Jika demikian maka menurut Syaikh Bakar ni'at awalnya akan rusak dan berkah ilmunya akan hilang. Oleh karena itu, hendaknya bagi penuntut agar senantiasa intropeksi diri, menjaga ni'at tulusnya dari segala hal yang dapat menjadikannya tercemar. Rasulullah saw bersabda:
مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا مِمَّا يُبْتَغَى بِهِ وَجْهُ اللهِ لاَ يَتَعَلَّمُهُ إِلاَّ لَيُصِيبَ بِهِ غَرَضًا مِنَ الدُّنْيَا لَمْ يَجِدْ عَرْفَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
"Barang siapa yang mempelajari suatu ilmu (belajar agama) yang seharusnya diharap adalah ridha Allah, tetapi ia mempelajarinya hanyalah untuk mencari harta benda dunia, maka dia tidak akan mendapatkan wangi surga di hari kiamat" (HR. Abu Daud, No. 3664, Menurut Syaikh al-Albani, hadis ini shahih).
Penuntut ilmu hendaknya menjauhi hal demikian (ingin dipuji, mendapat pangkat dan agar disanjung oleh orang lain atau sejenisnya). Sebab hal-hal demikian akan didapatkan oleh seorang penuntut ilmu jika ia telah mendapatkannya disertai mencari ilmu dengan tulus dan ikhlas. Beliau juga mengatakan hendaknya bagi penuntut ilmu berpegang teguh dalam keikhlasan agar ni'atnya tidak ternodai.
Dapat kita ambil kesimpulan bahwa ikhlas adalah syarat utama dalam mencari ilmu, terutama di era globalisasi agar menjahui perkara yang menjadikan ni'atnya ternodai sehingga keberkahan ilmu kita tetap dan dapat memberikan manfaat untuk orang lain. Ikhlas dapat dibangun dengan cara mengikuti perintah serta menjauhi larangan Allah swt, mengikuti ajaran Nabi serta menjaga syar'at.
*Referensi diambil dari kitab "Hilyatut Thalibil Ilmi" karya Syaikh Bakar bin Abdillah r.a.