Mohon tunggu...
Nurfadhilah
Nurfadhilah Mohon Tunggu... Konsultan - Beramal demi ridha Allah
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Seorang ibu rumah tangga dan pemerhati dunia Islam

Selanjutnya

Tutup

Nature

Solusi Tuntas Banjir

15 Februari 2020   08:36 Diperbarui: 15 Februari 2020   08:30 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
nasional.kompas.com

Banjir Jakarta menjadi bencana alam yang mengawali tahun 2020. Banjir besar semacam ini bukanlah hal baru di Jakarta. Setidaknya sebelum ini, ada empat banjir besar dalam sejarah DKI Jakarta yaitu yang terjadi pada tahun 2002, 2007, 2013 dan 2014. Jika dilihat dari korban meninggal dunia, sebaran titik banjir hingga jumlah pengungsi, sebenarnya yang banjir terparah terjadi pada tahun 2007. 

Pada tahun 2007, jumlah kelurahan terdampak mencapai 199 kelurahan, jumlah pengungsi ada 522.569 jiwa dan korban meninggal dunia berjumlah 48 orang. Di tahun ini, jumlah pengungsi berada di angka 31.233 orang, jumlah kelurahan yang terdampak ada 157 kelurahan dan korban meninggal dunia ada 16 jiwa. Tahun ini lebih sedikit area terdampak dan korban jiwa dibandingkan dengan banjir yang terjadi di tahun 2007. (tirto.id)

Ada anomali curah hujan yang ekstrem sehingga banjir tahun ini berbeda dengan banjir pada tahun 2007. Tahun ini, curah hujan mencapai angka 377 milimeter per hari sedangkan ditahun 2007 hanya mencapai 340 milimeter per hari. (regional.kontan.co.id)

Curah hujan yang ekstrem sebenarnya, dinilai bisa tertampung  jika drainase (saluran air) DKI Jakarta berfungsi.  Namun,  berdasarkan Pengamat Tata Kota Nirwono Yoga, hanya 33% saluran air yang berfungsi dengan baik di Jakarta. (tirto.id)

Ruang terbuka Hijau (RTH) yang notabene sebagai daerah resapan air perkotaan tidak ideal. RTH di Jakarta seharusnya mencapai angka 30% namun kenyataannya RTH yang tersedia hanya 9,98 persen. (kumparan.com)

Gedung-gedung yang seharusnya merencanakan sumur resapan sebelum pembangunan, melanggar ketentuan. Dalam inspeksi yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta, pada April 2018 hanya ada 37 dari sekitar 70-an gedung di sepanjang Sudirman-Thamrin yang memiliki sumur resapan. Dari 37 itu, ternyata hanya 1 gedung yang sumur resapannya memenuhi ketentuan.(tirto.id)

Menarikmya, sebelum banjir terjadi di Pemerintahan Pusat, Menteri Agraria dan Tata Ruang / Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil mencanangkan adanya penghapusan AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) dan IMB ( Izin Mendirikan Bangunan ) dalam pembangunan. 

Hal ini, untuk menyederhanakan administrasi dan mempermudah pengusaha untuk berinvestasi di Indonesia. Hal ini, masih jadi bahan diskusi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya. (bisnis.tempo.co)

Dalam menghadapi banjir, beberapa program andalan sudah dibuat dan dilaksanakan oleh pemerintah meski keadaannya belum rampung dan membuahkan hasil. Misalnya saja, normalisasi Sungai Ciliwung yang di gagas Gubernur sebelum Anies, Basuki Tjahaya Purnama (Ahok), ataupun naturalisasi Sungai Ciliwung yang di gagas Anies Baswedan, Gubernur DKI Jakarta saat ini. 

Selain itu, pemerintah pun sedang merampungkan proyek bendungan Sukamahi yang berlokasi di Ciawi-Sukamahi, Bogor. Harapannya bendungan tersebut mampu menahan banjir kiriman dari Bogor ke Jakarta. Yang ditargetkan akhir Desember 2019 rampung, namun belum selesai hingga banjir di awal 2020 menimpa Jakarta dan sekitarnya. Lalu, ada program lain yaitu membuat sodetan Sungai Ciliwung ke Banjir Kanal Timur, peninggian jalan dan pembuatan gorong-gorong. 

Secara teknis dan kepakaran, pemerintah sudah melakukan daya upayanya untuk mengatasi banjir, tetapi memang tidak cukup hanya dengan solusi teknis dan pragmatis. Karena Banjir bukan sekedar bencana alam yang trjadi akibat aktivitas alam semata, namun berdasarkan fakta-fakta dalam pemaparan diatas, masih banyak perilaku manusia yang melanggar kebijakan sehingga tidak selaras dengan alam. 

Bahkan kebijakan yang dibuat seolah menabrak keseimbangan alam demi kepentingan pihak-pihak tertentu salah satunya dalam wacana penghapusan AMDAL ( Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) dan IMB (Izin Mendirikan Bangunan), pemerintah terang-terangan mengungkapkan bahwa penghapusan tersebut bertujuan untuk memudahkan para investor, sedangkan para investor atau pengusaha ini tidak selalu berasal dari pengusaha berlatarbelakang perusahaan pribumi.

Sehingga solusi praktis ketika kita berbicara banjir maka pemerintah harus berani menghadapi para pengusaha yang melanggar kebijakan. Karena seringkali, kebijakan pemerintah tidak ditaati oleh para pengusaha dengan berbagai alasan. 

