Saya lalu menuju ke arah pantainya. Bukan pasir tetapi kerikil warna hitam menyelimuti sepanjang bibir pantai yang berundak. Saya juga melihat di ujung pantai tampak gundukan bebatuan hitam bergerombol bak pagar menahan ombak air laut.
Warna bebatuan hitam dan air laut biru dan tosca yang kontras, memanjakan mata. Tak ayal rombongan kami menyempatkan diri foto bersama di pinggir pantai TWA Batu Angus.
"Pantai Batu Angus, Bitung, Sulawesi Utara ini terjadi ribuan tahun lalu akibat letusan gunung berapi Dua Saudara. Gubenur Jenderal Hindia pada tahun 1919 menetapkan kawasan Batu Angus sebagai Monumen Alam atau "Natuumonumenten" atau  kawasan hutan yang dilindungi atas dasar dokumen Staasblad Van Nederlands-Indie 1919 No. 90" tutur si Ibu penjaga warung saat kami mencari informasi tentang sewa perahu.
Dari jejak sejarah, pengelolaan kawasan Batu Angus berkali-kali diperkuat dengan penerbitan Surat Keputusan pada tahun 1978, 1981, 2014 dan 2016. SK tersebut menyebutkan TWA Batu Angus dikelola oleh Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK) Tangkoko seluas 649 hektar.
Perahu yang kami pesan tiba di Pantai Batu Angus. Satu per satu kami masuk ke perahu. Kami dibawa ke Jembatan Biru, tempat berlabuh perahu-perahu wisata dan sekaligus spot untuk snorkeling.
Spot Padang Batu Lava, berupa batu angus, yang banyak menyembul kepermukaan laut memang menakjubkan. Tak hanya itu, kami melewati sekelompok wisatawan yang sedang snorkeling menikmati keindahan bawah laut.
Memang jarak dari Pantai Batu Angus ke Jembatan Biru tidak jauh. Hanya ditempuh dalam waktu lima belas menit saja. Namun, sepanjang perjalanan naik perahu kami disuguhi pemandangan indah berupa bebatuan hitam, pantai, hutan bakau dan spot snorkeling yang bagus.
Sayang kami tidak membawa pakaian renang. Kesempatan untuk berenang jadi pupus dan kemudian kami melanjutkan makan siang di salah satu Villa di Kasawari.
Kunjungan kami ke Taman Wisata Alam Batu Angus bisa dilihat di link youtube ini.