Berita tentang krisis ekonomi di Turki memang mengejutkan orang awam. Namun bagi pengamat ekonomi politik, krisis itu ternyata memiliki akar penyebab pada struktur ekonomi dan politik negeri itu.
Krisis di negara Erdogan itu menunjukkan koneksi erat antara aspek ekonomi dan politik. Saling pengaruh kedua aspek itu yang sekarang menimbulkan krisis.
Dari beberapa berita yang beredar, krisis ekonomi yang melanda Turki di 2025 ternyata berakar pada kebijakan yang tidak tepat. Apalagi ditambah dengan ketidakstabilan politik yang menghancurkan kepercayaan pasar.Â
Pasar saham Turki terpaksa dibekukan, matauang lira jatuh ke titik terendah dalam sejarah, dan inflasi meroket. Situasi ini tidak hanya berdampak bagi Turki sendiri, tetapi juga bisa menjadi peringatan bagi negara lain, termasuk Indonesia. Â
Penyebab Krisis
Turki sebenarnya sudah menghadapi tekanan ekonomi sejak beberapa tahun terakhir. Meski begitu, krisis kali ini semakin parah akibat gabungan dari instabilitas politik, kebijakan ekonomi yang tidak ortodoks, depresiasi mata uang, dan ketergantungan berlebihan pada modal asing. Â
Salah satu pemicu utamanya adalah penangkapan Ekrem Imamoglu, seorang wali kota Istanbul yang juga merupakan rival politik utama Presiden Recep Tayyip Erdogan. Penangkapan ini dilakukan menjelang pemilu, dan banyak pihak menilainya sebagai langkah politik untuk membungkam oposisi.Â
Ketidakpastian politik langsung berdampak pada kepercayaan pasar. Investor bereaksi dengan menarik dananya dari pasar saham, menyebabkan IHSG Turki anjlok lebih dari 14% dalam waktu singkat. Â
Di sisi lain, kebijakan ekonomi Turki selama ini juga mengundang kritik. Pemerintah bersikeras mempertahankan suku bunga rendah meskipun inflasi terus meningkat.Â
Kebijakan ini dianggap bertentangan dengan prinsip ekonomi konvensional. Suku bunga seharusnya dinaikkan untuk mengendalikan inflasi. Akibatnya, harga barang melonjak tajam dan daya beli masyarakat pun turun. Selanjutnya, investor semakin pesimistis terhadap perekonomian negara itu. Â