Salah satunya mengenai penyediaan sumur resapan di wilayah  Jakarta Timur berdasarkan penuturan Walikotanya ada Mall yang berdiri diatas di area sumur resapan, hal ini tentu melanggar kebijakan Pemerintah, namun Pemerintah hanya mendata dan abai tanpa memberlakukan sanksi tegas terhadap pendirian Mall tersebut.

Selanjutnya, para penguasa harus memiliki modal yang besar  karena untuk menjalankan program-programnya dengan mengambil kembali apa yang menjadi kekayaan umum untuk dikelola negara dengan tujuan menyejahterakan masyarakat dan para penegak hukum pun harus adil dalam melaksanakan kebijakan yang ada. 

Tidak tumpul ke atas dan tajam ke bawah, tidak memberi subsidi pada para pengusaha namun untuk rakayt kecil dicabut subsidi dan menarik pajak yang tinggi. Terakhir, kebijakan atau hukum yang diterapkan bukanlah hukum buatan manusia, karena sejatinya yang mengetahui kerusakan pada diri manusia hanyalah Allah. 

Maka kita wajib menerapkan apa yang Allah perintahkan di muka bumi ini, agar bumi sebagai tempat tinggal kita, ridho untuk menjadikan kita sebagai Khalifah di bumi.

Dan mengatasi bencana perlu kesadaran secara komprehensif dari masyarakat, ketika masyarakat sadar bahwa bumi ini milik Allah dan harus dikembalikan pengelolaannya dengan aturan Allah, maka dalam berbagai segi kehidupan akan dikembalikan kepada aturan Nya.

Negara yang mengatur pengelolaannya dengan aturan Allah dari sisi ekonomi, pendidikan, pemerintahan hingga hubungan internasional akan diatur berdasarkan Islam. Infrastruktur yang dibangun didalam negara akan dikembangkan berdasarkan riset kebutuhan masyarakat bukan berasal dari dorongan investasi asing berbalut hutang. 

Dalam segi pendidikan, masyarakat akan didorong untuk senantiasa berinovasi dalam mengembangkan teknologi sebagai usaha untuk menghadapi bencana dengan penataan kota dan lingkungan berdasarkan ilmu dan tuntutan syariat. 

Serta dalam pemerintahan akan ada kebijakan yang mengatur pembangunan berdasarkan tata kota yang tidak akan merusak alam. Hal ini, bisa tercermin dalam masa kejayaan Islam yakni Khilafah Islamiyyah yang mampu menanggulangi bencana dari mulai pencegahan hingga pasca bencana.

Dalam pencegahannya Khilafah Islamiyyah memiliki konsep tata kota yang menyesuaikan dengan alam, hal ini terlihat bagaimana Rasulullah membangun Kota Madinah. 

Bangunan yang pertama beliau bangun adalah masjid dan tempat tinggal beliau lalu pasar untuk ketahanan ekonomi masyarakatnya. Dan bangunan-bangunan tersebut dibangun berdasarkan orientasi angin agar saat malam hari terasa sejuk masuk ke dalam jendela-jendela karena untuk mensiasati ekosistem gurun.

Pencegahan bencana dalam pembuatan bendungan, kanal, dan penyediaan kawasan resapan air disedikan oleh Kekhilafahan. Jikapun ada wilayah yang harus direlokasi, maka Khilafah siap dengan menyediakan kompensasi untuk warga negaranya. 

Karena dalam Kekhilafahan harta milik negara dikelola berdasarkan kebutuhan warga negaranya bukan kepentingan asing dan segelintir orang. Salah satu sumber pendapatan Kekhilafahan adalah dari pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) yang dikelola dengan baik oleh negara sehingga mampu mencukupi kebutuhan rakyatnya.

Tidak hanya teknis dalam perencanaan tata kota dan penyediaan infrastruktur pencegah bencana, Khilafah juga mengedukasi warga negaranya tentang menjaga lingkungan dan hidup sehat dan bersih. 

Kekhilafahan juga akan mendorong warga negaranya untuk melakukan riset dan mengamalkan keilmuannya untuk mengatasi bencana, serta mendorong individunya untuk berinovasi mengembangkan teknologi tanggap bencana, Kekhilafahan juga akan memfasilitasi para peneliti untuk pengembangan tersebut.

Selain itu, Kekhilafahan tetap siaga dalam menyiapkan tim SAR ( Search and Rescue ) apabila bencana tetap terjadi dan dalam penanganan pasca bencana Khilafah Islam tetap siaga mengirimkan tim SAR ini ke lokasi bencana dengan dibekali pengetahuan dan teknologi yang mumpuni serta Khilafah Islam juga selain memberikan bantuan untuk memenuhi hajat hidup para korban bencana akan menyebarkan para alim ulamanya untuk menguatkan keimanan para korban bencana dengan memberikan nasehat dan tausyiah-tausyiah agar para korban bencana tetap bersabar dan menerima qodho sehingga tetap terjaga aqidah dan syariat dalam dirinya.

Begitulah gamabaran bagaimana mengatasi bencana secara komprehensif, dengan mengembalikan bumi ini diatur dengan aturan Pencipta. Karena hanya dengan aturan allah, semua akan kembali sesuai fitrahnya. 

Dan, pengaturan tataran kehidupan yang detail dan rinci ini yang tidak ditemukan oleh bangsa manapun selain yang pernah diterapkan dalam Kekhilfahan Islam, semoga bisa kembali diatur dalam naungan Khilafah untuk berkhidmat melaksanakan Islam secara Kaffah.

By. Yauma Bunga Yusyananda (Alumni Prodi Arsitektur UPI)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun