Mohon tunggu...
Luna Septalisa
Luna Septalisa Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar Seumur Hidup

Nomine Best in Opinion 2021 dan 2022 | Penulis amatir yang tertarik pada isu sosial-budaya, lingkungan dan gender | Kontak : lunasepta@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Menstruasi Itu Hal yang Normal bagi Perempuan, Mengapa Ditabukan?

15 Desember 2021   09:14 Diperbarui: 20 Desember 2021   17:06 446
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernahkah Anda membicarakan atau mendiskusikan tentang pengalaman menstruasi Anda secara terbuka? Jika tidak, minimal kepada orang-orang terdekat? 

Kembali ke masa-masa sekolah dulu, bagaimana perasaan Anda saat mengetahui kalau darah haid tembus dan mengotori rok seragam? Apakah Anda buru-buru menutupinya dengan jaket, tas atau benda apapun yang penting bisa menutupi bercak darah yang menempel itu? 

Bagaimana ketika hendak membeli pembalut? Apakah Anda merasa malu kalau beli pembalut di toko dan penjualnya ternyata laki-laki? Apakah pembalut yang baru dibeli harus dibungkus rapat-rapat atau menggunakan kantong plastik warna gelap agar tidak diketahui orang? 

Menstruasi dan segala hal yang berkaitan dengannya adalah hal yang normal dialami oleh setiap perempuan yang sudah akil balig. Namun, konstruksi sosial budaya kita justru menganggapnya sebagai hal yang tabu, kotor dan menjijikkan. 

Tabu menstruasi telah dikenal sejak dulu. Sayangnya, persepsi tentang menstruasi adalah hal yang nyaris tidak berubah, bahkan sejak tahun 2000 SM. 

Pada zaman Mesir Kuno, perempuan yang sedang menstruasi tidak diperbolehkan untuk bekerja dan harus mengungsi keluar rumah sampai menstruasi selesai. Mereka harus mengungsi ke rumah komunal atau tinggal di sebuah ruangan yang dibangun di bawah tangga. 

Tradisi Yahudi dan masyarakat Jazirah Arab pra-Islam menganggap perempuan haid sebagai perempuan kotor sehingga tidak diperkenankan untuk makan bersama dan tinggal serumah dengan orang-orang. 

Dalam tradisi Kristen dan Katolik kuno, saat melakukan misa (ibadah), perempuan haid tidak dianjurkan untuk menerima komuni (ritual memakan hosti atau roti sakramen suci yang diberkati untuk mengenang sewaktu Yesus membagi roti sebelum disalib). 

Aturan ini masih dijalankan oleh sebagian penganut Kristen dan Katolik di beberapa negara, seperti Yunani, Rusia dan negara dengan mayoritas penganut Kristen Ortodoks. 

Praktik mengasingkan perempuan haid juga dilakukan di Nepal dan India (dikenal dengan nama tradisi Chhaupadi), di mana perempuan yang sedang haid harus tinggal jauh dari keluarga di sebuah bangunan ala kadarnya, tidak bersentuhan, beraktivitas atau berkomunikasi dengan orang lain, kecuali anak balita. Meski pemerintah telah melarang praktik ini sejak 2017 silam dan berita tentang praktik ini sudah jarang terdengar di India, namun persepsi mereka tentang perempuan menstruasi masih belum berubah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun