Mohon tunggu...
Tri Lokon
Tri Lokon Mohon Tunggu... Human Resources - Karyawan Swasta

Suka fotografi, traveling, sastra, kuliner, dan menulis wisata di samping giat di yayasan pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Indahnya Puncak Tetetana Kumelembuai

13 Desember 2016   14:22 Diperbarui: 13 Desember 2016   16:32 2442
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menangkap Matahari Pagi di Puncak Tetetana

Wisata Sulawesi Utara terus menggeliat. Pantai-pantai (daerah Likupang dan Pulau Lembeh) terus digarap untuk dijadikan objek wisata baru dengan resor yang dilengkapi dengan water sport. Pemerintah Sulut kini melirik bukit dan puncak gunung untuk dijadikan objek wisata alam baru. Salah satunya Puncak Tetetana di desa Kumelembuai, Tomohon Timur.

“Tetetana” dalam bahasa Tombulu Minahasa berarti tanah milik Tete (Oma) tetapi bisa juga berarti jembatan kecil seperti punggung kuda. Begitu cerita Om Maxi Wowiling, warga Kumelembuai, Tomohon Timur, saat saya tanya tentang mengapa bukit itu disebut Puncak Tetetana.

Puncak Tetetana mulai viral di medsos setelah ada warga yang mengunggah foto Puncak Tetetana dengan pemandangan alamnya yang eksotik. Tak sedikit yang berkomentar, puncak itu seperti 'negeri di atas awan'.

Gunung Klabat dan gunung Dua Bersaudara Bitung
Gunung Klabat dan gunung Dua Bersaudara Bitung
Senin subuh (12/12) sebelum mentari merekah, saya dan teman-teman berangkat menuju ke Puncak Tetetana. Dinginnya udara pagi Tomohon antara 23-24 derajat celsius terasa menembus di kulit meski sudah melapisi diri dengan jaket. Roda Luxio putih bergerak dari pusat kota menuju perbukitan Agrowisata Rurukan di kaki Gunung Mahawu. Sesaat melewati agrowisata, bau sayuran menyengat di hidung.

Setelah melewati Rurukan, mobil berbelok ke kiri atau ke arah lokasi wisata Bukit Tintingon (6,3 Km dari pusat kota). Lokasi wisata ini banyak dikunjungi wisatawan karena menyajikan pemandangan alam yang indah. Hamparan alam Danau Tondano (4287 ha), Gunung Klabat (2100 meter), Gunung Dua Saudara (Bitung). Tak hanya itu, untuk memikat wisatawan, pengelola memasang lampu warna-warni di setiap bangunan sehingga di malam hari dari jauh terlihat kerlap-kerlip lampu Bukit Tingtingon.

“Dari bukit Tintingon arahkan mobil ke arah desa Kumelembuai lalu ikuti jalan menuju ke air terjun Ranowawa. Kemudian belok ke kiri melewati bak PDAM. Ikuti jalan itu hingga jalan tak lagi beraspal. Kurang lebih 10 menit sudah sampai,” jelas Om Maxi memberi petunjuk kami ke Puncak Tetetana sehari sebelum kami berangkat.

Gubuk Kecil di puncak
Gubuk Kecil di puncak
Menurut mitos yang dituturkan warga Kumelembuai (sekitar 13 ribu jumlah penduduk), air terjun Ranowawa merupakan tempat mandi puteri khayangan bernama Pingkan yang tinggal di bukit Tintingon. Nama tintingon diambil dari bunyi ting ting yang sering muncul dari atas bukit semacam panggilan untuk peliharaan penghuni bukit itu.

Puteri Pingkan dengan rambut panjang sampai di tanah sering mandi dan bermain di air terjun Ranowawa yang terbentuk dari tiga mata air. Mata air Amian artinya 'di sebelah utara', yang memang letaknya di sebelah utara kampung. Jaraknya kira-kira 200 meter dari air terjun. Mata air Amian itu ada dua mata air terpisah. Kemudian mata air Ranowawa berjarak 100 meter dari air terjun.

Kami terus menyusuri jalan sesuai dengan petunjuk Om Maxi. Sekitar 200 meter jalan belum beraspal. Berhubung mobil bukan jenis mobil penggerak empat roda, maka kami berhenti di jalan sebelum tanjakan berbatuan. Kurang dari 10 menit kami sudah sampai di puncak. Langit di sebelah Barat mulai tampak semburat merah seiring dengan munculnya mentari pagi. Tampak lampu-lampu rumah masih menyala di berbagai tempat seperti kumpulan pijar bintang.

Momen matahari terbit dari Puncak Tetetana sungguh eksotis untuk dinikmati. Kamera pun mulai menggeliat untuk menangkap pagi yang bangun dari tidur semalam.

Sambut Sunrise
Sambut Sunrise
Sinar mentari terpedar ke segala penjuru. Langit gelap secara perlahan berubah menjadi biru. “Bulan Desember bukan bulan baik untuk melihat sunrise dengan bulatnya matahari. Bulan Juni hingga Agustus, bulan baik untuk menyaksikan bulatnya matahari saat terbit,” ujar Boby sambil memasang kameranya di atas tripod.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun