’sad dapat berkembang secara optimal dan berkelanjutan, diperlukan sejumlah langkah strategis yang terintegrasi antara aspek pendidikan, manajemen usaha, dan keterlibatan masyarakat. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap praktik ekonomi di lingkungan Pesantren Shohwatul I’sad, berikut beberapa solusi dan rekomendasi yang dapat dijadikan pijakan ke depan:
Integrasi Kurikulum Kewirausahaan Syariah
Shohwatul I’sad telah mengimplementasikan pendekatan pembelajaran yang menggabungkan pendidikan agama dengan praktik ekonomi syariah. Santri tidak hanya mempelajari teori di kelas, tetapi juga terlibat langsung dalam unit-unit usaha pesantren, seperti pertanian organik, peternakan, dan koperasi. Pendekatan ini perlu diperkuat dengan pengembangan kurikulum kewirausahaan syariah yang lebih terstruktur, sehingga santri dapat memahami prinsip-prinsip ekonomi Islam secara mendalam dan aplikatif.Pengembangan Kapasitas Melalui Pelatihan dan Lokakarya
Untuk meningkatkan keterampilan teknis dan manajerial para santri serta pengelola usaha, pesantren perlu rutin menyelenggarakan pelatihan dan lokakarya kewirausahaan, manajemen usaha, pemasaran digital, dan literasi keuangan syariah. Kerja sama dengan lembaga eksternal seperti perguruan tinggi, Lembaga Amil Zakat, atau dinas terkait dapat memperkaya materi dan membuka jejaring yang lebih luas bagi para peserta.Optimalisasi Peran Koperasi dan Unit Usaha Pesantren
Koperasi pesantren dapat dijadikan sebagai wadah strategis untuk menyatukan berbagai unit usaha di bawah manajemen yang lebih profesional dan transparan. Penguatan koperasi akan mendukung sistem distribusi hasil produksi, memperluas akses pasar, dan memperkuat rantai pasok yang efisien. Selain itu, koperasi juga dapat menjadi sarana simpan pinjam berbasis syariah yang membantu pembiayaan usaha santri dan masyarakat sekitar.Digitalisasi dan Ekspansi Pasar
Di era ekonomi digital, penting bagi pesantren untuk mulai menerapkan teknologi informasi dalam pemasaran dan manajemen usaha. Penggunaan media sosial, e-commerce, dan sistem keuangan digital dapat membantu memperluas jangkauan produk dan meningkatkan efisiensi operasional. Untuk itu, santri dan pengelola perlu diberikan pelatihan digital marketing serta pemanfaatan platform jual-beli daring yang sesuai prinsip syariah.Kolaborasi Multipihak
Pengembangan ekonomi pesantren memerlukan dukungan lintas sektor, termasuk dari pemerintah daerah, BUMDes, lembaga keuangan syariah, dan organisasi masyarakat sipil. Shohwatul I’sad dapat menjadi model kolaboratif di mana pesantren berperan sebagai pusat pemberdayaan, sementara pihak luar memberikan dukungan berupa pendampingan teknis, modal usaha, dan akses pasar yang lebih luas.Monitoring dan Evaluasi Berkala
Agar seluruh program pemberdayaan berjalan efektif, diperlukan sistem monitoring dan evaluasi yang terstruktur. Dengan memantau perkembangan setiap unit usaha dan program pelatihan, pesantren dapat mengidentifikasi tantangan lebih dini, melakukan perbaikan berkelanjutan, dan menyusun strategi jangka panjang yang adaptif terhadap perubahan lingkungan.
Pesantren Shohwatul I’sad di Sulawesi Selatan membuktikan bahwa lembaga pendidikan berbasis agama dapat memainkan peran strategis dalam pembangunan ekonomi berbasis komunitas. Melalui pengelolaan unit usaha terpadu seperti pertanian, peternakan, dan koperasi, pesantren ini tidak hanya membiayai operasional internal, tetapi juga memberdayakan santri dan masyarakat sekitar secara ekonomi.Â
Integrasi antara pendidikan agama dan praktik ekonomi syariah yang dilakukan secara langsung oleh para santri telah melahirkan generasi yang tidak hanya religius tetapi juga mandiri secara finansial. Untuk mengoptimalkan potensi ekonomi pesantren secara berkelanjutan, diperlukan langkah strategis seperti penguatan kurikulum kewirausahaan syariah, pelatihan teknis, digitalisasi usaha, penguatan koperasi, kolaborasi multipihak, serta sistem monitoring dan evaluasi yang terstruktur. Shohwatul I’sad menjadi contoh bahwa kekuatan ekonomi bisa tumbuh dari akar rumput dan bernilai spiritual tinggi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI