Semua dilakukan tanpa bayaran, tanpa pamrih. Semata demi tanah air yang baru saja lahir.
Sayangnya, sejarah tak selalu mencatat semua yang layak dikenang. Nama TGP kerap tenggelam di balik gemerlapnya kisah PETA atau perlawanan Supriyadi. Padahal, keberanian mereka sama besarnya. Strategi mereka sama pentingnya. Dan pengorbanan mereka sama berharganya.
Kini, di tengah derap kemajuan Kota Blitar, sebuah Monumen TGP berdiri. Sederhana, namun bermakna. Di sinilah markas mereka dulu berdiri. Di sinilah semangat kemerdekaan dibakar oleh para pelajar yang menolak menyerah, bahkan sebelum dewasa.
Setelah perang usai, banyak anggota TGP kembali ke bangku sekolah. Sebagian menjadi insinyur, sebagian menjadi guru, sebagian kembali ke masyarakat sebagai warga biasa. Tapi satu hal yang tak pernah mereka lepaskan, yakni semangat nasionalisme.
TGP yang kemudian dikenang menjadi sebuah nama jalan di Kota Blitar, menunjukkan bahwa perjuangan bukan hanya soal senjata, tapi juga soal ilmu, keberanian, dan kesetiaan pada negeri. Mereka mengajarkan bahwa kemerdekaan dibela bukan hanya oleh tokoh besar, tapi juga oleh pelajar biasa yang memilih untuk tidak tinggal diam.
Di bulan Agustus ini, saat bendera Merah Putih kembali berkibar di setiap sudut kota, kisah TGP di Blitar patut dikenang. Bukan sekadar sebagai catatan sejarah, tapi sebagai pengingat bahwa semangat kemerdekaan hidup dalam setiap anak muda yang berani mengambil peran.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI