Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Strategi Diplomasi Ekonomi Indonesia di Era Jokowi

13 April 2024   17:43 Diperbarui: 13 April 2024   18:05 346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcRSDjsnMINw6IrEwO2VwA5neiz2mJAiV8-4ZrrCFK8JWf_1uy-cFZM5Mdgr&s=10

Diplomasi ekonomi telah menjadi instrumen penting dalam kebijakan luar negeri Indonesia, terutama sejak Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjabat pada tahun 2014. Jokowi menekankan pentingnya diplomasi ekonomi sebagai alat untuk mencapai kepentingan nasional Indonesia di kancah global. 

Dibandingkan diplomasi lainnya. Diplomasi ekonomi menjadi prioritas dalam kebijakan luar negeri Indonsia. Mulai 2015, Menteri Luar Megeri (Menlu) Retno Marsudi sering menyampaikan prioritas diplomasi ekonomi dalam Pernyataan Pers Tahunan Menlu di Pejambon di awal Januari setiap tahun.

Di awal pemerintahannya, Jokowi mengadakan pertemuan dengan para para kepala perwakilan Indonesia di luar negeri untuk mendiskusikan diplomasi ekonomi sebagai prioritas utama. Tujuannya adalah menambah peluang perdagangan dan investasi dari negara asing ke Indonesia.

Interdependensi kompleks

Salah satu teori penting dalam studi Hubungan Internasional untuk menganalisis strategi diplomasi ekonomi adalah teori interdependensi kompleks. Teori ini  dikembangkan oleh Robert Keohane dan Joseph Nye. 


Menurut teori ini, aktor-aktor negara dan non-negara terhubung melalui berbagai saluran dalam hubungan internasional yang semakin kompleks. Hubungan internasional tidak hanya terjadi melalui hubungan politik dan militer, tetapi juga melalui hubungan ekonomi, sosial, dan budaya. 

Keohane dan Nye malah berpendapat bahwa dalam situasi interdependensi kompleks itu, kekuatan militer menjadi kurang relevan. Sementara itu, kerja sama dan institusi internasional memainkan peran yang lebih penting. 

Salah satu kerjasama yang semakin menjadi perhatian adalah di bidang ekonomi. Serupa dengan masalah militer-pertahanan, teori ini yakin bahwa kerjasama dan konflik dalam isu-isu ekonomi juga berpotensi mengancam stabilitas keamanan dalam hubungan internasional.

Diplomasi Ekonomi Jokowi
Presiden Jokowi telah menjadikan diplomasi ekonomi sebagai prioritas utama dalam kebijakan luar negeri Indonesia. Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyatakan bahwa diplomasi ekonomi Indonesia dijalankan berdasarkan "prioritas 4+1", yaitu penguatan diplomasi ekonomi, perlindungan WNI, kedaulatan dan kebangsaan, serta peran Indonesia di kawasan dan global. 

Jokowi juga menekankan pentingnya "diplomasi membumi" yang berfokus pada hasil konkret dan manfaat langsung bagi masyarakat Indonesia. Pengaruhnya dari diplomasi ini adalah titik berat 70% dari diplomasi Indonesia diarahkan ke diplomasi ekonomi.

Selama kepemimpinan Jokowi, Indonesia telah mencapai berbagai keberhasilan dalam diplomasi ekonomi. Dalam satu dekade terakhir, Indonesia telah menandatangani 27 perjanjian ekonomi, mulai dari Preferential Trade Agreement (PTA), Free Trade Agreement (FTA), hingga Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA). 

Melalui diplomasi ini, Indonesia mempu melakukan perluasan akses pasar, yaitu ke pasar non-tradisional, seperti di Amerika Latin, Afrika dan Karibia. Bahkah, Indonesia menginisiasi hal-hal baru melalui Indonesia-Latin America and Caribean Expo (INALAC Expo), Indonesia-Africa Infrastructure Dialog (IAID), serta beberapa forum lainnya.

Selanjutnya, dplomasi ekonomi Indonesia juga berhasil menarik investasi asing, dengan realisasi investasi mencapai Rp 901,02 triliun pada tahun 2021, meningkat 10% dari tahun sebelumnya. Selama 1 dekade ini, perdagangan naik hingga 24 persen dan investasi meningkat lebih dari 32 persen.

Capaian lainnya termasuk keberhasilan Indonesia sebagai Presidensi G20 pada tahun 2022, menghasilkan berbagai kerja sama ekonomi konkret dengan negara-negara G20. Fokus diplomasi ekonomi Indonesia selama Presidensi G20 2022 juga mencakup isu-isu strategis seperti transisi energi, arsitektur kesehatan global, dan transformasi ekonomi digital. 

Selain itu, pembentukan pada tahun 2019 berperan mendukung kemitraan dan kerja sama pembangunan dengan negara-negara berkembang lainnya. 

Data lain juga menyebutkan WHO memilih Indonesia sebagai salah satu hub produksi vaksin berbasis mRNA di kawasan untuk meningkatkan ketahanan kesehatan regional. Penunjukan ini menjadi capaian penting dalam diplomasi ekonomi Indonesia pada masa pandemi Covid-19.

Tantangan 
Meskipun telah mencapai berbagai keberhasilan, diplomasi ekonomi Indonesia masih menghadapi tantangan ke depan. Laporan penelitian dari sebuah pembaca penelitian pada 2020 menyebutkan bahwa definisi diplomasi ekonomi sendiri masih belum jelas dan perlu dirumuskan dengan lebih baik. 

Indonesia juga perlu terus beradaptasi dengan dinamika global yang kompleks, seperti persaingan geopolitik, disrupsi teknologi, dan perubahan iklim. Kaitan dinamika global dengan ekonomi Indonesia juga perlu mendapat perhatian.

Tantangan lainnya meliputi dampak pandemi Covid-19 yang menghambat pertumbuhan ekonomi dan aktivitas diplomasi ekonomi. Akibat pandemi Covid-19, ada kebutuhan untuk meningkatkan koordinasi dan sinergi antar-lembaga pemerintah dalam perencanaan diplomasi ekonomi, serta perlunya menjaga keseimbangan antara kepentingan nasional dengan komitmen internasional dalam isu-isu sensitif, seperti perdagangan dan investasi. 

Isu keseimbangan ini perlu diperhatikan pemerintah mengingat diplomasi ekonomi harus mampu mengatasi persoalan yang diakibatkan oleh pandemi Covid-19. Krisis kesehatan itu menyebabkan perdagangan dan transportasi berhenti selama hampir 1 tahun. 

Akibatnya, muncul kelangkaan pasokan bahan-bahan kebutuhan di beberapa negara karena kegiatan ekspor dan impor berhenti. Diplomasi ekonomi Indonesia pada masa Covid-19 relatif mampu mencegah krisis pangan dan sebagainya.

Peningkatan kapasitas dan profesionalisme para diplomat dan pejabat yang terlibat dalam diplomasi ekonomi juga menjadi tantangan penting bagi Indonesia. Konon, para diplomasi mampu mengubah mindset bahwa fokus diplomasi tidak semata berkaitan dengan politik, namun juga isu-isu ekonomi.

Selain itu, teori interdependensi kompleks juga menyoroti peluang bagi Indonesia untuk memperkuat diplomasi ekonominya. Dengan saling ketergantungan yang tinggi antara aktor-aktor negara dan non-negara di era globalisasi, Indonesia dapat memanfaatkan kerja sama ekonomi dan institusi internasional untuk mencapai kepentingan nasionalnya. 

Indonesia juga dapat mengoptimalkan perannya sebagai kekuatan ekonomi yang sedang bangkit dan jembatan antara negara maju dan berkembang.

Hingga tahun terakhir pemerintahannya, Jokowi tampaknya telah memanfaatkan instrumen ekonomi secara efektif untuk mencapai tujuan politik dan ekonominya. Dengan memprioritaskan diplomasi ekonomi dan memanfaatkan momen, seperti presidensi G20 pada 2022 dan ketua ASEANpada 2023, Indonesia telah mencapai berbagai keberhasilan dalam kerja sama ekonomi dan investasi. 

Meskipun masih menghadapi tantangan kongkrit, teori interdependensi kompleks juga menyoroti peluang bagi Indonesia untuk terus memperkuat diplomasi ekonominya melalui kerja sama dan pemanfaatan institusi internasional. 

Dengan pendekatan yang strategis dan adaptif, Indonesia dapat mengatasi berbagai masalah dan tantangan. Selanjutnya, Indonesia diharapkan dapat memperkuat perannya sebagai pemain kunci dalam lanskap ekonomi global yang semakin saling terkoneksi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun