Mohon tunggu...
Luna Septalisa
Luna Septalisa Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar Seumur Hidup

Nomine Best in Opinion 2021 dan 2022 | Penulis amatir yang tertarik pada isu sosial-budaya, lingkungan dan gender | Kontak : lunasepta@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sila "Persatuan Indonesia" dan Kita yang Gemar Bertengkar karena Perbedaan

2 Juni 2021   18:16 Diperbarui: 2 Juni 2021   18:30 3272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi sila ke 3 Pancasila | sumber gambar : gurupandai.com

Rasanya siapa pun berhak menjadi hakim atas tindakan atau kehidupan orang lain. Sampai-sampai muncul tudingan yang mana "ahli neraka" dan mana yang "ahli surga".

Anehnya, hal tersebut juga bisa terjadi pada yang masih seagama. Bayangkan, kalau dengan saudara seiman dan seagama saja berani menyerang dan memusuhi, apalagi dengan saudara yang berbeda agama dan keyakinan.

Makanya saya jadi berpikir, apa gerangan yang membuat mereka dengan mudahnya melabeli seseorang itu sesat, kafir, ahli neraka dan sebagainya? Dari mana mereka tahu bahwa seseorang itu bakal jadi penghuni surga atau neraka? Apakah mereka telah diangkat menjadi sekretaris pribadi Tuhan?

Kita ini sekarang lebih mudah baper terhadap perbedaan sampai alergi terhadap kritik.

Perbedaan dalam pandangan dan preferensi politik itu sah-sah saja. Yang menyebalkan adalah ketika ada simpatisan partai atau tokoh tertentu yang mendukung idolanya secara membabi buta. Bahkan tidak segan menyerang dan memusuhi siapa saja yang berbeda sikap dan pandangan dengan kelompoknya. 

Kalau ada pendukung tokoh B, misalnya, berani mengkritik tokoh A bakal dianggap Barisan Sakit Hati. Padahal kritik yang disampaikan itu realistis.

Sementara kalau yang mengkritik itu merupakan pendukung tokoh A, bisa dianggap musuh dalam selimut. 

Masa sih pendukung tidak boleh mengkritik? Lha kalau jelas-jelas ia salah jalan apa ya mau kita biarkan saja biar tersesat bersama? 

Satu lagi yang tidak kalah menyebalkan dengan kelompok pertama adalah yang mengaku-ngaku sebagai oposan (tanpa 'l' ya) tapi cuma asal beda. Harusnya sebagai oposan, ia punya gagasan yang berbobot sehingga bisa ikut memberi warna berbeda pada dinamika politik tanah air.

Misalnya, seseorang merupakan pendukung tokoh B, maka orang itu dan pendukung lainnya akan ramai-ramai menghujat bahwa semua yang tokoh A lakukan itu salah, buruk dan cuma cari muka. Walapun gagasan atau program yang dilakukan itu sebenarnya baik dan bermanfaat.

Jangankan perbedaan di ranah sosial-politik yang punya dampak luas, di ranah yang sifatnya personal saja orang bisa ribut dan saling serang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun