Mohon tunggu...
Luna Septalisa
Luna Septalisa Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar Seumur Hidup

Nomine Best in Opinion 2021 dan 2022 | Penulis amatir yang tertarik pada isu sosial-budaya, lingkungan dan gender | Kontak : lunasepta@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Tren Aktivisme Lingkungan Meningkat, Mengapa Kesadaran Krisis Iklim Masih Rendah?

1 Februari 2023   04:30 Diperbarui: 3 Februari 2023   13:50 849
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sayangnya, pemberitaan isu lingkungan dan krisis iklim di Indonesia kerap terbentur oleh sejumlah hambatan yang sifatnya struktural dan sistemik, seperti kurangnya pengetahuan jurnalis tentang isu lingkungan dan krisis iklim, biaya peliputan yang mahal, model bisnis yang digunakan oleh media hingga tersandera kepentingan pengiklan dan investor. 

Jangankan menulis artikel investigasi atau analisis lingkungan yang mendalam, kritis dan utuh, menulis yang singkat saja sulit karena kurangnya pengetahuan terkait isu tersebut.

Alih-alih mengulas dan mengaitkan  dengan masalah krisis iklim, deforestasi atau hal lain yang lebih kompleks dan mendalam, liputan bencana banjir seringkali hanya berkutat pada deskripsi peristiwa dan opini pejabat publik serta tanggapan masyarakat. 

Akhirnya, publik lagi-lagi hanya tahu kalau banjir di suatu daerah terjadi karena cuaca ekstrem, hujan berhari-hari atau sungai meluap.

Mengutip dari Remotivi, contoh pembingkaian isu lingkungan yang baik dapat kita temukan di beberapa media internasional. 

Al-Jazeera membingkai perubahan iklim sebagai peristiwa yang lebih berbahaya dari konflik karena menyebabkan banyak penduduk tersingkir dari tempat tinggalnya. 

The Guardian mengubah penyebutan "perubahan iklim" (climate change) menjadi "darurat iklim/krisis iklim/gangguan iklim" (climate emergency/climate crisis/climate breakdown) dan "global warming" menjadi "global heating" dalam semua artikelnya karena dirasa lebih akurat dalam menggambarkan situasi yang sedang terjadi. 

Media Brazil tidak memberi tempat bagi pandangan pihak-pihak yang masih mempertanyakan kebenaran krisis iklim. Pandangan ilmuwan, organisasi lingkungan dan PBB adalah sumber-sumber utama dalam pemberitaan mereka. Hasilnya, kesadaran publik tentang krisis iklim meningkat drastis.

3. Kesenjangan Akses Informasi dan Pengetahuan

Isu lingkungan dan krisis iklim di Indonesia merupakan unpopular issue yang pemberitaannya dianggap tidak menjual sehingga mudah dan cepat tenggelam oleh pemberitaan lain. Popularitasnya kalah dengan isu-isu politik (apalagi di tahun-tahun jelang pesta demokrasi lima tahunan), hukum dan ekonomi.

Kondisi geografis, sosial, budaya dan ekonomi yang beragam juga mempengaruhi akses masyarakat terhadap informasi dan pengetahuan mengenai isu lingkungan dan krisis iklim.

Masyarakat yang berpendidikan, kelas menengah ke atas atau kaum milenial dan gen Z urban lebih mungkin memiliki kemudahan akses, baik itu lewat pendidikan formal, bergabung dengan komunitas atau mengonsumsi informasi dan terlibat aktivisme digital di media sosial. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun