Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Hasil KTT ASEAN-China: Antara Harapan dan Kenyataan

26 November 2021   01:16 Diperbarui: 26 November 2021   07:20 535
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
KTT ASEAN-China| Sumber: Japan Times via KompasTV

Hubungan antara ke-10 negara anggota ASEAN dengan China bisa diibaratkan sebagai hubungan benci dan cinta (hate and love). Banyak yang kesal dengan perilaku China di Laut China Selatan (LCS). 

Empat negara anggota ASEAN telah merasakan perilaku agresif, provokatif, dan militeristik di perairan strategis di kawasan Indo-Pasifik, seperti Vietnam, Filipina, Malaysia, dan Brunei Darusallam. 

Di perairan LCS, dua negara anggota ASEAN ---Filipina dan Vietnam--- kerap merasakan sendiri provokasi kapal-kapal China. Bahkan sebelum KTT berlangsung, kapal Filipina dihalangi dalam perjalanan menuju gugusan pulau yang menjadi klaimnya. 

Kegeraman Filipina itu disampaikan secara langsung dan terbuka oleh Presiden Duterte di KTT ASEAN-China itu. Dalam pidatonya, Duterte menyampaikan kemarahannya kepada China. Tidak dijelaskan bagaimana respon Presiden Jinping terhadap protes Filipina.

ASEAN juga sebenarnya merasa kesal dengan perilaku inkonsistensi China antara di meja perundingan dengan di LCS. Diplomasi China cenderung sepakat membicarakan Code of Conduct (CoC) sebagai aturan main perilaku negara-negara di LCS. China dan negara-negara itu bahkan telah 20an tahun lebih bertemu dan bekerja sama dalam forum Informal Meeting for Managing Potential Conflicts in South China Sea.

Namun demikian, perilaku China di LCS sangat berbanding terbalik dan, bahkan, bertentangan dengan komitmen di KTT ASEAN-China tersebut. China justru seringkali mem-bully negara-negara anggota ASEAN yang lebih kecil. Bahkan ASEAN cenderung terjebak di dalam rivalitas antara China dan AS. Kenyataan tersebut tentu saja menjadi perhatian serius ASEAN.

Di sisi lain, banyak pula negara-negara anggota ASEAN yang mengharapkan dukungan ekonomi dari Negara Panda itu. Dukungan ekonomi itu bukan semata berbentuk bantuan gratis atau hibah. 

Bentuk lainnya bisa berupa investasi atau penanaman modal dari berbagai perusahaan China. China juga diharapkan perdagangan barang baik di ekspor dan impornya. Semua itu masuk dalam skema Belt and Road Initiative (BRI). 

Melalui BRI yang berbasis pada sejarah, China menggambar peta masa lalunya di zaman moderen ini sebagai kawasan pertumbuhan ekonomi. Dalam skenario BRI itu, China menjadi pusat dari perekonomian global dengan pusat-pusat ekonomi di berbagai negara lainnya di dalam jalur sutra (silk road).

Gambaran itu menunjukkan secara gamblang bahwa hubungan ASEAN-China bersifat konfliktual dan kooperatif pada saat yang bersamaan. Di satu sisi, klaim China terhadap kawasan perairan LCS telah menimbulkan ketegangan diplomatik dan menaikkan tingkat konflik dengan AS dan negara-negara lain di kawasan itu. 

Pada kurun waktu tertentu, ekskalasi konflik di LCS dikhawatirkan dapat menjadi embrio bagi Perang Dunia ke-3.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun