Mohon tunggu...
Lutfiah Safitri
Lutfiah Safitri Mohon Tunggu... mahasiswa

saya memiliki hobi membaca

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Antara Garis Pangkal Dan Batas Negara : Dinamika Laut Teritorial Indonesi

13 Oktober 2025   06:00 Diperbarui: 13 Oktober 2025   06:05 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki kekayaan laut yang luar biasa. Luas dari laut Indonesia bahkan lebih besar dibandingkan luas daratannya. Letak Indonesia juga sangat strategis karena menghubungkan Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Salah satu hal yang diatur dalam hukum laut internasional adalah mengenai laut teritorial. “Setiap negara berhak menetapkan lebar laut teritorialnya hingga suatu batas yang tidak melebihi 12 mil laut, diukur dari garis pangkal yang ditentukan sesuai dengan konvensi,”(Syafrinaldi, 2023 : 2) Seperti yang dijelaskan oleh Eva Johan (2009) dalam Jurnal Dinamika Hukum, garis pangkal adalah garis darimana batas terluar laut teritorial dan zona laut Negara pantai lainnya (zona tambahan, zona eksklusif perikanan dan zona ekonomi eksklusif) diukur.

Disinilah muncul persoalan: bagaimana Indonesia mengatur laut teritorialnya? Apakah hanya sebatas garis di peta, atau benar-benar bisa dimanfaatkan dan dijaga sebagai bagian dari kedaulatan negara? Tulisan ini akan membahas dinamika laut teritorial Indonesia dengan melihat persoalan garis pangkal, batas negara, serta tantanguê dan peluang yang menyertainya.

Menurut United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982, laut teritorial adalar perairan sejauh 12 mil last dari garis pangkal. Indonesia sendiri menetapkan garis pangkal kepulauan sesuai statusnya sebagai negara kepulauan (archipelagic state). Artinya, semua perairan di antara pulau-pulau besar Indonesia diakui sebagai perairan dalam negeri.

Namun, penentuan garis pangkal ini tidak selalu mudah. Banyak negara tetangga yang berbatasan langsung dengan Indonesia, sehingga perlu dilakukan perundingan untuk menentukan di mana batas laut teritorial masing-masing negara. Di sinilah letak dinamika: garis pangkal menjadi dasar klaim kedaulatan, tetapi batas negara tetap harus disepakati bersama melalui diplomasi.

Ada banyak sekali tantangan dalam laut teritorial Indonesia diantaranya adalah, sengketa batas laut. Beberapa wilayah Indonesia masih menghadapi negosiasi panjang dengan negara tetangga, misalnya sengketa batas laut antara Indonesia dan Malaysia. Hal ini sering memicu ketegangan, bakhan kadang memunculkan insiden di lapangan. Masalah ini kerap kali terjadi dikarenakan banyak hal diantaranya adalah sebagaimana yang ditegaskan oleh Mangisi Simanjuntak (2024) dalam Jurnal Honeste Vivere, adanya penafsiran dan penerapan UNCLOS 1982 yang berbeda dari masing-masing negara, juga dikarenakan adana klaim historis atau non yuridis lainnya. Hal ini sering berujung pada insiden lapangan, seperti patroli perairan yang bersinggungan atau bahkan penangkapan nelayan asing. Sebagaimana dinyatakan oleh Effendi (2020) dalam Jurnal Hukum Internasional, “Negosiasi batas maritim sangat dipengaruhi oleh faktor politik dan sejarah, bukan semata-mata aspek hukum.” Masalah sengketa batas laut sangat sering sekali terjadi di Indonesia contohnya adalah perbatasan laut di Selat Malaka, Laut Natuna Utara, dan Laut Sulawesi. “Sebagian besar percataran laut Indonesia masih belum disepakati sepenuhnya, sehingga meniptakan area abu-abu yang rawan Konflik,” (Purnomo, 2021 : 74)

Selanjutnya masalah ilegal fishing. Banyak kapal asing masuk ke laut teritorial Indonesia tanpa izin untuk menangkap ikan. Padahal, laut Indonesia sangat kaya akan sumber daya perikanan. Kerugian negara akibat pencurian ikan ini bisa mencapai triliunan rupiah setiap tahunnya. Dalam penelitian yang dipublikasikan di Jurnal Supermasi Hukum, Irene Mariane (2020) menegaskan bahwa maraknya kegiatan ilegal fishing yang terjadi di Kawasan perairan di Indonesia disebabkan oleh banyak faktor, antara lain karena tingginya kebutuhan sumber bahan baku ikan di negara pelaku ilegal fishing. Baharuddin (2019) mdenyebutkan bahwa “kelemahan dalam sistem pengawasan laut Indonesia menciptakan ruang terbuka bagi eksploitasi ilegal oleh pihak asing."

Masalah yang sering terjadi selanjutnya adalah aspek keamanan maritim. Laut teritorial bukan hanya soal ikan, tapi juga jalur keluar masuk harang dan orang.  Seperti yang dijelaskan oleh Tirtosudarmo (2021:91), “Posisi geografis Indonesia menjadikannya titik strategis perlintasan global, namun juga rentan terhadap penyelundupan dan kejahatan lintas batas.” Penyelundupan narkoba, perdagangan manusia, hingga ancaman terorisme bisa saja terjadi lewat laut. Sayangnya, kemampuan patrol dan pengawasan laut Indonesia masih terbatas dibandingkan luas wilayah yang harus dijaga.

Selanjutnya, masalah tantangan geopolitik. Letak strategis Indonesia membuat laut teritorialnya menjadi bagian penting dalam peta politik international. Misalnya, isu Laut Cina Selatan yang terus panas bisa berdampak pada keamanan wilayah perairan Indonesia, terutama di Natuna. Sebagaimana ditegaskan oleh Ririn Ardil & Akbar Kurnia Putra (2020) dalam Journal of International Law, klaim nine-dash line oleh Cina atas laut natura utara merupakan klaim sembilan garis putus-putus yang dibuat secara sepihak oleh negara Cina di laut Cina Selatan. Claim China terhadap nine-dash line tidak relevan atau tidak sesuai dengan ketentuan UNCLOS 1982

Di balik tantangan, laut teritorial juga menyimpan banyak peluang. Pertama, dari segi ekonomi, laut teritorial kaya akan sumber daya alam, baik ikan maupun energi. Jika dikelola dengan bijak, ini bisa menjadi modal besar untuk kjesejahteraan mayarakat pesisir.

Kedua, dari posisi strategis, laut Indonesia dilalui Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) yang menjadi jalur perdagangan international. Hal ini memberi peluang bagi Indonesia untuk memperkuat peranya sebagai poros maritim dunia.  Menurut Nugroho (2021 : 84), “ALKI menjadikan Indonesia sebagai pengedali jalur laut internasional, sehingga memiliki posisi strategis dalam perdagangan dunia.” Dan juga terdapat pernyataan “Indonesia telah berhasil menetapkan aksis (sumbu) dari tiga Alur Laut Kepulauan Indonesia melklui perairan Nusantara (perairan kepulauan) dan laut teritorialnya yang bersangkutan,” (Dikdik Mohamad Sodik, 2014: 67)

Ketiga, dari aspek diplomasi, laut teritorial bisa menjadi sarana memperkuat kerja sama dengin negara lain. Ardika (2018) menyebut bahwa “Indonesia memiliki peluang memperykuat perannya sebagai pemimpin dalam tata keloly laut regional melalui pendekatan diplomasi maritim.” Indonesia dapat menunjukkan perannya sebagai negara kepulauan yang aktif memperjuangkan prinsip hukum laut international.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun