Para penganut ajaran radikalisme dan intoleransi ini biasanya mengonsumsi pengetahuan sempit tentang keislaman dan keindonesiaan. Ini disebabkan mereka mengonsumsi hoaks dari guru, dosen dan media sosial.Â
Biasanya, para penganut radikalisme dan intoleransi ini tidak mau membandingkan pelajaran agama yang diberikan oleh gurunya. Sehingga yang ia dengar dan pelajari diterima mentah-mentah.Â
Silahkan lacak mengenai ciri-ciri manusia yang terpapar radikalisme dan intoleransi selain yang telah disebutkan di atas.
Biasanya hoaks itu terkait isu agama dan politik (SARA). Mereka bermain dengan emosional dan mematikan nalar berpikir masyarakat.
Ciri-ciri hoaks baca di siniÂ
Di era media sosial ini, semuanya bisa tersebar dengan cepat dan dinikmati oleh jutaan masyarakat. Dengan satu klik maka hoaks tersebar.
Ada beberapa yang menyebabkan akar kelahiran post truth ini; pertama, karakter manusia yang cendrung menerima dan membenarkan apa saja yang cocok/sesuai dengan pandangan dunia atau ideologi yang dimilikinya.
Kedua, orientasi bisnis dan logika kapitalisme lembaga-lembaga media. Ketiga, komodifikasi hampir semua aspek kehidupan, termasuk pendidikan, agama, kesehatan, dan lain sebagainya.
Keempat, kemajuan teknologi informasi yang asimetris dengan kapasitas adaptasi pemerintah dan masyarakat.
Di tengah kemajuan teknologi ini, kita harus bisa memverifikasi dan obyektifikasi seluruh hal yang kita terima di media sosial. Di sini, kita dituntut kecerdasan dalam menggunakan kecanggihan zaman ini.
Perlunya belajar epistemologi (filsafat) dan kaidah-kaidah jurnalistik sebelum mengonsumsi informasi atau pengetahuan yang kita terima.