Mengacu pada kamus Van Dale, Sam mengatakan bahwa dalam bahasa Indonesia, overspel berarti persetubuhan yang dilakukan oleh orang yang punya relasi atau perkawinan dengan pasangan yang tidak semestinya.
Sementara zina merupakan istilah serapan dari bahasa Arab yang berarti persetubuhan antara pria/wanita baik yang sudah atau belum kawin.
Perbedaan makna yang signifikan antara zina dan overspel ini membuat penerjemah KUHP kesulitan mencari padanan kata keduanya.
Mengapa Pasal Perzinaan dan Kumpul Kebo Dianggap Bermasalah?
Akibat pemaknaan dan konteks yang berbeda antara zina dan overspel, pasal perzinaan dan kumpul kebo dalam KUHP berpotensi multitafsir dan menjadi pasal karet. Hal ini bertentangan dengan salah satu asas hukum pidana lex scripta, lex certa dan lex stricta, yang artinya adalah semuanya harus jelas, tegas dan tidak multitafsir.
Mari kita lihat sejenak bunyi pasal 411 ayat 1 KUHP baru berikut.
"Setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya, dipidana kerena perzinaan, dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II."Â
Pertanyaan saya, apakah persetubuhan yang dimaksud bersifat konsensual atau non konsensual?
Jika persetubuhan terjadi secara non konsensual, di mana salah satu pihak tidak memberi persetujuan (consent), ini bisa berarti pemerkosaan, pemaksaan hubungan seksual, perbudakan seksual, eksploitasi seksual dan sebagainya.
Masalah consent juga tidak bisa dianggap sesepele "asal mau sama mau" atau "suka sama suka".Â
Ada ketentuan mengenai batas usia minimal, kedewasaan berpikir, pengetahuan mengenai risiko, kondisi kejiwaan dan sebagainya, sebagai syarat seseorang dikatakan dapat memberikan consent.
Yang jadi masalah, ketika soal consent tidak dijelaskan, pasal ini berpotensi menjadi pasal karet yang bisa mengkriminalisasi korban kejahatan seksual.