Metode yang dikembangkan oleh Bergson dan Plotinus ini sering dikatakan tidak bertumpu pada intelek dan rasionalisasi manusia, tetapi tidak bersifat anti-intelektual. Manusia terkadang harus mengambil jarak dan berjauhan dengan logika, serta menyerahkan diri pada kemurnian kenyataan dan keaslian fitrah manusia.
Bukan berarti pula bahwa logika harus dibungkam dan rasio ditinggalkan. Tetapi metode ini mengajak kita berpikir dalam semangat untuk bisa menganalisis suatu keyakinan tanpa terjerat oleh rasio dan logika. Agak sulit untuk dibayangkan namun akan mengalir ketika dicoba dilakukan.
3. Metode Skolastik
Metode ini berkembang pada Abad Pertengahan. Thomas Aquinas (1225-1247) merupakan salah satu penganjurnya. Pada masa Klasik, Aristoteles juga dikatakan sebagai pengguna metode ini. Sesuai dengan namanya, metode skolastik menunjukkan kaitan yang erat dengan metode mengajar.
Seseorang (biasanya seorang guru/senior) akan membacakan atau mengutarakan suatu pokok bahasan filsafat. Kemudian pokok bahasan tersebut akan diberi penafsiran dan komentar oleh filsuf lain. Agar topik dipahami, semua istilah, ide dan kenyataan dirumuskan, dibedakan dan diuji dari segala sisi.
Segala pro dan kontra kemudian dihimpun dan dibandingkan. Melalui proses ini, yang disebut “lectio” diharapkan tercapai suatu pemahaman baru yang lebih baik. Namun, jika tidak berhasil, maka akan dilanjutkan ke tahap “disputatio” atau perdebatan.
4. Metode Filsafat Matematis
Descartes menyebut metode ini dengan sebutan “metode analistis”. Menurut Descartes ada keteraturan dan ketersusunan alami dalam kenyataan yang berhubungan dengan pengertian manusia. Ketersusunan alam ini dapat diungkapkan dengan cara penemuan (via inventionis).
Penemuan itu ditemukan dengan cara melakukan empiris rasional, atau mencari hal nyata yang telah dialami oleh seseorang. Metode ini mengintegrasikan segala kelebihan logika, analisa geometris dan aljabar dan menghindari kelemahannya.
5.Metode Empiris-Eksperimental
Para penganut empiris sangat dipengaruhi oleh sistem dan metode Descartes, terutama dalam menekankan data kesadaran dan pengalaman individual yang tidak dapat diragukan lagi. Bagi mereka, pengalaman (empeiria) adalah sumber pengetahuan yang lebih dipercaya ketimbang rasio.