Pernahkah kalian merasa diri tidak berguna dan hanya bisa membawa masalah atau kesulitan bagi orang-orang yang kalian cintai? Pernahkah kalian berada di situasi dimana kalian sudah berusaha dan mengerahkan segala kemampuan, tapi malah dianggap tidak berbuat apa-apa?Â
Pernahkah kalian merasa seperti "hilang arah" sehingga butuh bimbingan untuk bisa kembali "on the right track" seperti semula? Pernahkah kalian mencoba membuktikan entah dengan kata-kata maupun tindakan nyata bahwa kalian "benar", tapi orang-orang justru lebih memilih percaya pada kebohongan yang dikatakan tentang kalian?Â
Nama kalian seketika jadi jatuh dan si penebar kebohongan malah dianggap pahlawan. Semua berpihak padanya. Sementara kalian tanpa pembela.Â
Mungkin bagi kalian, saya terdengar "over dramatic". Tapi memang begitulah yang sebenarnya terjadi. Saya tidak peduli, kalian mau menganggap saya lemah, cengeng, baperan atau apapun sesuka kalian.Â
Saya juga tidak peduli apakah kalian menganggap saya lagi curhat atau sambat. Dan saya lebih tidak peduli lagi kalau kalian menganggap tulisan ini hanya sampah!Â
Setiap orang pasti punya masalahnya masing-masing. Setiap orang juga pernah berada di titik tertinggi maupun terendah sebuah kehidupan. Yang membedakan adalah sikap mental dan cara mereka memandang serta menyikapinya.Â
Ada yang memandangnya dengan kacamata negatif sehigga melarikan diri pada hal-hal yang juga negatif. Namun ada yang memandangnya dengan kacamata positif sehingga melarikan diri pada hal-hal yang juga positif.Â
Saya bersyukur karena Tuhan memberikan saya nikmat keimanan pada diri saya. Sehingga jika ada masalah, saya masih punya sandaran yang kokoh untuk menopang hidup saya agar tidak goyah apalagi ambruk.Â
Dia selalu bersedia mendengar keluh-kesah, harapan-harapan dan pengakuan dosa saya tanpa menghakimi. Ya, dengan cara inilah saya mendapat ketenangan pikiran dan batin.Â
Orang-orang sering menganggap saya sebagai gadis yang kuat, sabar dan bijaksana dalam menghadapi setiap masalah. Padahal nyatanya saya hanyalah seorang introvert yang "terlalu pandai" menyembunyikan luka dibalik senyuman.Â
Mengapa saya melakukannya? Saya hanya tidak suka membuat orang lain khawatir tentang keadaan saya.Â
Namun, saya bersyukur karena setidaknya saya masih dikelilingi oleh orang-orang baik, seperti keluarga dan sahabat-sahabat. Walaupun tetap ada kalanya juga saya dipertemukan dengan orang-orang berhati busuk yang menyebalkan.Â
Kasih sayang, perhatian dan kepedulian dari keluarga dan sahabat-sahabatlah yang membuat saya mampu bertahan sampai sekarang.Â
Terakhir, saya bersyukur karena menemukan wadah seperti Kompasiana yang memungkinkan saya untuk berkarya, walaupun masih sangat ala kadarnya.Â
Tapi setidaknya disini saya bisa bertemu, berinteraksi dan belajar banyak hal dari para penulis hebat dan berbakat, sehingga saya tidak lagi merasa kesepian atau tidak berguna seperti sebelumnya.Â
Jujur, awalnya saya merasa ragu dan minder untuk bergabung. Tapi, saya pikir, "kalau tidak sekarang, kapan lagi?" Dan Alhamdulillah, selama saya bergabung sejak 6 Juli 2019 lalu, saya menerima respon yang baik dari Kompasianers yang lain.Â
Maka, tidak berlebihan rasanya jika saya menganggap Kompasiana sebagai pelarian saya dari rasa sepi dan frustrasi.Â
Sekian tulisan receh saya hari ini. Mohon maaf kalau kesannya saya jadi curhat atau sambat disini (padahal emang iya sih~). Intinya, kalau pun ada hal baik yang bisa diambil, ambil yang baik dan buang yang buruk. Selamat Sabtu pagi.Â
Salam hormat.Â