Mohon tunggu...
Luna Septalisa
Luna Septalisa Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar Seumur Hidup

Nomine Best in Opinion 2021 dan 2022 | Penulis amatir yang tertarik pada isu sosial-budaya, lingkungan dan gender | Kontak : lunasepta@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Jalan Terjal Perempuan di Ranah Politik yang Penuh Kekerasan

11 Februari 2023   04:30 Diperbarui: 12 Februari 2023   05:15 597
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penambahan kuota perempuan dalam institusi pemerintahan akan percuma kalau tidak diimbangi dengan pemenuhan hak atas ruang aman bagi mereka untuk bekerja.

Keterlibatan perempuan dalam dunia politik kerap terbentur budaya patriarki, misoginisme dan seksisme.

Perempuan yang aktif berpolitik dianggap menelantarkan keluarga karena lebih peduli pada karier politiknya.

Kalau ia sosok perempuan yang berani dan kritis, pendapatnya disepelekan seolah ia tidak cukup kompeten untuk berpendapat demikian. Dianggap kebablasan dan terlalu emosional sedangkan argumennya punya landasan data dan fakta yang valid.

Belum lagi kalau harus berhadapan dengan politisi laki-laki yang patriarkis dan konservatif. Kebijakan sebagus apapun pasti akan dibenturkan dengan isu moralitas dan agama dengan maksud untuk membungkam suara mereka.

Dengan kondisi dunia politik yang tidak ramah pada perempuan, bagaimana mereka bisa bekerja secara profesional dan maksimal?


Kita berharap ada sosok Srikandi politik yang berintegritas, kritis, peka dan progresif terhadap isu-isu kesetaraan, tapi di sisi lain, beberapa politisi perempuan seolah hanya menjadi "pemanis" untuk mendulang suara. Terlebih para caleg perempuan yang berasal dari dunia hiburan.

Berbeda dengan capres-cawapres yang pilihannya hanya 2 paslon, dari sekian nama dan foto caleg yang terpampang di surat suara, tidak semua kita tahu profil dan rekam jejaknya. Berhubung yang dikenal cuma si artis, akhirnya suara diberikan untuk si artis agar bisa lolos ke Senayan.

Dan yang lebih memprihatinkan lagi adalah tidak semua politisi perempuan punya pemahaman yang baik tentang pengarusutamaan gender dalam kebijakan publik.

Kekerasan Politik terhadap Perempuan dan Maskulinitas yang Rapuh

Ranah politik itu sebetulnya tidak berjenis kelamin dan tidak bergender. Namun, selama ini terlanjur diyakini sebagai arena laki-laki atau ranah yang maskulin sehingga perempuan sebaiknya disingkirkan dari ranah tersebut.

Kekerasan terhadap perempuan di ranah politik justru menunjukkan maskulinitas yang rapuh, lemah dan pengecut. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun