Mohon tunggu...
Donal Eryxon
Donal Eryxon Mohon Tunggu... Lainnya - Mencoba menulis

Biasa dan monoton.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

[Antropologi Kuliner] Makanan sebagai Cerminan Sikap Masyarakat, "Antara Sunda dan Jawa Timur"

5 Mei 2018   22:56 Diperbarui: 6 Mei 2018   05:16 1109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kenapa si dayang sumbi tidak marah-marah saja ke Sangkuriang kalau dia sebenarnya ibunya waktu ketahuan tanda luka di dahinya? Bukankah slogan The power of emak-emak itu berlaku  sepanjang masa? Kembali lagi ke makanan, dengan memakan banyak sayuran maka tensi akan lebih stabil karena peredaran darah tidak ditekan oleh lemak berlebih, akhirnya walaupun Dayang Sumbi ngamuk setengah mati tetap saja suaranya terdengar merdu ditelinga sangkuriang (cie, yang masih kasmaran).

Tapi bukan berarti orang sunda anti dengan daging, kalau kamu ke KFC di Bandung pasti banyak orang sunda yg ngantri, ya ngantri beli daging ayam bukan ngantri beli lalapan atau gorengan.

Kalau Jawa Timur?

Coba perhatikan makanannya, minim lalapan, banyak unsur dagingnya,  kembali ke teori sebelumnya, dengan banyak mengkomsumsi daging maka saluran peredaran darah akan ditekan, oksigen di kepala menjadi sedikit dan akhirnya sering berfikir pendek, ngamuk, suka mengeluarkan nada tinggi F = do tapi bukan berarti mereka sedang marah. 

Dari sini mungkin kita bisa menganalisis mengapa kerajaan-kerajaan di jawa timur sering terjadi suksesi/pergantian kekuasaan, perang sampai rebut-rebutan istri. Contohnya raja Majapahit, Jayanegara raja kedua Majapahit yang tewas dibunuh tabibnya karena dituduh menggauli  Istri sang tabib, hmm dasar pewator (perebut wanita orang).

Bagaimana Klimaksnya jika penganut garis keras lalapan berseteru dengan  penikmat daging?

Sejarah mencatat pertemuan di Hutan Bubat yang rencananya menjadi tempat pernikahan Antara Putri Dyah Pitaloka dari kerajaan Pasundan dengan Pangeran maha ganteng dimasanya, Hayam Wuruk dari Majapahit. Perbedaan pendapat terjadi, Pihak Majapahit menganggap bahwa Dyah Pitaloka sebagai bentuk upeti tanda takluknya Pasundan terhadap majapahit sedangkan Pasundan menganngap itu hanyalah pernikahan politik untuk harmonisasi kekuasaan jangka panjang. 

Akhirnya Gajah Mada marah karena merasa dilecehkan membantai pasukan pasundan saat itu juga, Dyah pitaloka yang melihat pihak kerajaannya dibantaipun akhirnya ikut bunuh diri, (di Indonesia, film  yang endingnya gini gak akan laku). Karena disitu ada perjaumuan antar raja pasti akan ada makanan enak termaksud daging-dagingan. Bagaimana jika saat itu Pasukan Majapahit saat itu tidak mengkomsumsi daging saat itu? mungkin emosi bisa diredam dan tidak terjadi pembantaian, Dyah Pitaloka mungkin jadi menikah dengan Hayam Wuruk dan melahirka anak yg lucu-lucu..iyuhh lalu tidak ada rivalitas konyol antara Bonek vs Viking.. bahkan jika beneran terjadi film Gita Cinta SMA (Galih dan Ratna) juga bisa dianggap jadi film biasa di zaman Rano karno.

Ya begitulah makanan, sepele namun berpengaruh..

Jangan lupa makan sayur hari ini..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun