Sering bukan, mendengar pernyataan bernada serupa? Padahal bisa saja orang-orang yang sekarang sudah menikmati kesuksesannya dulu pernah mengalami kegagalan bertubi-tubi yang jauh lebih menyakitkan.Â
Bedanya adalah mereka tidak mengeluh apalagi menyalahkan orang lain dan keadaan. Jatuh 100 kali maka mereka akan bangkit 1000 kali. Itu prinsipnya. Dan yang kita lihat hari ini adalah buah dari kerja kerasnya selama bertahun-tahun.Â
Sementara self-blaming berpotensi menyebabkan orang menjadi stres dan depresi. Cita-cita yang tak kunjung tercapai, teman-teman yang satu per satu telah menunjukkan kesuksesannya, ditambah dengan tekanan dari keluarga dan lingkungan sekitar, sering membuat orang rendah diri bahkan putus asa.Â
Akhirnya kita akan merasa bahwa diri ini tidak berguna. Dalam kondisi yang lebih parah, hal ini bisa mendorong seseorang untuk melakukan self-harmed bahkan bunuh diri.Â
Bagaimana Caranya Mencegah Self-Blaming?
Terjebak pada rasa bersalah memang menyiksa. Kita akan dihantui kekecewaan dan penyesalan terus-menerus. Mulailah dengan memaafkan diri sendiri terlebih dulu.Â
Tidak masalah kalau kamu gagal, setidaknya kamu pernah mencoba. Daripada hanya duduk berpangku tangan menunggu keajaiban turun dari langit.
 Tidak masalah kalau kamu gagal, asalkan kamu janji untuk tidak menyerah. Kalau sukses tidak datang hari ini, mungkin besok. Kalau tidak besok, mungkin besoknya lagi dan begitu seterusnya. Tetaplah berusaha dan berdoa.Â
Kedua, syukurilah hal-hal baik yang pernah terjadi dalam hidupmu bahkan untuk hal-hal kecil sekalipun. Kamu masih bisa bangun di pagi hari dalam keadaan sehat, mata masih bisa melihat, telinga masih bisa mendengar, kaki masih bisa berjalan, tangan masih bisa menulis, otak masih bisa berpikir adalah hal-hal kecil yang bisa kamu syukuri setiap harinya.Â
Belum menghitung nikmat-nikmat Tuhan lainnya yang kadang tidak kita sadari. Tuhan saja telah begitu baik pada kita. Lalu, kenapa kita harus menyiksa diri sendiri hanya karena sebuah kegagalan?Â