Mohon tunggu...
Luna Septalisa
Luna Septalisa Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar Seumur Hidup

Nomine Best in Opinion 2021 dan 2022 | Penulis amatir yang tertarik pada isu sosial-budaya, lingkungan dan gender | Kontak : lunasepta@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jika Diammu Bernilai Kebaikan, Mengapa Harus Banyak Bicara?

27 Juli 2022   13:08 Diperbarui: 27 Juli 2022   13:13 376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi menyuruh untuk diam-photo by sound on from pexels

Menjadi orang pendiam itu ada enak dan tidaknya. Enaknya adalah bisa lebih produktif dan fokus dalam bekerja karena tidak mudah terdistraksi atau tergoda untuk bergosip.

Menjadi orang pendiam membuat saya lebih bisa jadi pendengar yang baik. Mungkin itu sebabnya saya sering dijadikan diary berjalan oleh teman-teman saya.

Namun, tidak enaknya adalah kadang dianggap sombong dan sering dipaksa untuk "ngomong". Padahal yang bersangkutan tidak suka dipaksa-paksa begitu.

Itu menurut pengalaman saya, selaku manusia irit kata. Sayangnya, hal itu tidak berlaku dalam tulisan. Jadi, bisa dibilang saya ini cenderung hening dalam percakapan, tapi berisik dalam tulisan.

Baiklah, itu hanya pembuka. 

"Diam itu emas". Anda pasti familiar dengan peribahasa ini bukan?

Dalam banyak hal, diam itu baik bahkan menyelamatkan seseorang dan orang lain dari keburukan yang lebih besar. Agama pun banyak menganjurkan umatnya untuk mengendalikan lisannya.

Ada banyak teks keagamaan Islam yang membahas tentang keutamaan diam, baik itu dalam Al-Quran, hadis maupun kitab-kitab klasik. Misalnya, yang terdapat dalam salah satu hadis Nabi Muhammad Saw berikut.

Dari Abu Hurairah RA bahwa Rasulullah Saw bersabda, "Barang siapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam; barang siapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah ia menghormati tetangganya; barang siapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya." (HR Bukhari Muslim).

Pertanyaannya, diam yang bernilai kebaikan itu yang seperti apa?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun