Mohon tunggu...
AL Widyawan
AL Widyawan Mohon Tunggu... Administrasi - Praktisi HRD, konsultan dan trainer

Penyuka internet, membaca (filsafat, teologi, manajemen, fiksi), menulis, jalan-jalan, nongkrong makan, musik, sesekali berenang ala skin diving, belakangan mencoba light off road. Dan terakhir praktisi HRD, konsultan dan trainer

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Masyarakat di Sekitar Gunung Kelud Pasca Erupsi 2014

6 Juni 2014   15:59 Diperbarui: 20 Juni 2015   05:02 647
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dusun Sumbersuko

Masyarakat Sumbersuko menggantungkan hidup pada  pertanian cabe memakai lahan milik perkebunan. Hasil panen juga dibagikan dengan perkebunan dengan pembagian 20 % untuk perkebunan dan 80 % untuk petani penggarap. Mereka juga menggantungkan hidup pada ternak sapi dan kambing. Ketika terjadi bencana, lahan garapan memang tertumpuk pasir, namun tidak terlalu parah. Setelah hujan, lahan pertanian segera pulih. Kondisi ternak mereka sudah tertangani. Sebelum bencana, ternak yang ada di Sumbersuko sudah diungsikan ke tempat yang aman, sehingga tidak terlalu masalah.

Dusun Sumbersuko sebenarnya memiliki Organisasi Masyarakat (OM) yang diinisiasi oleh relawan Karina. Penduduk Sukomoro terdiri 1 RW dengan 4 RT dengan jumlah sekitar 300 kk atau 267 rumah. Namun ketika terjadi bencana, OM tidak bisa bekerja maksimal. Karena peringatan bencana hanya dalam waktu satu jam. Mereka pun terdampak erupsi, sehingga tidak ada yang mengkoordinir. Memang kehidupan di dusun ini sudah lebih baik, namun kehadiran OM akan membantu masyarakat menghadapi bencana sekunder yang masih mungkin terjadi.

Pasca erupsi, kesulitan yang dirasakan menonjol ialah modal untuk mengolah lahan, membeli pupuk dan membeli pestisida untuk memulihkan tanaman cabe. Mereka sebenarnya merindukan kehadiran lembaga keuangan mikro, sehingga memberikan dukungan keuangan pada saat musim tanam. Saat ini, ketika musim tanam tiba, mereka tidak memiliki modal cukup untuk mengolah lahan. Karena dana diprioritaskan untuk memperbaiki rumah dan membeli kebutuhan setiap hari. Kehadiran lembaga keuangan mikro diharapkan menjadi tempat untuk menabung dan mengusahakan dana cadangan ketika menghadapi bencana.

[caption id="attachment_314644" align="aligncenter" width="300" caption="Rumah Bp. Barkah rusak tertimpa material vulkanik"]

14048339061137370462
14048339061137370462
[/caption]

Dusun Sukomoro

Dusun ini berada di radius sekitar 4–5 km dari Gunung Kelud. Dusun Sukomoro memiliki 3 RT. Jumlah penduduknya, RT 1 berjumlah 54 kk, RT 2 berjumlah 60 kk, RT 3 sebanyak 56 kk. Kondisi sosial ekonomi masyarakat Sukomoro pasca erupsi terhitung sangat sulit. Ladang belum bisa diolah karena tertumpuk pasir yang tebal. Kondisi seperti ini membutuhkan pengolahan secara manual. Memang mayoritas warga menggarap lahan milik perkebunan. Mereka menanam cabe dengan sistem tumpang sari di antara kebun kopi. Dalam kondisi demikian, mereka mengandalkan usaha ternak. Pasca erupsi memang ada sebagaian ternak yang dijual karena tidak tersedia pakan ternak yang memadai. Rumput sebagai pakan belum tumbuh baik karena tumpukan pasir. Hasil penjualan ternak, digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Mereka belum memiliki kemampuan untuk mengolah pangan ternak alternatif pasca bencana sekitar 3–5 bulan ke depan. Sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan hidup, mereka menjual ternak dan menunggu waktu yang tepat untuk mengolah lahan lagi.

Salah satu bagian dari Sukomoro ialah Dusun Laharpang. Dusun ini memiliki 46 kk dengan 153 jiwa. Di Laharpang ada tokoh sentral, ialah Bp. Barkah. Ia setiap hari keluar masuk hutan sebagai petani yang menggarap lahan milik perkebunan. Ia merupakan orang kunci yang pemberi informasi ketika Gunung Kelud aktif. Pengalaman selama tinggal di dekat gunung membuatnya memiliki kemampuan mendeteksi perkembangan aktifitas Gunung Kelud. Beberapa saat setelah terjadi erupsi, ia berperan memberikan informasi kepada warga, bahkan menginstruksikan untuk segera meninggalkan Laharpang. Dusun Sukomoro dan Laharpang merupakan lokasi paling parah ketika terjadi bencana. Pasca erupsi, warga perlu difasilitasi sehingga mampu mengelola pengalaman dan menjadikan peristiwa erupsi sebagai pelajaran di masa mendatang. Kehadiran OM akan menjadi sarana yang memperkuat masyarakat dalam merumuskan aneka aksi nyata yang perlu, dalam mengantisipasi dan menghadapi bencana di masa yang akan datang.

Dalam catatan pelaksanaan PRBOM di Sukomoro pada tahun 2012 lalu, telah terbentuk OM Sumber Alam. Tanggapan warga begitu besar sehingga terpilih pengurus yang diketuai Bp. Subur. Hal ini karena warga menyadari daerah mereka rawan bencana, berada di lereng Gunung Kelud kawasan ring I-III. Pada pengalaman bencana lahar dingin tahun 2008 lalu, banyak bantuan mengalir dari organisasi atau LSM melalui pemerintah tetapi tidak sampai kepada masyarakat dan tidak merata. Inilah yang menjadi pelajaran sehingga mereka terlibat dalam menangani bencana. Selain itu, di masa lalu di Sukomoro pernah ada pos pantau Gunung Kelud dan aliran lahar hasil swadaya masyarakat, tetapi pos tersebut dirobohkan karena seorang anak kecil pernah jatuh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun