Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Manfaat Indonesia dari Ratifikasi Perjanjian Ekstradisi dengan Singapura

5 April 2024   22:31 Diperbarui: 6 April 2024   10:23 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penandatanganan perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura. Foto: Dok. Kemenkumhan via KOMPAS.com

Perdana Menteri Lee Hsien Loong menyebut perjanjian ini menandakan komitmen bersama untuk bekerja sama sebagai tetangga demi kepentingan terbaik kedua negara (Bisnis.com, 2024). Kerjasama penegakan hukum dalam konteks ekstradisi dapat menjadi pintu masuk bagi pendalaman kerja sama di bidang lain seperti penanggulangan terorisme, kejahatan siber, dan kejahatan lintas negara lainnya.

Penguatan kerjasama keamanan ini memberikan keuntungan bagi kedua negara dalam menjaga stabilitas kawasan yang aman bagi aktivitas ekonomi dan perdagangan. Bagi Indonesia, kerjasama ini juga membuka peluang untuk meningkatkan akses informasi dan intelijen dalam mengejar aset hasil kejahatan yang tersembunyi di Singapura. Ini tentunya menjadi relative gain yang lebih besar bagi Indonesia dibandingkan Singapura.

Lalu dari sudut pandang diplomasi, ratifikasi perjanjian ini menunjukkan kemampuan kedua negara untuk mengatasi isu-isu sensitif melalui perundingan dan negosiasi. Meski harus membayar "harga mahal" dengan menyetujui Defence Cooperation Agreement (DCA) yang kontroversial, Indonesia tetap memperoleh relative gain diplomatis berupa peningkatan kepercayaan dan hubungan baik dengan Singapura.

Dalam teori relative gains, langkah ini dapat dipandang sebagai upaya untuk meminimalkan kerugian (relative loss) dalam mengamankan keuntungan yang lebih besar dari perjanjian ekstradisi (Grieco, 1988).

Presiden Jokowi dan PM Singapura Lee Hsien Loong. (Biro Setpres)
Presiden Jokowi dan PM Singapura Lee Hsien Loong. (Biro Setpres)

Tantangan 

Di sisi lain, terdapat tantangan dan biaya yang harus ditanggung Indonesia terkait ratifikasi perjanjian ekstradisi ini. Secara teknis, proses ekstradisi melibatkan mekanisme rumit yang membutuhkan kerja sama dan koordinasi antar lembaga penegak hukum kedua negara (Putri, 2022). 

Indonesia harus dapat menyediakan bukti-bukti dan berkas penyidikan yang kuat agar permintaan ekstradisi tidak ditolak. Jika gagal, ini dapat menjadi kerugian (relative loss) bagi Indonesia dalam bentuk pemborosan sumber daya dan upaya (Powell, 1991).

Selain itu, aspek perlindungan hak asasi tersangka juga menjadi pertimbangan tersendiri dalam proses ekstradisi. Misalnya, Indonesia harus dapat menjamin bahwa tersangka yang diekstradisi tidak akan dijatuhi hukuman mati atau penyiksaan (Putri, 2022). Jika gagal memenuhi syarat ini, Indonesia berpotensi mengalami relative loss berupa citra buruk di mata internasional.

Dari sisi ekonomi, proses ekstradisi dan pengembalian aset membutuhkan sumber daya manusia dan pembiayaan yang tidak sedikit. Pemerintah Indonesia harus mengalokasikan anggaran yang cukup untuk mendukung upaya ini. Jika biaya yang dikeluarkan terlalu besar, relative gains dari perjanjian ekstradisi dapat berkurang secara signifikan (Grieco, 1988).

Selain itu, relative gains dari perjanjian ekstradisi ini juga dapat terpengaruh oleh kondisi politik dan hubungan diplomatik kedua negara yang dinamis. Jika terjadi gejolak atau gesekan, proses ekstradisi dan kerjasama bisa terhambat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun