Mohon tunggu...
Luna Septalisa
Luna Septalisa Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar Seumur Hidup

Nomine Best in Opinion 2021 dan 2022 | Penulis amatir yang tertarik pada isu sosial-budaya, lingkungan dan gender | Kontak : lunasepta@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Stereotipe tentang Feminis dan Pembahasannya

8 Agustus 2020   09:46 Diperbarui: 8 Agustus 2020   09:45 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image by fjdafdafafa from pixabay

Tiga hari lalu saya sempat menulis artikel di Kompasiana berjudul Derita Korban Pelecehan Seksual : Victim Blaming dan Sulitnya Mencari Keadilan. Artikel tersebut saya tulis sebagai ungkapan keprihatinan sekaligus kejengkelan terhadap orang-orang ignorant yang masih suka menyalahkan atau menghakimi korban pelecehan seksual. Dan ternyata reaksi-reaksi menghakimi seperti itu tidak hanya ditujukan pada korban pelecehan seksual saja. Perempuan-perempuan yang mencoba speak up tentang hak-hak perempuan atau secara generalnya kesetaraan gender, juga tidak luput dari cibiran. Cap atau label feminis yang dialamatkan pada mereka sering diikuti dengan beberapa stereotipe dan nyinyiran. 

Ada yang bilang kalau feminisme itu produk budaya Barat sehingga nggak cocok diterapkan di Indonesia, nggak sesuai dengan syariat agama dan meracuni pikiran para perempuan untuk meninggalkan kodratnya. Sementara para feminis sering dianggap sebagai perempuan-perempuan yang benci laki-laki, anti pernikahan, anti ibu rumah tangga sampai tuduhan kalau mereka mendukung praktik perzinaaan dan aborsi. 

Setiap ada perempuan yang mengungkapkan pemikirannya tentang kesetaraan gender, bayangannya langsung ngeri. Dikiranya perempuan ingin mendominasi laki-laki. Padahal narasi kesetaraan gender digaungkan untuk menyuarakan keadilan bagi perempuan maupun laki-laki yang selama ini masih pincang. Setara itu bukan berarti sama. Inti dari kesetaraan adalah keadilan. Adil itu sendiri adalah menempatkan segala sesuatu sesuai dengan porsinya. 

Jadi, kalau ada yang bilang bahwa kesetaraan gender itu menuntut perempuan sama dengan laki-laki, itu kurang tepat. Karena laki-laki dan perempuan dari zaman Nabi Adam sampai zaman Dajjal turun ke bumi kelak, tidak akan pernah menjadi sama. Laki-laki dan perempuan diciptakan dengan kondisi fisik, psikis, tugas dan peran yang berbeda. Perbedaan-perbedaan ini ada bukan untuk saling mendominasi atau menguasai, melainkan untuk saling melengkapi. Saling bekerjasama untuk membangun peradaban yang lebih baik. 

Jadi, sebenarnya stereotipe yang sering dilekatkan pada seorang feminis itu bener nggak sih? Mari simak dulu pembahasannya. 

1. Feminis Benci Laki-laki

Being feminist doesn't mean you're a man hater. Perempuan yang benci laki-laki sebenarnya lebih pantas disebut misandrists dibandingkan feminis. Misandrists ini sama saja dengan misoginis, hanya beda jenis kelamin. Kalau misoginis adalah laki-laki yang benci perempuan. Misandrists ini selalu melihat apapun yang dilakukan laki-laki itu salah dan perempuan lah yang harusnya menang. 

Kalau yang dimaksud adalah mereka benci laki-laki kurang ajar yang memperlakukan perempuan dengan semena-mena, itu baru benar. Lagian siapa sih perempuan waras yang terima ditindas dan diinjak-injak harga dirinya oleh laki-laki?

2. Feminis Anti Pernikahan

Memang ada beberapa feminis, bahkan yang tidak pernah melabeli atau dilabeli sebagai feminis, yang memilih untuk tidak menikah. Tapi ada juga feminis yang menikah dan memiliki anak. Ini hanya soal pilihan hidup, bukan berarti mereka anti pernikahan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun