Mohon tunggu...
Luh Putu Dhita Candra Astuti
Luh Putu Dhita Candra Astuti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Pendidikan Ganesha

Semester 1

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dilema Perayaan Galungan bagi Wanita yang Berhalangan

9 November 2021   10:02 Diperbarui: 9 November 2021   15:19 382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Hari raya suci Galungan dan Kuningan memang merupakan hari yang dinanti-nanti bagi umat Hindu, sebab semua keluarga yang berada jauh akan berkumpul di satu rumah yang kerap disebut dengan Umah Tua yang merupakan titik kumpul perayaan hari suci Galungan. Tak heran apabila perayaan hari suci yang datangnya setiap 210 hari ini disambut dengan meriah dan penuh suka cita. Biasanya pada rangkaian menyambuthari suci Galungan ini semua anggota keluarga akan sibuk dengan pekerjaan masing-masing. 

Pada hari Penampahan Galungan, para pria bertugas untuk menyembelih babi, membuat makanan untuk disantap, serta mendirikan sebuah Penjor di depan rumah. 

Sedangkan para wanita bertugas untuk membuat banten sebagai sarana persembahyangan untuk keesokan harinya. Namun tak jarang di beberapa daerah, para wanita yang membuat hidangan ataupun mendirikan Penjor. 

Memang tak dapat dipungkiri bahwa wanita Hindu adalah wanita yang tangguh. Sebab dalam pembuatan banten pun prosesnya memakan waktu dan tenaga, terlebih lagi sembari mengurus rumah tangga. Sebagai seorang perempuan Hindu, terdapat satu halangan yang kerap menghambat pelaksanaan perayaan hari suci Galungan yakni menstruasi atau datang bulan. Karena seperti yang kita ketahui bahwa wanita yang berhalangan dilarang untuk memasuki area suci seperti Pura ataupun Merajan. Hal tersebut menimbulkan dilema bagi kaum perempuan Hindu. Orang yang berhalangan dianggap Cuntaka sehingga tidak diperbolehkan untuk memasuki area Pura ataupun Merajan. 

Pada pelaksanaan hari raya suci Galungan kali ini, saya merasakan dilema yang sama. Di saat semua orang berbondong-bondong untuk datang ke Pura dan Merajan, saya hanya dapat berdiam diri di rumah sembari mengawasi banten di setiap Pelinggih agar tidak dikoyak oleh ayam. Jika dipikir lebih jauh lagi maka rasanya sangat tidak adil, sebab wanita yang berhalangan sudah sangat bersemangat untuk dapat ikut merayakan hari suci Galungan. 

Namun apa daya, itulah konsekuensi terlahir sebagai wanita. Namun saat itu saya mendengar salah satu mitos yang sudah secara turun temurun diwariskan sebagai suatu kepercayaan, jadi apabila terdapat wanita yang berhalangan saat perayaan hari suci Galungan maka wanita tersebut akan diperintahkan untuk mengambil bekas canang lalu mendudukinya. 

ujuannya agar wanita tersebut tidak berhalangan di setiap perayaan hari suci Galungan, namun hal tersebut hanyalah suatu mitos yang belum terbukti kebenarannya. Namun di keluarga saya hal tersebut dianggap manjur agar wanita yang berhalangan tidak mendapatkan halangan di setiap perayaan hari suci Galungan. 

Namun wanita yang berhalangan masih diperbolehkan untuk membuat canang dan banten, hanya saja wanita yang berhalangan tidak diperkenankan untuk menempatkan banten di setiap Pelinggih serta tidak dapat mengikuti persembahyangan di Pura ataupun Merajan. 

Para wanita yang berhalangan pun tidak dapat mengelak atas hal tersebut, karena sudah menjadi ketentuan bahwa orang yang cuntaka dilarang untuk memasuki Pura ataupun Merajan. Orang cuntaka yang dimaksud adalah orang yang sedang berduka karena terdapat anggota keluarga yang meninggal, wanita yang sedang menstruasi, selain itu seorang ibu juga dilarang untuk menyusui anaknya di dalam area Pura atau Merajan. 

Terlahir sebagai seorang wanita memang tidak semudah yang dibayangkan. Terutama menjadi wanita Hindu yang memiliki banyak tanggung jawab dan kewajiban. Wanita Hindu dituntut untuk bisa mejejahitan dan membuat banten. Selain sebagai tradisi turun temurun yang merupakan warisan dari nenek moyang terdahulu, hal tersebut dapat menjadi hal yang dapat meningkatkan kreativitas. Sebab dalam pembuatan banten membutuhkan suatu karya seni yakni dalam membuat pola jahitan pada janur agar dapat terbentuk dengan indah dah sesuai dengan kaidah yang berlaku. 

Selain sewaktu-waktu dapat berhalangan sehingga tidak dapat mengikuti perayaan hari suci Galungan di Pura ataupun Merajan, menjadi wanita Hindu juga terdapat beberapa aturan terkait tata cara berpenampilan saat datang ke Pura ataupun Merajan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun