Mohon tunggu...
Tri Lokon
Tri Lokon Mohon Tunggu... Human Resources - Karyawan Swasta

Suka fotografi, traveling, sastra, kuliner, dan menulis wisata di samping giat di yayasan pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Pelita" Ajaib Pak Tjiptadinata dalam 5 Pilar Kehidupan

13 Januari 2021   13:25 Diperbarui: 13 Januari 2021   14:10 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Cover Buku Pak Tjiptadinata (Sumber: Tjitadinata Effendi)

Pak Tjiptadinata Effendi, lahir di Padang 21 Mei 1943 (kini berusia 78 tahun), adalah sebuah "pelita" ajaib di panggung Kompasiana Indonesia. Tapi, "Pelita" itu tidak diletakkan di bawah kolong rumah, Pak Tjip justru meletakkannya di atas kaki dian. Ia bersinar untuk menerangi semua orang.

Tak kenal lelah dan tidak pandang siapa orang itu, Pak Tjip, dengan caranya sendiri, mengajak orang membaca setiap postingannya di Kompasiana untuk menemukan pelita itu. Berharap sinarnya menginspirasi dan memotivasi pembaca untuk tidak berhenti menulis meski usia sudah "gaek" sekalipun.

Itulah kesan saya, "penjelajah" yang sejak 2009 bergabung di Kompasiana, tehadap sosok pribadi Pak Tjiptadinata Effendi, Kompasianer of the Year 2014, dengan predikat Sang "Maestro", seperti yang saya baca pada laman profilnya di Kompasiana. Saat saya menulis ini, beliau sudah memposting 5.270 tulisan yang telah dibaca oleh 5.508.361 pembaca atau lima juta lebih pembaca.

Melihat "statistik"nya Pak Tjip di Kompasiana, hati saya serasa tak bisa membendung untuk ucapkan kata "wow" seraya mengangkat dua jempol jari saya dan berkata "hormat Bapa" seperti saat saya mengucapkan salam sapa apabila berjumpa dengan saudara-saudari kita di Timika, Papua.

Dalam sosok Pak Tjip, tentu lewat tulisan dan pernyataan-pernyataan beliau, saya menemukan "pelita" ajaib Pak Tjip yang saya urai dalam 5 PILAR KEHIDUPAN yang setidak-tidaknya menerangi lorong-lorong kegelapan kehidupan ini yang hanya dijalani satu kali saja oleh setiap manusia.

Aku ada karena kita ada

Dalam bukunya yang berjudul, "Enlightennment, Mencari Pencerahan Diri, Kiat-kiat Belajar Kearifan Hidup Untuk Menghadirkan Pencerahan", Jakarta 2009, diterbitkan oleh PT. Elex Media Komputindo, Pak Tjip menceritakan pengalaman hidupnya sebagai "realita" yang harus dipilih oleh setiap manusia (mau tidak mau).

"Konsep hidup yang dipilih oleh Pak Tjip, apabila pensiun, tinggal di luar kota, jauh dari kebisingan, lingkungan yang hijau dan asri dengan gemercik air sungai atau danau dan dilengkapi dengan sampan untuk aktivitas mancing", kata Pak Tjip.

Konsep hidup itu sangat realistis. Manusia yang layak disebut "opa" tentunya membutuhkan lahan kehidupan yang tenang dan "back to nature" sedemikian rupa sehingga nyaman lahir dan batin. Keberadaanku tergantung dari diriku, alam, orang lain dan Tuhan, sehingga selayaknya kita saling menghormati alam, sesama dan nilai-nilai kehidupan yang ada di sekitar kita.

"Kami bersyukur kepada Tuhan, bahwa dalam usia 78 tahun, makan enak,tidur nyenyak dan hidup bebas dari obat obatan dan vitamin. Membaca dan menulis tanpa kaca mata. Makan minum tanpa pantangan, tapi kami tahu diri untuk tidak overdosis dalam menikmati hidup" ungkap Pak Tjip dalam postingannya, yang berjudul "Apa Yang Terjadi Pada Usia Berkepala 7" di Kompasiana baru-baru ini.

Berpikir Positif

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun