Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

QRIS dan GPN: Beberapa Pilihan Strategis Indonesia Merespon Kritik Trump

25 April 2025   10:58 Diperbarui: 25 April 2025   15:49 540
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ILUSTRASI QRIS | (SHUTTERSTOCK/POETRA.RH)

Contoh lain bisa dilihat pada Brasil dengan Pix mampu melakukan transaksi instan 24 jam dan Korea Selatan mengembangkan NICE Pay dengan teknologi keamanan canggih. 

Keberagaman model ini menunjukkan bahwa setiap negara memiliki strategi unik untuk mengembangkan kedaulatan ekonomi digitalnya, sesuai dengan konteks dan kebutuhan lokal masing-masing.

Yang menarik untuk dicermati adalah bahwa kritik AS kepada QRIS dan GPN Indonesia tidak bersifat universal terhadap sistem pembayaran digital nasional negara lain. Sependek pengamatan saya, tidak ada pernyataan serupa tentang kritik AS terhadap sistem pembayaran digital di China, India, Singapura, Thailand, Brasil, atau Korea Selatan. 

Hal ini mengindikasikan bahwa tekanan AS lebih bersifat tendensius dan strategis. Ada kemungkinan mengenai pertimbangan geopolitik ekonomi di kawasan Asia Tenggara. Perbedaan perlakuan ini menunjukkan kompleksitas diplomasi ekonomi digital kontemporer.

Peluang

Selain itu, penting untuk dicatat, kritik AS tidak boleh dibaca sebagai ancaman, melainkan perlu diubah menjadi peluang. Setiap tekanan geopolitik ekonomi adalah kesempatan untuk memperkuat kapasitas dalam negeri. 

QRIS dan GPN dapat menjadi instrumen diplomasi ekonomi yang cerdas, menunjukkan bahwa Indonesia mampu menciptakan solusi teknologi finansial mandiri.

Respons terbaik sesungguhnya ada pada kombinasi keteguhan prinsip dan keterbukaan inovasi. Indonesia tidak perlu tunduk pada tekanan, namun juga tidak boleh bersikap defensif berlebihan. 

Diplomasi ekonomi digital membutuhkan keseimbangan antara kedaulatan nasional dan keterhubungan global. Ke depan, QRIS dan GPN bukan sekadar alat pembayaran, melainkan representasi kemampuan Indonesia merancang arsitektur ekonomi digital yang mandiri, kompetitif, dan bermartabat. 

Kritik AS adalah momentum yang tepat bagi Indonesia untuk menunjukkan bahwa kedaulatan ekonomi digital tidak dapat diintervensi dengan mudah.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun