Mohon tunggu...
Luna Septalisa
Luna Septalisa Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar Seumur Hidup

Nomine Best in Opinion 2021 dan 2022 | Penulis amatir yang tertarik pada isu sosial-budaya, lingkungan dan gender | Kontak : lunasepta@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Perlukah Negara Mengatur Urusan Privat Warganya?

9 Desember 2022   08:54 Diperbarui: 15 Desember 2022   03:45 530
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi urusan privat warga negara diatur dalam hukum pidana-photo by Ekaterina Bolovtsova from pexels

Sebelum RKUHP ini disahkan saja, korban pemerkosaan sudah sering dikriminalisasi. Laporannya tidak kunjung diproses dengan dalih kurang bukti, korban mendapat pertanyaan yang menyudutkan dan parahnya lagi disuruh menikah dengan pelaku.

Lalu, bagaimana jika persetubuhan yang dimaksud adalah secara konsensual, seperti perselingkuhan dan kohabitasi? Yang dimaksud dengan tinggal bersama layaknya suami istri itu yang bagaimana?

Meski berlaku delik aduan seperti pasal 411, pasal 412 tentang kohabitasi juga berpotensi menjadi pasal karet yang mengkriminalisasi pasangan yang pernikahannya tidak tercatat secara hukum. 

Pernikahan masyarakat penghayat kepercayaan termasuk di dalamnya. Pencataatn pernikahan mereka kerap terkendala urusan administrasi hanya karena kolom agama di KTP berisi tanda setrip (-). 

Memang sih, sudah ada PP Nomor 40 Tahun 2019 tentang Administrasi Kependudukan yang didalamnya juga mengakui dan mengatur tata cara pernikahan antar penghayat kepercayaan .Entah bagaimana implementasinya di lapangan. 

Implementasi Pasal Perzinaan dan Kohabitasi

Saya tidak bilang bahwa zina dan kohabitasi itu halal atau semacamnya. Yang saya ingin katakan adalah zina dan kohabitasi adalah urusan privat masing-masing.

Soal perselingkuhan, misalnya, yang sanksinya juga diatur dalam Pasal 284 ayat 1 KUHP lama. Namun, bagaimana implementasinya?

Entah benar atau salah, alih-alih melaporkan perselingkuhan pasangan, kalau tidak langsung mengurus perceraian ya memaksakan diri bertahan dalam pernikahan. 

Nah, yang tetap bertahan dalam pernikahan inilah yang-kalau suatu saat lapor ke aparat-laporannya bukan lagi soal perselingkuhan, melainkan KDRT.

Mahkamah Konstitusi pernah menjelaskan bahwa hukum pidana adalah jalan paling akhir (ultimum remedium).

Alih-alih terlalu dalam mengurusi urusan privat warga, mengapa soal perzinaan dan kohabitasi tidak dikembalikan saja pada norma agama, kesusilaan dan kesopanan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun