Mohon tunggu...
Luqman Aryowidi
Luqman Aryowidi Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Just a passionate geek

Video Game, Comics, Movie, Football and Pro Wrestling Enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Aturan 50+1 dari Jerman sebagai Respon Permasalahan Modern Football dan Kelemahannya

16 Oktober 2019   16:00 Diperbarui: 16 Oktober 2019   16:13 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bola. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sepak bola adalah olahraga yang banyak dicintai masyarakat yang ada di dunia ini. Sangat susah jika mencari di setiap wilayah negara sampai pelosok tidak ada yang mengetahui sepak bola. Kecintaan terhadap olahraga ini tidak terlepas dari keindahan permainan yang kita lihat hingga kita peragakan skill-skill dalam menggiring bola. 

Antusias yang sangat tinggi melahirkan suatu atmosfir yang sangat membara hingga tidak merasakan kelelahan berdiri selama 90 menit atau lebih.Kebebasan berekspresi dan kreatifitas tanpa batas dalam mendukung klub atau timnas tercintanya memberikan suatu makna bahwa kita adalah bagian dari klub atau timnas sehingga mampu menaikan citra atau kebanggaan klub atau timnas. 

Namun, seiring berkembangnya modernitas dalam setiap aspek kehidupan yang juga terpengaruhi oleh globalisasi, ada sesuatu hal yang membedekan sepak bola sekarang dengan yang dulu.

Tingkat antusias penonton yang tinggi dan juga citra suatu klub yang sudah sangat bagus menjadi potensi pasar ekonomi baru. Bagaimana tidak? sederhana saja, banyak peminat maka ada keuntungan juga, itulah Modern Football, ada suatu perubahan dalam olahraga ini. Menurut kiblat dunia sepakbola, Eropa, Modern Football sudah menjadi suatu "virus" dalam bidang olahraga ini karena kepentingan klub sudah berubah arah. 

Tujuannya masih mengejar popularitas dan kejayaan, namun caranya salah, yaitu melalui pendekatan komersial sehingga klub-klub besar di Eropa, khususnya di liga inggris, diyakini telah terjerumus dalam modern football. Klub besar di liga inggris seperti Manchester United, Manchester City, Chelsea, Arsenal, Liverpool adalah klub yang dimiliki oleh kelompok elit atau perusahaan swasta, yang pada dasarnya tidak mengerti aturan dan sistem dalam dunia sepak bola, yang mereka ketahui adalah pembelian, penjualan dan pemasaran. 

Memang ketiga faktor tersebut memiliki peran penting dalam mempertahankan eksistensi suatu klub, namun kehadiran modern football malah melenceng karena setiap kebijakan yang diambil oleh pemilik klub bersifat absolut, dan fans tidak memiliki hak untuk ikut campur dalam proses pengembangan klub.

Permasalahan ini sudah ditangapi di Jerman karena ada pengaruh budaya yang sangat kuat. Orang Jerman percaya pada kerja sama lebih dari yang mereka percayai dalam korporasi, mereka lebih percaya pada demokrasi daripada percaya pada suara pemegang saham mayoritas tunggal. 

Bagi orang Jerman, klub sepak bola harus dimiliki oleh penggemar, dan klub sepak bola jelas lebih dari sekadar perusahaan. Sebuah perusahaan memiliki pelanggan, tetapi sebuah klub sepakbola memiliki penggemar. 

Dan penggemar bukanlah pelanggan, karena penggemar tidak dapat dengan mudah mengalihkan dukungan mereka ke klub sepakbola seperti yang mereka lakukan pada perusahaan, mereka tidak mengubah dukungan mereka hanya karena klub sepakbola menaikkan harga tiket. 

Itulah mengapa penting untuk menjaga kepentingan klub sepakbola sejalan dengan minat para penggemarnya. Itu sebabnya Bundesliga memiliki aturan 50+1.

Aturan 50 + 1 adalah klub, supporter dan kelompok atau anggotalainnya jika ada, (biasanya perusahaan yang sudah memiliki sejarah dengan klub lokal, seperti Wolfsburg dan Leverkusen - memegang mayoritas hak pilih mereka sendiri. Di bawah aturan Liga Sepak Bola Jerman [DFL], klub sepak bola tidak akan diizinkan bermain di Bundesliga jika investor komersial memiliki lebih dari 49 persen saham.

Pada dasarnya,  investor swasta tidak dapat mengambil alih klub dan berpotensi mendorong langkah-langkah yang memprioritaskan keuntungan di atas keinginan pendukung. Putusan itu secara bersamaan melindungi terhadap pemilik yang sembrono dan melindungi kebiasaan demokratis klub-klub Jerman. 

Secara historis, tim Jerman adalah organisasi nirlaba yang dijalankan oleh asosiasi anggota, dan sampai tahun 1998 kepemilikan pribadi dalam bentuk apa pun dilarang. Aturan 50 +1, yang diperkenalkan tahun itu, membantu menjelaskan mengapa utang dan upah terkendali dan mengapa harga tiket tetap sangat rendah dibandingkan dengan liga utama lainnya di Eropa.

Aturan ini berarti bahwa sementara mayoritas saham modal klub dapat dimiliki oleh investor swasta, sebagian besar saham votingnya tidak. Apa artinya? Fans mengontrol pengambilan keputusan klub. Aturan ini tunduk pada pengecualian, bahwa jika investor swasta telah berinvestasi secara substansial dalam sebuah klub selama lebih dari 20 tahun sebelum 1 Januari 1999, investor diizinkan untuk memiliki mayoritas klub. 

Dua pengecualian pertama untuk aturan ini adalah Bayer Leverkusen dan VfL Wolfsburg, yang didirikan oleh para pekerja di perusahaan kimia Bayer dan produsen mobil Volkswagen masing-masing dan 100% dimiliki oleh perusahaan-perusahaan ini. 

Martin Kind, pemilik Hannover 96 menantang aturan di depan Pengadilan Arbitrase DFB karena perlakuan yang tidak sama terhadap klub. Pengadilan menjunjung tinggi tantangannya sebagai valid dan mereka yang berinvestasi secara substansial selama lebih dari 20 tahun di sebuah klub sekarang dapat mengajukan permohonan kepada DFB untuk izin untuk mengendalikan mayoritas klub. Sejak itu TSG 1899 Hoffenheim dan Hannover 96 telah menjadi dua pengecualian resmi untuk aturan tersebut.

 Lalu bagaimanan dengan RB Leipzig yang disponsori oleh Redbull ? Dengan berbagai cara, akhirnya RB Leipzig adalah klub yang telah menemukan cara untuk melewati aturan. Meskipun dibiayai oleh Red Bull, alih-alih menata diri sebagai perusahaan, mereka menyusun diri sebagai asosiasi "anggota" dengan semua "anggotanya" adalah karyawan Red Bull, karenanya, aturan 50+ 1 tidak akan berlaku. 

Artinya,  RB Leipzig mengikuti langkah yang mirip dengan Bayer Leverkusen dan VFL Wolfsburg, menjadikan "karyawan" (atau petinggi RedBull)sebagai supporter Leipzig yang "sudah berjasa"  dan berhasil sehingga memiliki hak khusus seperti klub Bayer Leverkusen dan VFL Wolfsburg. 

Alasan itulah mengapa RB Leipzig dibenci oleh pecinta Bundesliga, dan ini menjadi kelemahan dari aturan 50+1, klaim dan registrasi resmi yang menyatakan bahwa "karyawan, sebagai kelompok lainnya, adalah supporter suatu klub dan telah berjasa terhadap suatu klub dan berhak memiliki suatu keistimewaan, dan fans masih menjadi pemegang hak mayoritas".

Sumber:
theodysseyonline.com
bundesliga.com
lexsportiva.blog
scorum.com
thesefootballtimes.co

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun